Sabtu, 30 Agustus 2014

Guru Di Wonogiri Siap Dengan Pengajaran Kurikulum 2013

Sudah banyak pihak yang mengkritisi segala hal yang berkaitan dengan sistem pendidikan kita. Kementrian Pendidikan perasaan juga sudah membuat berbagai terobosan dibidang pendidikan. Namun menanti pendidikan untuk semua, pendidikan yang mencerahkan, pendidikan yang ramah koq rasanya masih jauh kita gapai. Tahun 2014 ini, lebih dari Rp 200 T dialokasikan untuk anggaran pendidikan namun di media massa selalu saja ada kisruh soal pendidikan.

Mulai dari pungutan, mengeluh soal sulitnya dapat sekolah, kurikulum, kekerasan di sekolah dan ragam persoalan lainnya. Mengerucutkan masalah pendidikan dalam beberapa kelompok, tidak gampang saya rasa. Sebut saja problemnya infrastruktur, SDM dan Kurikulum? Infrastruktur sendiri bila dibedah secara kasat mata sudah bisa dipecah atas kondisi sekolah, kondisi MCK, kondisi geografi, akses dan ragam lain. Kondisi sekolah masih dibagi ruang kelas, ruang guru, ruang perpus, rumah penjaga sekolah dan hal lain.

Solopos Cetak 7 Agustus 2014

Sejak tahun ini pemerintah menekankan implementasi Kurikulum 2013 (K-13) yang diluncurkan Mendikbud Muhammad Nuh. Walau demikian, ternyata problem SDM masih cukup rumit untuk diurai. Jangankan berharap mereka menerapkan K-13 seperti jauh panggang dari api. Berdasar hasil uji kompetensi melalui UKG, hasilnya tak ada 35 persen dari guru yang sudah mendapat sertifikasi nilainya diatas 50. Ini sengkarut di internal pendidikan belum menyangkut stakeholders mereka yakni siswa.

Maka dari itu, terpilihnya Joko Widodo yang ketua tim suksesnya dijabat Anies Baswedan memunculkan optimisme perubahan mendasar. Walaupun begitu, sebenarnya tidak mudah merubah format pendidikan di Indonesia yang tidak membebani anak didik. Lihat saja mereka, makin hari pendidikan bukannya mencerahkan tetapi menghambat perkembangan anak. Bukan saja otak namun tinggi badan mereka sulit tumbuh dengan buku-buku yang bejibun.

Di Wonogiri, perubahan kurikulum dari KTSP 2006 ke 2013 rupanya belum diikuti semua guru. Yang terbanyak malah guru SMP dan SMA masih belum mengikuti diklat. Sementara guru SD sebagian telah mengikuti dan guru SMK sudah tuntas.Dari 4.257 guru SD baru 3.620 sudah mengikuti diklat, untuk SMP dari 2.025 guru sudah ikut pelatihan 1.468 guru, untuk SMA dari 457 baru 73 orang yang sudah. Sementara semua guru SMK telah mengikuti diklat kurikulum 2013 padahal tahun anggaran telah berakhir.

Pemerintah Daerah jarang mengambil inisiatif meningkatkan kapasitas guru. Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan kebanyakan atas inisiatif pusat. Harusnya pemerintah daerah mendorong peningkatan kapasitas guru misalnya mengadakan pelatihan mendongeng, menulis, pengajaran kreatif, teknik menyusun soal, pembelajaran internet dan ragam tema lainnya. Meningkatnya gaji guru hampir tak sejalan dengan motivasi mereka dalam menyelenggarakan pendidikan.

0 komentar:

Posting Komentar