Senin, 10 Februari 2014

Pegawai Masih Jadi Beban APBD

Kota Surakarta memiliki beban penggajian pada Pegawai Negeri Sipil yang lumayan besar walaupun dibanding 6 kabupaten di Eks Karesidenan Surakarta tentu paling kecil. Wajar saja karena luas wilayah cuma 44 Ha, jumlah kecamatan hanya 5, jumlah kelurahan juga 51, serta penduduknya Tahun 2014 awal sekitar 600ribu jiwa saja. Tetapi bila dibandingkan dengan jumlah PNS yang tercatat sebenarnya selisih tidak banyak. Kabupaten Klaten dan Wonogiri memang memiliki PNS yang terbesar dibanding 4 kabupaten lain yang berkisar 10.000an orang.

Source : Solopos Cetak
Pasca keluarnya Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, sebagai ganti PNS, pemerintah pusat tidak lagi mentolerir adanya pegawai kontrak yang dibayar dari selisih atau sisa APBD. Kalau Pemda memang membutuhkan ya harus dianggarkan secara tersendiri. Tidak mengambil alokasi sisa DAU yang mayoritas memang diperuntukkan bagi gaji pegawai. Dengan kondisi ini, banyak Pemda kewalahan termasuk Pemkot Surakarta. Apalagi secara nasional telah diberlakukan moratorium selama 2 tahun ditambah analisa beban kerja ditiap SKPD.

Hal itu menjadikan Pemkot Surakarta masih harus menunggu 1 tahun melengkapi syarat penerimaan pegawai yaitu selesainya analisa beban kerja SKPD, Belanja Pegawai dibawah 60 persen APBD. Seperti banyak ditemui dilain wilayah, jumlah pegawai terbanyak tentu ada di instansi pendidikan maupun kesehatan. Mereka ada yang berkategori K2 diberi kesempatan diangkat menjadi PNS pada awal Februari dan jumlahnya mencapai 837 orang. Hadi Rudyatmo selaku walikota berkeinginan agar tenaga kontrak tetap dipertahankan dengan alasan pengabdian mereka selama ini.

Dari 7 kabupaten/kota di eks Karesidenan Surakarta yang meloloskan jumlah K2 terbanyak yaitu Sukoharjo dan Klaten. Kedua wilayah ini mampu meluluskan pegawai kategori K2 sebanyak kurang lebih 50 persen sementara yang lain jauh dibawah 50 persen. Sekarang tinggal bagaimana tiap pemerintah daerah mensikapi keberadaan tenaga kontrak. Tentu memPHK mereka bukan keputusan bijak. Bagaimanapun dedikasi, loyalitas dan kinerja mereka selama ini sudah diberikan. Memang gaji pegawai masih cukup besar tetapi tak bijak asal memberhentikan mereka.

Selain mencarikan solusi, kepala daerah harus belajar ke depan bahwa kebijakan merekrut pegawai tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat tidak boleh asal-asalan. Sudah sejak 2005 ada PP yang melarang daerah merekrut pegawai kontrak, nyatanya tetap saja dilanggar. Atas hal ini, pusat juga tidak mengenakan sanksi. Oleh sebab itu, banyak program yang bersentuhan dengan rakyat berikan saja ke daerah dan pusat fokus pada aspek menejerial layanan, monitoring maupun evaluasi program daerah. Sehingga bisa jauh lebih berdampak pada rakyat.

Di Tahun 2013, hanya ada Kabupaten Boyolali dan Klaten yang tidak perlu menambah anggaran menggaji pegawai dari pos lainnya selain DAU. Karena alokasi DAU telah cukup bahkan sisa, sementara 4 kabupaten/kota lainnya nombok. Kabupaten Karanganyar malah harus tombok Rp 100 M guna membayar kekurangan gaji pegawai padahal belanja modalnya cuma Rp 126 M. Inilah gambaran betapa pincangnya anggaran pembangunan yang dinikmati oleh rakyat. Pemerintah pusat harus segera menata kembali sehatnya anggaran.

0 komentar:

Posting Komentar