Akibatnya beban kawasan semakin berat. Tumbuh yang namanya hunian liar baik di bantaran sungai, bantaran rel, pemakaman, magersari atau luas hunian kian sempit. Perumahan yang dijual para pengembang laris manis bak kacang goreng. Meningkatnya harga sekitar Rp 10juta - Rp 20juta tiap tahun tak mempengaruhi minat masyarakat. Kebutuhan hunian menjadi prioritas yang harus segera dipenuhi. Dengan mudah kita temukan kawasan perumahan di pinggiran kota Solo baik sebelah barat, timur, utara maupun selatan.
Source : Solopos Cetak |
Salah satu program yang hampir menjadi andalan tiap pemerintah daerah dalam membantu penyediaan kawasan tinggal adalah penyediaan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) maupun Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik). Meski demikian, kebanyakan Pemda hanya menyediakan lokasinya saja sementara pendiriannya bergantung pada pemerintah pusat. Lihat saja diberbagai pemerintah daerah kecuali Jakarta yang karena tuntutan kawasan yang perlu ditata.
Kota Surakarta sendiri memiliki 4 Rusunawa dengan total 658 hunian dan direncanakan akan dibangun di Tahun 2014 bertambah 2 lagi. Meski yang seharusnya memiliki adalah warga Solo, faktanya tidak demikian. Pembangunan Rusunawa dilakukan ditanah negara yang mangkrak atau tidak terpakai. Beberapa pemakaman yang tidak aktif akan dialihkan untuk pendirian Rusunawa. Namun banyak kondisi Rusunawa tidak dikelola secara profesional. Akibatnya kondisi sangat memprihatinkan, gedung banyak rusak dan kondisinya kumuh.
Meskipun diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah, seharusnya Rusunawa dikelola secara profesional agar minimal kondisinya layak huni. Tidak perlu sampai setor PAD paling tidak bisa mandiri.Yang harus difahami, penyediaan Rusunawa merupakan salah satu kewajiban Pemerintah Daerah dalam memberikan hak tinggal pada warganya. Pendirian Rusunawa juga sebagai pola antisipasi agar prosentase ruang terbuka hijau tetap terjaga 30 persen.
0 komentar:
Posting Komentar