Seperti banyak diberitakan media, kasus pelecehan di eks Karesidenan Surakarta yaitu Kabupaten Wonogiri. Setidaknya dalam 2 tahun ini jumlahnya meningkat terus. Pada media Tahun 2013 lalu mencapai 46 kasus dan data ini menunjukkan kenaikan jumlah pada tahun sebelumnya yang mencapai 33 kasus. Yang menyedihkan lagi kasus-kasus pelecehan terjadi pada remaja maupun anak-anak. Kejadiannya seringkali sepele yaitu berupa sms atau telepon nyasar yang dilakukan oleh masyarakat biasa sebut saja buruh bangunan atau tukang bakso.
Ini bukan menunjukkan bahwa semua tukang bangunan atau penjual bakso selalu memiliki niat jahat setidaknya kejadian ini dilakukan oleh orang kebanyakan. Korbannya pun merupakan anak sekolahan bahkan ada yang masih bersekolah di Taman kanak-kanak. Dari berbagai kejadian tersebut, upaya pendampingan serta pengusutan kasus sebenarnya berjalan baik. Sayangnya upaya pencegahan masih minim tergambar dari pemberitaan. Bupati bahkan tidak menyoroti secara khusus. Ibu Bupati tidak terlihat mengawal dan berperan aktif dalam soal ini.
Padahal dampak yang ditimbulkan dari korban pelecehan adalah rasa trauma yang mendalam. Seharusnya ibu bupati meskipun merupakan ibu muda harus berperan aktif dalam kampanye ini. Dinas pendidikan sebagai sektor terdepan dimana anak-anak itu menjalani pendidikan harus pula mensosialisasikan bahaya pelecehan pada siswanya. Sebab tanpa ada gerakan bersama, niscaya kasus ini bisa terus berulang. Bila dikalkulasi selama 2 tahun setidaknya dalam sebulan rata-rata lebih dari 3 kasus pelecehan terjadi.
Berbagai kejadian buruk ini semestinya menimbulkan gerakan bersama bagi orang tua untuk melakukan sesuatu. Bagaimana pencegahan, bagaimana menindaklanjuti kasus serta pemulihan bagi korban yang terkena pelecehan. Menikahkan tentu bukan jalan yang bijak karena mereka masih memiliki masa depan yang panjang. Secara psikologis mereka belum siap mentalnya untuk menghadapi hidup berkeluarga. Bupati sebagai kepala daerah semestinya mendorong agar berbagai program dapat dilakukan supaya kejadian tidak terus berulang.
Kemajuan teknologi harus disertai dengan kearifan berpikir dan bertindak. Memahamkan anak akan potensi pelanggaran maupun akibat harus terus ditanamkan. Pendekatan keagamaan hanya merupakan salah satu bagian saja. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi, bahaya kehamilan dini serta masa depan bagi anak patut menjadi catatan tersendiri. Dengan kondisi geografis yang cukup luas serta terbentangnya lokasi antar kampung menjadikan adanya ruang-ruang bagi pelecehan seksual. Solusinya bukan kemudian meramaikan tempat-tempat sepi namun menanamkan nilai agar kejadian tidak terus berulang.
Disinilah dibutuhkan peran aktif secara menyeluruh baik secara institusi maupun personal agar kejadian buruk ditahun 2014 tidak kembali terulang. Terbukti kejadian di kabupaten lain bisa ditekan atau diminimalisir. Membangun komunitas-komunitas peduli pada anak, pada kesehatan reproduksi, memanfaatkan waktu luang anak untuk berkegiatan dan lainnya bisa dibangun. Agar anak-anak bisa memahami bahaya maupun pikirannya teralihkan. Tanpa kerjasama semua pihak, sulit kiranya meminimalisir pelecehan seksual dimasa mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar