Selasa, 22 Oktober 2013

Sragen Ujicoba Pendataan Warga Miskin Berbasis RT

Kabupaten Sragen akan mencoba melakukan pendataan warga miskin dengan melibatkan langsung masyarakat dilingkungan setempat. Artinya mereka akan  mengkonfirmasi data yang dimiliki dengan kondisi senyatanya. Sehingga harapannya masyarakat yang masuk daftar adalah benar-benar miskin bukan pura-pura miskin. Selama ini pendataan warga lebih banyak dilakukan Badan Pusat Statistik dengan indikator nasional tanpa mempertimbangkan kondisi faktual. Selain itu ada juga yang tanpa konfirmasi pengurus Rt setempat.

Akibatnya berbagai bantuan yang disalurkan pemerintah pusat seringkali tak tepat sasaran alias diterima orang yang tidak berhak. Diberbagai wilayah muncul konflik dilevel warga. Bantuan semacam Jamkesmas, BOS, Raskin, BLSM menjadi ajang perseteruan antar masyarakat. Padahal banyak ketua Rt mengaku tak tahu menahu kapan pendataan dilakukan dan kenapa nama penerima tidak sesuai dengan fakta. Secara konsep, berbagai bantuan pemerintah pusat itu juga tidak tepat sebab yang mengerti masyarakat ya pemerintah daerah masing-masing.

Sensus penduduk yang dilakukan BPS hendaknya menjadi parameter saja bagaimana penentuan secara besaran ditingkat kabupaten/kota. Artinya hasil sensus dirumuskan untuk kemudian ditentukan nominalnya untuk disalurkan pada APBD kabupaten/kota bersangkutan. Biarlah pemerintah kabupaten/kota yang akan menentukan daftar nama penerima dan berbentuk seperti apa. Hal ini juga membantu Pemda memperbesar alokasi bantuan. Lihat saja banyak daerah tetap menyalurkan jaminan kesehatan karena kuota dari pemerintah tidak tepat.

Ilustrasi (Photo by Ardian)
Masih banyak masyarakat miskin yang selayaknya menerima malah terlewat. Pemerintah pusat hanya perlu mengeluarkan mekanisme pencairan ke daerah serta merumuskan bagaimana monitoring dan evaluasinya. Hal ini diperlukan agar anggaran bagi warga miskin tidak dialihkan untuk program non pengentasan kemiskinan. Bagaimana bisa pemerintah pusat mencatat by name by address diapa si miskin. Padahal bila dilakukan oleh pemerintah daerah, pusat tinggal meminta data dan melakukan cross cek lapangan. Benarkah penerima betul-betul warga miskin.

Disamping itu, kondisi kemiskinan ditiap wilayah pasti beragam dan tidak bisa dianggap sama. Parameter tiap wilayah juga harus diperbandingkan dengan pendapatan perkapita masyarakat sehingga rumusan yang diterapkan tidak bisa digeneralisir. Setiap pemerintah daerah memiliki kapasitas yang semestinya bisa dikerangkakan terutama dalam pengentasan kemiskinan. Apalagi ditiap daerah sudah ada TKPKD sehingga pembuatan parameter bisa diintegrasikan secara bersama dan difasilitasi mendalam.

Ujicoba yang dilakukan Kabupaten Sragen penting untuk diapresiasi dan harus didorong oleh pusat. Hilangkan kepentingan-kepentingan politik praktis sehingga penanggulangan kemiskinan bukan sekedar jargon semata. Pusat harus menghentikan intervensi pengentasan kemiskinan kepada daerah. Idealnya pusat malah mengupas pembelajaran, inovasi, terobosan yang dilakukan didaerah untuk kemudian dishare pada daerah lain. Setidaknya daerah lain bisa belajar bagaimana mendevelop pengentasan kemiskinan.

Kini bukan saatnya lagi program bersifat top down melainkan melibatkan masyarakat terutama dalam implementasi program yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi warga. Kementrian perlu mengurangi berbagai program penyaluran bantuan supaya diserahkan ke daerah. Indonesia memiliki kawasan, kondisi geografi, bahasa, budaya dan berbagai hal yang berbeda. Tak perlu semua diseragamkan melainkan biarkan beragam. Justru keberagaman akan menambah khasanah perkembangan ilmu yang akan bermanfaat bagi masa depan.

0 komentar:

Posting Komentar