Jumat, 25 Oktober 2013

Dinas Pendidikan Harus Dorong Wali Murid Berperan

Dugaan Penyelewengan Dana BOS di SDN 01 Blimbing Dan SMKN 01 Sukoharjo

Harapan terwujudnya sekolah yang terjangkau di Indonesia ternyata masih berupa angan-angan. Program Bantuan Operasional Sekolah atau yang lebih dikenal dengan BOS,yang diluncurkan sejak 2005 belum mampu meringankan beban orang tua. Sekolah-sekolah masih saja asyik dengan pengajuan permohonan keuangan pada orang tua siswa. Sejak mulai pendaftaran sekolah hingga lulus, pungutan, permintaan bantuan, permintaan sumbangan dan nama lainnya masih diterima wali murid. Artinya harapan sekolah terjangkau belum tercapai.

Pada Tahun 2013, dialokasikan anggaran sebesar Rp 23,446 T dengan perincian untuk siswa SD sederajat senilai Rp 580.000 dan SMP sederajat Rp 710.000. Peruntukan alokasi BOS dituangkan dalam Juklak Juknis tiap tahunnya. Walaupun demikian ternyata banyak sekolah berupaya menyelewengkan dana tersebut. Pencairan BOS yang diurus sekolah terbagi dalam 4 termin tiap triwulan. Hal ini dimaksudkan terjadi tertib administrasi dan pengawasan. Dengan disertai turunnya tunjangan sertifikasi, maka alokasi BOS akan optimal didistribusikan sesuai regulasi.

Pengelolaan anggaran sekolah, termasuk BOS didalamnya harus transparan dan melibatkan walimurid yang direpresentasikan dalam Komite Sekolah. Dijelaskan dalam Permendikbud No 76 Tahun 2012 Tentang Juklak Juknis BOS Bab VIII mengatur unsur pengawasan masyarakat. Klausul ini seiring dengan nafas UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Meski demikian, di Sukoharjo untuk Tahun ini setidaknya muncul 2 dugaan penyelewengan dana BOS ditingkat SD dan SMKN.

Dugaan penyelewengan dana BOS muncul di SDN 01 Blimbing Gatak dan SMKN 01 Sukoharjo. Anggota Komisi IV DPRD Sukoharjo meminta klarifikasi dan bukti laporan pertanggungjawaban (LPj) penggunaan BOS di SDN Blimbing Gatak. Samrodin meminta transparansi penggunaan BOS yang telah dicairkan pada triwulan I senilai Rp46 juta, triwulan II Rp46 juta dan triwulan III Rp30 juta. Salah satu kejanggalan terletak di penggunaan BOS 2013. Pada salah satu bagian, ada tercantum nama 62 siswa untuk ujian praktik senilai Rp10.000/orang. Namun, dalam LPj tersebut terdapat tanda tangan yang nyaris sama. Jenis bolpoin dan tanda tangan seperti dilakukan oleh satu orang.

Sementara di SMKN 01 Sukoharjo terjadi dugaan penyelewengan sebesar Rp 100juta dan kasus ini sudah disidik aparat kepolisian. Munculnya 2 kasus dugaan penyelewengan dana BOS, harus mendorong Dinas Pendidikan di Sukoharjo melibatkan partisipasi penuh masyarakat dalam pengawasan terutama wali murid atau orang tua siswa. Secara sederhana bisa dibentuk paguyuban orang tua siswa tiap kelas dan memilih perwakilan paguyuban ditingkat sekolah. Libatkan mereka ketika ada pertemuan antara sekolah dengan komite sekolah.

Pelibatan tersebut dilakukan sejak perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Setiap rencana kegiatan maupun pelaporan bisa disebarkan melalui perwakilan paguyuban orang tua tersebut. Sementara secara keseluruhan, Dinas Pendidikan bisa mendorong Dewan Pendidikan Sukoharjo melakukan monitoring secara acak. Sebab berharap sekolah tertib atau instansi inspektorat yang mengawasi akan semakin berat. Bisa dibayangkan bila BOS cair dalam 4 termin dan jumlah sekolah SD-SMA ratusan. Tidak mungkin inspektorat mengevaluasi semua laporan.

Sumber : satu dan dua

0 komentar:

Posting Komentar