Minggu, 31 Maret 2013

Langkah Blunder SBY Di Partai Demokrat

Bersedianya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Ketua Umum Partai Demokrat menjadi keputusan yang aneh, tak masuk akal serta membahayakan partainya sendiri. Ada 2 alasan penting kenapa SBY bersedia menjadi Ketua Umum PD yaitu untuk menandatangani Daftar Calon Sementara Legislatif serta menaikkan citra PD yang dalam beberapa bulan terakhir merosot. Untuk alasan pertama, KPU memang mensyaratkan demikian.

Dalam pidatonya sesaat terpilih sebagai Ketum PD di Bali, SBY menegaskan bahwa posisinya hanya bersifat sementara, ada ketua harian, ada ketua harian Dewan Pembina dan masih ada Sekjen yang dijabat Edi Baskoro putranya. Namun desas desus menghembuskan bahwa Ibas akan mengundurkan diri sebagai Sekjen karena akan mengambil S3 diluar negeri untuk mematangkan karir politiknya. Memang sebaiknya demikian untuk mengikis pandangan negatif masyarakat.

Yang perlu disayangkan adalah posisi ketua harian dijabat Syarif Hasan serta ketua harian Dewan Pembina dijabat EE Mangindaan. Niatan SBY menaikkan citra demokrat justru akan makin berantakan dengan model seperti ini. Tahun 2013 merupakan masa penting untuk persiapan Pemilu 2014 yang akan datang sehingga harus disiapkan secara matang. Menempatkan orang secara tepat jauh lebih penting dibanding orang yang dianggap tidak bakal menelikung.

Bagaimana bisa SBY yang notabene Kawanbin (Ketua Dewan Pembina) PD menerima pinangan menjadi Ketum PD? Hal ini bisa menimbulkan konflik kepentingan dan men"undinamisasi" demokrat. Di kalangan Dewan Pembina tidak bakal ada kajian terhadap berjalannya pengurus DPP karena Ketum DPP adalah Ketua Dewan Pembina. SBY justru akan menempatkan orang yang mengkritik, memberi nasihat atau masukan merupakan orang yang tidak senang pada dirinya baik orang dalam partai maupun orang luar.

Kedua, Syarif Hasan dan EE Mangindaan merupakan jajaran Dewan Pembina namun masuk di pusaran aktivitas yang menuntut perhatian ekstra tinggi. Dengan meningkatnya suhu politik sulit bagi keduanya mengatur waktu kapan saatnya berperan sebagai eksekutif, kapan berperan sebagai dewan pembina dan kapan akan berperan sebagai pengurus partai. Apalagi usia mereka juga terbilang tidak muda lagi tentu akan menyulitkan kinerja.

Ketiga, pembagian waktu bagi Ketua Harian yang juga Dewan Pembina serta Menteri membutuhkan konsentrasi yang penuh. Ditambah agenda Pemilu 2014, Syarif Hasan bakal keteteran dan bisa jadi tidak fokus. Hal ini malah menambah beban serta citra yang diharapkan dapat terdongkrak malah berbalik arah. Meski ditopang oleh jajaran muda namun peluang mengembalikan citra jauh lebih besar tantangannya karena Syarif harus mengurusi hal-hal teknis.

Idealnya SBY menunjuk atau menaikkan salah satu Ketua DPD atau pengurus harian di DPP untuk memegang kendali. Bila perlu dia mengundurkan diri dari jabatannya yang sedang diemban entah sebagai Kepala Daerah, Wakil Rakyat maupun jabatan di tempat lain supaya partai bisa tertangani secara optimal. Dengan model yang dibuat SBY semacam ini, justru elektabilitas demokrat yang sedang turun malah bisa tambah melorot bukannya beranjak naik.

0 komentar:

Posting Komentar