Jumat, 30 September 2011

Pemerintah Tidak tangani Substansi Masalah

Macet Sebagai Upaya Penataan Lalu Lintas (1)

Kemacetan saat ini hampir melanda sebagian besar kota-kota di Indonesia. Tidak hanya di Ibukota Jakarta atau kota besar namun hingga kota kecil seperti Pekalongan, Solo dan lainnya sudah terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu. Kemacetan semakin parah karena perilaku para pengendara yang tidak tertib aturan entah itu pengendara motor maupun pengendara non motor seperti sepeda, becak ataupun andong. Rendahnya tertib lalu lintas menyebabkan problem lalu lintas lebih sulit ditangani.

Waktu berangkat sekolah, berangkat kerja, moment lebaran, pulang kantor menjadi saat-saat yang rawan tersendatnya lalu lintas. Ada beragam penyebab tumpukan kendaraan bermotor maupun non motor terjadi selain masalah dasar yakni tingkat kesadaran tertib lalu lintas. Komitmen pemerintah pusat maupun daerah juga bisa berkontribusi atas ruwetnya jalan raya. Ditambah waktu atau moment tertentu yang menyebabkan kondisi tidak menjadi baik.

Bus Patas 06 Jurusan Cililitan - Grogol Penuh Sesak

Dari pihak pemerintah baik pusat atau daerah misalnya berkontribusi pada kemacetan. Diantaranya soal prasarana jalan yang tidak memadai. Berapa persen jalan yang laik untuk dilalui dan berapa yang tidak. Pembedaan kelas jalan semestinya ditaati meski prakteknya sebuah trailer bisa kemana-mana asal lebar dan tinggi jalan memadai. Ketidaktaatan pemerintah daerah dalam menata kawasan sesuai Rancangan Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) menjadi persoalan berikut.

Kawasan pemukiman atau serapan air dijadikan kawasan pertokoan. Banjir dimana-mana tentu menimbulkan dampak baik langsung atau tidak. Sebaik apapun kualitas jalan bila direndam air serta terus menerus dilalui kendaraan akan cepat rusak. Regulasi atas ijin trayek angkutan umum yang tidak disertai kajian yang matang. Idealnya setiap angkutan minimal dalam sehari mengangkut berapa penumpang agar tidak rugi. Faktanya sekarang ini banyak angkutan kosong masih bisa beroperasi.

Yang banyak diketahui publik adalah banyaknya kendaraan roda dua. Bisa dibilang saat ini setiap orang yang sudah boleh memiliki SIM maka akan punya motor (diluar orang tak mampu). Minimal satu rumah tangga satu motor. Apalagi dengan uang Rp 500ribu, kendaraan roda dua itu sudah bisa dibawa. Pemerintah tentu tak bisa mengintervensi mengenai hal ini. Kenyataannya naik angkutan umum memang jauh lebih mahal dan lebih lambat dibanding dengan motor. Kalau di Jakarta, keamanan juga menjadi faktor penting ketika akan menggunakan angkutan umum.

Macet Jelang Petang di Seputar Jembatan Semanggi Jakarta

Waktu yang terbuang, polusi udara, bahan bakar yang tak digunakan optimal saat macet, apalagi kondisi psikologis masyarakat jelas berpengaruh. Trilyunan rupiah terbuang percuma dan tingkat pencemaran udara di Jakarta pada hari kerja sangat tinggi. Kelelahan pada penumpang kendaraan pribadi atau umum dapat dijumpai dengan mudah. Tak aneh melihat penumpang bus, angkutan kota, KRL yang pulas tertidur meski cuaca dalam kendaraan sangat panas.

Pertumbuhan jalan memang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan. Sehingga dimana-mana berita kemacetan sudah menjadi hal biasa. Bahkan di Jakarta ada pemahaman kalau tidak macet malah aneh. Ganti kepala daerah juga tidak berpengaruh. Kemacetan yang berimbas pada inefisiensi semua bidang serta merugikan masyarakat kecil. Di Jakarta, entah berapa tahun sudah dibiarkan begitu. Semestinya daerah lain segera mengantisipasi supaya tidak mengalami hal yang sama.

0 komentar:

Posting Komentar