Banyak kasus penyelewengan uang negara mulai dari kasus nasional hingga kasus lokal. Sebut saja kasus suap kemenpora dan kemenakertrans yang sedang hangat diberitakan media. Pengusaha mau saja membayar berapapun asal proyek sudah pasti ditangan. Jumlah fee diluar harga pasaran juga tak dipedulikan lagi yang penting didapat. Akibatnya banyak kegiatan yang dibiayai negara hasilnya tidak optimal dan terkesan sejadinya saja.
Sikap masyarakat yang lebih menghargai orang atau individu dari kekayaan yang dimiliki dibanding dengan perilaku telah menggeser pola pikir tiap diri kita. Apa yang harus dilakukan agar kaya dan bukannya apa yang perlu diucapkan dan dibuktikan supaya masyarakat menghargai kita. Disadari atau tidak, itulah yang terjadi. Masyarakat berlomba-lomba menumpuk kekayaan berupa uang, deposito, tanah, perhiasan dan berbagai bentuk lainnya.
Mudah menemui lembaga Perbankan dimanapun (Ilustrasi) |
Uang yang diembat juga tidak tanggung-tanggung nilainya. Tidak hanya puluhan atau ratusan juta namun mencapai miliaran rupiah. Sebut saja pembobolan BRI Thamrin Square Rp 29 M, Bank BII KC Pangeran Jayakarta Rp 3,6 M, Bank Mandiri 18 M, BNI Cabang Depok serta di Citibank senilai Rp 4,5 M yang melibatkan tersangka Malinda Dee. Di Jawa Tengah juga muncul kasus yaitu di Bank Jateng Syariah melalui kredit fiktif Rp 94 M.
Bank Jateng Cabang Semarang mengalami hal serupa, jebol Rp 18 M oleh Mantan Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan modus pemalsuan dokumen untuk pencairan kredit. Yang baru saja menggemparkan ada di Kabupaten Karanganyar dan menimpa BPR Trihasta Prasodjo senilai Rp 2,65 M. Walaupun bukan kategori pembobolan bank tetapi setidaknya terjadi penipuan atas setoran nasabah yang dilakukan oleh Auditor Internal bernama Muhtadi.
Beberapa kejadian diatas semakin menunjukkan sinyalemen perilaku masyarakat yang memegang kewenangan justru menyalahgunakan kewenangan tersebut. Hal ini harus segera diatasi supaya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan tidak turun yang bisa mempengaruhi perekonomian Indonesia. Nampaknya krisis di Indonesia telah merasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bila krisis masih saja terjadi, kapan Indonesia bisa bangkit?
0 komentar:
Posting Komentar