Kaget rasanya saat tahu ada korban perkosaan yang terjadi di Angkot Jakarta mampu menangkap sendiri pelakunya dalam kurun waktu 3 hari. Pihak keamanan mestinya merasa malu dengan kejadian ini. Entah sudah kasus ke berapa kalinya pelecehan hingga perkosaan seks terjadi di angkutan umum Jakarta. Yang jauh lebih memprihatinkan justru Gubernur menyalahkan rok mini yang dipakai korban (meski kemudian pernyataan ini diralat).
Komnas Perempuan juga menyayangkan pernyataan tersebut. Seperti dimuat dalam http://female.kompas.com/read/2011/09/17/16233478/Pemerkosaan.Tak.Terjadi.karena.Rok.Mini, Komnas menyayangkan statement gubernur yang menyalahkan korban. Yang menarik dari pemberitaan ini justru komentar yang muncul atas berita tersebut. Terlepas dari beragam pendapat, seharusnya memang semua pihak harus jernih menyikapinya agar persoalan benar-benar ditilik dari substansinya.
Beberapa pendapat yang menarik misalnya "yg plg determinan adalah isi otak laki2... kalau otak laki2 sejati tuh. biar liat perempuan pake rok mini.. tetep aja biasa, tidak melakukan sexual harassment.. nah kalau isi otak laki2 kurang ajar... biar liat perempuan pake pakaian 3 lapis juga.. tetap aja ada niat memperkosa atau melecehkan...".
Kemudian "......agama tidak perlu di bawa2. Masalahnya perlindungan kpd perempuan. Di jakarta byk perempuan yg kerja sampai jm 10 malam bahkan lebih. Terutama buruh pabrik & pramugari, mereka pake rok pendek atau panjang alias kebaya yg kelihatan paha. Yang nyuruh mereka kerja gituan & pake baju gituan siapa? Laki2 Indonesia tentunya..."
Ada juga argumen yang cukup kritis yaitu "Oke kita tidak boleh munafik.. tapi bukan berarti kita boleh bejat juga.. Sepertinya mending jadi munafik dan tidak memperkosa daripada jadi bejat ngiler dikit liat paha mulus main perkosa aja..", dan masih banyak yang lainnya. Pernyataan terakhir menempatkan bahwa keinginan bahkan nafsu tidak boleh diumbar seenaknya. Kita tidak boleh bertindak seenaknya sendiri karena ada norma serta aturan yang jelas.
Setidaknya disinilah letak kualitas keimanan seseorang. Bagaimana dengan latar belakang pendidikan agama, sosial, budaya dan norma lainnya. Negara seharusnya menyediakan kenyamanan dan keamanan setiap warganya agar terlindung dari ancaman bukan malah membiarkan ini semua terjadi. Hukuman yang tak setimpal menjadikan peristiwa yang telah terjadi terulang kembali. Saya yakin tidak ada perempuan manapun yang ingin diperlakukan demikian.
Dalam kehidupan budaya di Indonesia, berpakaian seksi memang relatif. Berpakaian terbuka juga banyak ditinggalkan hanya saja dengan gempuran globalisasi telah menggeser semua itu. Maka disinilah letak kewajiban pemerintah entah menyediakan transportasi yang aman dan nyaman serta melindungi setiap warga. Sayangnya pemerintah sibuk mengurusi hal-hal sepele yang jauh dari melindungi warganya.
Terakhir, marilah kita jaga diri, keluarga, teman dan sahabat dari tindakan yang memalukan. Sebenarnya pelecehan pada perempuan dengan berpakaian sangat tertutup juga marak terjadi di Jakarta baik di bus kota ataupun kereta. Jadi faktor yang mendorong pelecehan bukan pada aspek rok mini namun lebih pada konstruksi pemikiran laki-laki yang menempatkan posisi perempuan. Inilah tugas negara untuk merubah mindset tersebut agar kasus serupa tidak terjadi kembali.
0 komentar:
Posting Komentar