Jumat, 27 Juni 2014

Antara SILPA dan Rumah Tangga Miskin Di Solo Raya

Kawasan Solo Raya secara makro memang tumbuh menggembirakan. Meski demikian pertumbuhan ini tidak selalu diikuti oleh tingkat kesejahteraan warga. Buktinya masih cukup banyak rumah tangga miskin yang terdapat di 7 kabupaten/kota. Padahal pertumbuhan APBD tiap daerah cukup signifikan. Hanya memang pertumbuhan itu lebih dikarenakan faktor kenaikan gaji PNS. Kenaikan APBD kebanyakan dipengaruhi faktor kenaikan DAU yang diperoleh. Rata-rata kenaikan pertahunnya mencapai 6 persen karena memang segitu kenaikan gaji PNS.

Dilihat dari APBD 2014 di 7 kabupaten kota, rata-rata sudah mengalokasikan APBD diatas Rp 1,5 trilyun kecuali Sukoharjo yang mendekati (Rp 1,4 T). Kabupaten Boyolali pada 2014 APBD mencapai Rp 1,6 T atau naik 12,4 persen dari tahun sebelumnya. Karanganyar besaran APBD sama dengan Boyolali tetapi prosentase kenaikannya lebih besar yakni 18,78 persen. Kabupaten Klaten yang paling tinggi yakni mencapai Rp 1,8 T (naik 12 persen). Sedangkan Sragen mengalami kenaikan 12,39 persen APBD mencapai Rp 1,5 T.

Adapun Kabupaten Sukoharjo kenaikan prosentase APBD sebesar 13 persen tercatat Rp 1,4 trilyun. Kenaikan paling minim yakni untuk Wonogiri yang hanya 6,97 persen saja atau menjadi Rp 1,6 T. Kota Surakarta hanya lebih sedikit dibanding Wonogiri prosentase kenaikannya yaitu 7 persen menjadi Rp 1,5 T. Meski anggaran cukup besar, mayoritas belum bisa menganggarkan secara optimal. Secara umum mereka rata-rata memiliki Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (SILPA) alias 2013 diatas Rp 50 miliar. Hanya Surakarta dan Sragen yang SILPA nya Rp 57 M dan Rp 54 M.

Kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo SILPA mencapai Rp 90 M,  Kabupaten Klaten Rp 81 M, Kabupaten Klaten Rp 66 M dan yang tertinggi adalah Kabupaten Karanganyar hingga Rp 197 M. Lantas dengan besaran nominal SILPA benar-benar sudah tidak ada rumah tangga miskin? Berdasarkan pemberitaan media lokal, jumlah penerima Raskin masih banyak. Lihat gambar diatas, Kota Solo tercatat RTM sebanyak 29 ribu, Kabupaten Sukoharjo 51 ribu, Kabupaten Klaten paling banyak yaitu diatas 108 ribu, Kabupaten Boyolali 64 ribu KK.

Kabupaten Sragen mencapai 69 ribu, Kabupaten Karanganyar ada 51 ribu dan terakhir Wonogiri tercatat 71 ribu Rumah Tangga Miskin. Data 2 data ini bisa ditarik benang merah bahwa aparat pemerintah daerah tidak cukup jeli mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kesejahteraan. Rata-rata SKPD mengajukan program atau kegiatan seperti biasanya saja. Tidak ada inovasi atau terobosan bagi peningkatan kesejahteraan warga. Alasan lain, anggaran untuk gaji PNS dan infrastruktur selalu membutuhkan alokasi tinggi namun disisi lain anggaran mobil dinas atau perjalanan dinas juga meningkat.

Ke depan sebaiknya pemerintah pusat merubah atau menambah audit bagi pemerintah daerah. Selain dilakukan BPK dengan melabeli 3 kategorisasi, bagi kabupaten/kota yang sudah mendapat label Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 3 tahun berturut-turut bisa masuk ke jenjang audit dampak program. Tentu klasifikasinya harus lebih tinggi. Audit ini lebih menitik beratkan tidak hanya ketepatan dan kesesuaian anggaran tetapi juga kegunaan atau manfaat dari program tersebut. Bisa jadi sebuah proyek memang sesuai perencanaan tetapi kalo tidak berdampak bagi peningkatan kesejahteraan warga ya buat apa. Contohnya pembangunan batas kota, gapura, atau pembangunan fisik lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar