Entah sampai kapan berita tentang pejabat korup akan lenyap dari media kita. Entah media massa, media online bahkan media elektronik/tv. Yang diberitakan tidak hanya pejabat birokrasi, eksekutif, kepala daerah namun sampai pada kalangan legislatif, yudikatif yang meliputi kejaksaan hingga kepolisian. Sudah puluhan orang yang terkena kasus, diberitakan, di ekspos tetapi rupanya koruptor tetap tak gentar. Tingkah lakunnya makin menggila.
Lihat saja polanya, makin hari makin berkembang cara melarikan duit korupsi. Dari yang tadinya disimpan untuk kekayaan diri sendiri, kini sudah mulai dibagi-bagikan. Bahkan yang terakhir, pelaku bukan orang yang menempati posisi eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Ahmad Fathanah, bisa disebut perantara, calo atau bekennya sebagai broker. Dia hanya mengatur waktu, mengatur kebijakan dan mengatur fee siapa dapat berapa.
Bahkan uang yang didapatnya malah digunakan untuk foya-foya. Tak tanggung-tanggung sekali main perempuan dibayar hingga Rp 10 juta. Hal ini terungkap dalam persidangan yang menghadirkan MS, mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Ada yang memakai model menikah siri dan tidak tanggung-tanggung dengan 2 perempuan sekaligus. Tindakan ini dilakukan oleh Irjen Djoko Susilo, mantan Kakorlantas Polri. Uang hasil korupsinya dibelikan rumah, tanah dan berbagai hal serta diatasnamakan istri kedua dan ketiganya.
Hanya saja berbagai transaksi yang di kategorikan pencucian uang ini mudah terungkap karena dilakukan melalui transaksi perbankan. Dana diluar transaksi hasil perbankan ini pasti tidak akan terlacak karena sulit pembuktian serta biasanya pelaku suap dan yang menerima tidak bersedia mengaku. Komisi Pemberantasan Korupsi perlu terus didukung agar mampu menangkap pelaku yang metodenya semakin berkembang. Teknik sadap telepon hingga sekarang sepertinya menjadi alat ampuh menangkap mereka.
Dengan beragam model begini, tak mungkin KPK berhenti mengandalkan alat yang sudah dimiliki. Banyak tantangan yang dihadapi KPK secara internal maupun eksternal. Sumber daya, sumber dana, kapasitas, mentalitas hingga pengambil kebijakan diluar KPK yang sering mengganggu kinerja KPK adalah tantangan beratnya. Sedangkan dukungan masyarakat seringkali terkendala jarak, ruang dan waktu. Keberhasilan menangkap koruptor-koruptor inilah yang senantiasa dipertahankan.
Bayangkan saja sejak 2004 - 2013 sudah 291 kepala daerah terjerat korupsi entah itu bupati, walikota bahkan gubernur. Sementara aparatur negara ada 1.221 orang yang 185 sebagai tersangka, 112 terdakwa, 877 terpidana dan 44 saksi. Jumlah yang memang dari sisi kuantitas tidak begitu besar dibanding daerah yang ada, hanya saja memprihatinkan mentalitas atau niat yang ternyata tetap terpelihara. Motivasi korupsi inilah yang harus terus dilawan.
0 komentar:
Posting Komentar