Senin, 25 Februari 2013

Tindak Tegas Kontraktor Underpass Makamhaji

Proses pembangunan underpass Makam Haji Sukoharjo kian waktu tak kunjung menampakkan hasilnya. Meski katanya sudah menambah waktu dan tenaga, rupanya perhitungan kontraktor jauh dari kata tepat. Beberapa janji yang diucapkan kontraktor (pasti sesuai perjanjian) tak ditepatinya. Maka dari itu, Bupati Sukoharjo sebagai pemilik wilayah perlu mengambil sikap tegas. Molornya pembangunan jelas merugikan masyarakat secara luas baik langsung maupun tidak langsung.

Proyek ini memang dibiayai oleh APBN namun tentu ada batas waktu anggaran yang tak bisa begitu saja dilewati pemborong. Banyak terjadi di Solo, kontraktor yang melanggar perjanjian pasti akan dikenakan sanksi, entah denda maupun sisa proyek yang harus dituntaskan tanpa pembiayaan. Sayangnya tidak banyak informasi yang didapat tentang hal ini. Proyek underpass sendiri dimulai sekitar Agustus 2012 dan PT Dian Previta menyatakan sanggup mengerjakan proyek hingga akhir 2012.

Pada akhir 2012, proyek bisa dikatakan jauh dari kata selesai sebab diperkirakan baru berjalan 60 persen saja. Beragam alasan yang dikemukakan pemborong diantaranya cuaca (musim hujan), minimnya pegawai, padatnya lalu lintas kereta dan alasan lainnya. Sebuah alasan yang seharusnya tidak dikemukakan pemborong sebab alasan yang dikemukakan dapat diprediksikan sebelumnya. Sebut saja soal musim bisa dikonfirmasi ke BMKG, minimnya pegawai bisa diantisipasi dengan analisa beban kerja dan lalu lalang kereta pasti terjadual jelas di PT KAI.

Mereka kemudian meminta perpanjangan hingga akhir Februari 2013. Rupanya dalam pemberitaan jelang akhir 2013 sekitar 80 persen saja yang bisa diselesaikan. Sisanya masih butuh perpanjangan kembali. Artinya kontraktor benar-benar tidak menempatkan perencanaan sebagai patokan utama guna penyelesaian proyek. Kerugianpun kemudian harus ditanggung masyarakat baik yang langsung maupun warga yang secara tidak langsung berkaitan dengan underpass.

Masyarakat bukan pengakses jalan harus menanggung kebisingan, kesehatan, dan beragam konsekuensi lain dari dialihkannya jalur Solo - Kartasura itu. Jalan kampung diberbagai penjuru penuh dengan lalu larang kendaraan roda 2 maupun roda 4. Anak sekolahpun banyak yang terlambat hadir di kelas dikarenakan jarak tempuh lebih jauh dan macet. Jalan tembus yang disediakan juga tidak memadai dalam aspek kenyamanan maupun keselamatan.

Apabila sampai akhir Februari proyek juga tak menunjukkan segera selesai, Bupati Sukoharjo harus memanggil kontraktor, memeriksa perjanjian/SPK, mengevaluasi lingkungan untuk memutuskan kompensasi apa yang perlu diajukan ke mereka. Masyarakat sudah membayar pajak sebagai bagian kewajiban sehingga negara harus memenuhi hak yang memang perlu diberikan tanpa diminta warga. Ini sekaligus pembelajaran penting bagi kontraktor untuk tidak semena-mena dalam mengerjakan proyek dimasa depan.

0 komentar:

Posting Komentar