Rabu, 08 Februari 2012

Jamkesda Sukoharjo Dihapus, Masyarakat Miskin Tak Boleh Sakit

Kabar tak mengenakkan bagi masyarakat miskin di Sukoharjo muncul dalam berita media massa kemarin. Masyarakat miskin di Sukoharjo diminta untuk tidak sakit sehingga tidak perlu berobat baik ke Puskesmas maupun ke rumah sakit. Hal ini dikarenakan pencabutan Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) akan diberlakukan mulai 10 Februari besok. Tidak ada lagi lurah atau kepala desa menerbitkan SKTM bagi masyarakat miskin.

Alasannya kuota Jaminan Kesehatan Masyarakat yang disediakan pemerintah pusat hanya digunakan 10 persen saja di Tahun 2011. Selain itu jumlah masyarakat miskin di Sukoharjo hanya 175.000 atau lebih sedikit dari kuota Jamkesmas yang mencapai 275.000 jiwa. Disisi lain, anggaran Jamkesda Tahun 2011 sebesar Rp 3,6 M ludes tak menyisakan anggaran. Benarkah masyarakat miskin Sukoharjo sudah berkurang drastis dan tidak membutuhkan anggaran lebih besar?

Di Sukoharjo sendiri masih banyak kantong kemiskinan dan juga masyarakat yang membutuhkan proteksi bagi kesehatan dirinya. Warga yang bekerja sebagai buruh tani dan buruh pabrik adalah komunitas yang rentan untuk dilindungi. Bagi buruh tani, jumlah penyusutan lahan pertanian sangat mempengaruhi pendapatan mereka. Banyak lahan produktif yang beralih fungsi baik untuk hunian, industri maupun perkantoran. Penyusutan ini bisa dilihat di Baki, Kartasuro maupun Grogol.



Sementara buruh pabrik juga rentan PHK terutama bila April nanti pemerintah menetapkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Biasanya, pendapatan akan mempengaruhi kesehatan mereka sehingga Pemda masih layak menyediakan Jamkesda. Ada 2 alasan besar kenapa Pemkab Sukoharjo harus tetap menyediakan alokasi Jamkesda. Pertama, alokasi Jamkesmas dari pemerintah pusat biaya perawatannya terbatas. Sehingga bagi penderita penyakit tertentu yang butuh penanganan lanjut akan kesulitan.

Meski dalam pemberitaan, Bupati mempersilahkan warga yang masih membutuhkan penanganan bisa berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Faktanya tidak semudah itu sebab bila tak ada alokasi tersendiri maka Dinas Kesehatan tetap tidak bisa serta merta menyediakan anggaran untuk membantu masyarakat itu. Mereka harus berkoordinasi dengan bupati maupun legislatif. Bila tidak maka bisa timbul persoalan hukum dikemudian hari.

Kedua, APBD Sukoharjo dalam kurun 5 tahun masih menyisakan anggaran dengan nominal diatas Rp 40 M pertahun. Tahun 2011 diperkirakan akan sisa Rp 45 M, Tahun 2010 dan 2009 sebesar Rp 52 M, Tahun 2008 sebesar Rp 66 M dan Tahun 2007 ada Rp 57 M sisa anggaran. Toh kebutuhan anggaran Jamkesmas Tahun 2011 hanya Rp 3,6 M saja. Kalau memang mau mencabut Jamkesda, Pemkab tetap menyediakan nomenklatur bantuan anggaran kesehatan bagi masyarakat miskin untuk penanganan lanjut. Artinya bila dengan Jamkesmas masih membutuhkan anggaran maka sudah ada anggaran yang siap.

Jangan sampai masyarakat miskin atau yang membutuhkan penanganan lanjut akan terlunta-lunta dikarenakan proses pengajuan yang berbelit-belit. Masyarakat menengah di Indonesia sangat rentan menjadi miskin karena pola pikir masyarakat Indonesia kebanyakan biasanya tidak menyediakan antisipasi atau sabuk pengaman. Otomatis bila ada kejadian luar biasa, level masyarakat yang awalnya mampu bisa menjadi miskin. Banjir, Kebakaran, PHK, Penggusuran merupakan beberapa hal yang bisa sangat mempengaruhi status masyarakat menjadi sangat miskin.

0 komentar:

Posting Komentar