Sabtu, 13 Agustus 2011

Garis Kejut Depan Markas Militer

Seminggu ini rubrik "Kring Solopos" ramai dengan komplain masyarakat tentang adanya polisi tidur ditengah jalan yang ukurannya tinggi dan jumlahnya relatif banyak. Kring Solopos merupakan rubrik harian Solopos, sebuah harian yang terbit memberitakan peristiwa di eks Karesidenan Surakarta serta Jawa Tengah. Masyarakat komplain melalui rubrik sms yang disediakan oleh media massa tersebut. Sementara itu polisi tidur atau garis kejut yang dikomplain berada di jalan yang kebetulan berada dilingkungan AURI Colomadu Karanganyar serta Markas Kopassus Grup 2 Kandangmenjangan Kartosuro Sukoharjo.

Pemasangan garis kejut tersebut, dari berbagai berita yang dirilis disebutkan untuk mengantisipasi kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi. Namun ada beberapa fakta yang sebenarnya patut diketahui kenapa tiba-tiba garis kejut itu muncul disana. Selain itu ada beberapa usulan pertimbangan atas problem inti yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Tulisan ini tidak bermaksud menggurui atau menjustifikasi boleh tidaknya garis kejut tersebut karena penulis memang tidak cukup dalam mengetahui regulasi pusat ataupun daerah mengenai hal itu.

Garis Kejut Depan AURI Colomadu
Adapun fakta yang perlu diketahui adalah pemasangan garis kejut di komplek AURI sangat tidak masuk akal bila alasannya banyak kecelakaan. Kawasan itu tidak cukup ramai dengan lebar jalan "hanya" 6-8 meter saja. Masyarakat juga faham bahwa melintasi jalan yang kebetulan sisi kanan kirinya adalah komplek militer pasti tidak akan sembarangan. Jalur utama juga tidak melintasi kawasan tersebut sehingga sangat aneh bila jalan tersebut ditambahi fasilitas polisi tidur. Kejadian kecelakaan juga tidak cukup banyak terjadi di daerah yang menghubungkan antar kartosuro dengan bolon atau jalan alternatif itu.

Sedangkan di depan kompleks Kopassus Kandang Menjangan memang berada di jalur utama Solo - Jogja. Lebar jalan sebenarnya cukup memadai karena lebar mencapai lebih dari 12 meter (atau 4 lajur). Kopassus sendiri telah diberi ganti rugi oleh pemerintah pusat agar "menjual" sebagian tanah depannya untuk kepentingan umum. Di kawasan tersebut pengemudi juga faham sulit untuk melaju kencang dikarenakan ada berbagai pertimbangan. Sebut saja jalur itu masuk kategori padat dan tentu rawan kecelakaan, kemudian dari arah Jogja setelah melewati kawasan itu akan ada lampu lalu lintas, disisi barat kopassus maupun timur sekitar 1 km ada pasar tradisional (Pasar Delanggu dan Pasar Kartosuro).

Belum lagi ada cerita-cerita yang berkembang di masyarakat bahwa ngebut di daerah tersebut kalau lagi sial bisa berurusan dengan orang dalam. Banyak kawasan militer ditempat lain tidak diberi garis kejut setinggi itu bahkan tidak ada garis kejutnya sama sekali. Di depan Makodam Diponegoro Watugong Semarang, Asrama TNI AD Yonif 413 Kostrad Kompi A, Mapolda Jateng dan banyak tempat lainnya. Di media cetak memang tertulis bahwa inisiasi pemasangan polisi tidur atas inisiatif Bina Marga Jateng. Namun masyarakat tentu tidak percaya begitu saja.

Jalan itu sudah puluhan tahun ada dan dari dulu tidak pernah diberi garis kejut. Kalau soal kecelakaan, banyak tempat lainnya juga menjadi tempat rawan kecelakaan namun tidak dibuat polisi tidur juga. Dari dulu hingga sekarang jalan lama dialas roban sungguh sangat rawan namun tidak pernah diberi garis kejut. Justru dibuat jalan lain yang diharapkan mengurangi resiko kecelakaan yang bisa terjadi. Selayaknya para komandan berpikir jernih dan mencari jalan keluar yang tidak merugikan masyarakat secara luas.

Garis Kejut depan Markas Kopassus Kandang Menjangan
Secara umum, inilah akibat adanya barak militer yang tugasnya menjaga keamanan negara berada ditengah masyarakat. Sudah selayaknya mereka ditempatkan di tempat yang jauh dari masyarakat. Konflik militer dan masyarakat tidak hanya soal garis kejut bahkan rebutan lahan, peluru nyasar dan lain sebagainya akibat terbaurnya markas militer dengan masyarakat. Idealnya tempatkan mereka di pulau-pulau terluar Indonesia yang tak berpenghuni sehingga bebas berlatih dan jauh dari konflik.

Mereka juga bisa konsentrasi berlatih perang, tidak terganggu aktifitas masyarakat, menjaga keamanan secara optimal serta berbagai keuntungan lain. Jangan salahkan masyarakat bila konflik-konflik terus saja bermunculan akibat adanya barak atau markas militer yang berada ditengah tempat tingga masyarakat. Pemerintah dan TNI perlu memikirkan pemindahan ini. Soal biaya sebenarnya tak masalah karena mayoritas markas militer berada di wilayah strategis sehingga bisa tukar guling dengan pemerintah maupun sektor swasta untuk membangun komplek militer di pulau tak berpenghuni.

0 komentar:

Posting Komentar