Polemik Mobil Dinas Untuk Mudik (2)
Pemkab Boyolali juga memperbolehkan dengan alasan minimnya tempat parkir di sekretariat daerah dan harus membayar orang untuk menjaga. Pembelaan yang tidak masuk akal karena semestinya jika mendapat mandat memelihara mobil dinas plus biaya perawatannya maka untuk menjaga mobdin beberapa hari tidak masalah. Demikian juga dengan Sukoharjo yang meminta pemakai memenuhi sendiri konsumsi BBMnya. Pemkab Karanganyar memberi catatan selain bahan bakar membeli sendiri juga melarang menutupi plat nomor dengan kaca hitam apalagi mengganti plat nomor. Bupati mengancam akan memberi sanksi tegas bila dipergoki demikian. Sedangkan Pemkab Wonogiri tak terpantau beritanya.
Yang secara tegas melarang adalah Pemerintah Kota Solo apalagi hal ini juga sesuai dengan himbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Sekda Solo, Budi Soeharto bahwa mobil dinas dibeli dengan uang rakyat sehingga tidak boleh dipakai untuk urusan pribadi. Sebenarnya setiap pejabat juga memahami bahwa fasilitas negara tidak dapat dipergunakan untuk urusan pribadi. Fasilitas negara diadakan oleh anggaran yang bersumber dari rakyat sehingga sungguh tidak etis bila digunakan untuk kegiatan individu.
Beberapa hal lain yang juga menjadi pertanyaan penggunaan mobil dinas yakni pertama, bagaimana memantau penggunaan kendaraan tersebut. Apakah yang memakai hanya pejabat yang bersangkutan saja atau plus keluarganya, sanak familinya atau bahkan tetangganya. Pemerintah daerah akan kesulitan memantau hal itu sebab disibukkan dengan rutinitas hari raya. Belum lagi bila si pejabat tinggal didalam kota, bukankah bisa dibisniskan (disewakan) kepada pihak lain. Misalnya saja anaknya yang akan mudik keluar kota atau tetangganya. Bila body mobil tidak tertulis nama instansi, dengan menutup atau mengganti plat nomor kendaraan maka kendaraan bebas dipakai siapapun.
Apalagi pemerintah daerah hanya memiliki catatan jenis kendaraan, nomor polisi dan pemegang kendaraan. Tidak ada pemberitaan mengenai koordinas penggunaan kendaraan tersebut. Setidaknya harus ada mekanisme yang jelas penggunaan kendaraan. Bisa saja membuat surat ijin pemakaian kendaraan dinas, dari kapan hingga kapan, siapa pemakai dan kegiatan apa yang akan diikuti. Setidaknya surat ini memberi batasan bagi pengguna kendaraan dinas tidak secara leluasa memakai kendaraannya kemanapun dimauai. Birokrasi itu penuh mekanisme yang jelas supaya bisa terpantau.
Yang tak kalah penting yaitu maintenance pra pemakaian mudik maupun setelah kembali ke daerah. Harus jelas bahwa pada bulan itu instansi pemilik kendaraan tak mengeluarkan biaya service atau pembelian bahan bakar lebih besar dibanding bulan sebelumnya. Patut dicurigai bila anggaran BBM tiba-tiba membengkak dan diluar kebiasaan pemeliharaan rutin. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan bila terjadi kecelakaan atau pencurian maka siapakah yang menanggungnya.
Bukankah tiap hari raya tiba, lalu lintas di daerah cukup padat sehingga rawan terjadi accident. Bisa saja misalnya pencurian atau perampokan. Kepala daerah harus secara serius memperhatikan kondisi-kondisi diatas. Bila tidak maka kendaraan dinas yang dibeli mahal dengan anggaran rakyat harus ditanggung kembali oleh rakyat. Sudah tidak saatnya menggunakan fasilitas negara bagi kepentingan pribadi sebab bila diteruskan akan membudayakan kebiasaan yang tidak baik.
Pemkab Boyolali juga memperbolehkan dengan alasan minimnya tempat parkir di sekretariat daerah dan harus membayar orang untuk menjaga. Pembelaan yang tidak masuk akal karena semestinya jika mendapat mandat memelihara mobil dinas plus biaya perawatannya maka untuk menjaga mobdin beberapa hari tidak masalah. Demikian juga dengan Sukoharjo yang meminta pemakai memenuhi sendiri konsumsi BBMnya. Pemkab Karanganyar memberi catatan selain bahan bakar membeli sendiri juga melarang menutupi plat nomor dengan kaca hitam apalagi mengganti plat nomor. Bupati mengancam akan memberi sanksi tegas bila dipergoki demikian. Sedangkan Pemkab Wonogiri tak terpantau beritanya.
Mobil Pejabat Sering Dapat Prioritas |
Beberapa hal lain yang juga menjadi pertanyaan penggunaan mobil dinas yakni pertama, bagaimana memantau penggunaan kendaraan tersebut. Apakah yang memakai hanya pejabat yang bersangkutan saja atau plus keluarganya, sanak familinya atau bahkan tetangganya. Pemerintah daerah akan kesulitan memantau hal itu sebab disibukkan dengan rutinitas hari raya. Belum lagi bila si pejabat tinggal didalam kota, bukankah bisa dibisniskan (disewakan) kepada pihak lain. Misalnya saja anaknya yang akan mudik keluar kota atau tetangganya. Bila body mobil tidak tertulis nama instansi, dengan menutup atau mengganti plat nomor kendaraan maka kendaraan bebas dipakai siapapun.
Apalagi pemerintah daerah hanya memiliki catatan jenis kendaraan, nomor polisi dan pemegang kendaraan. Tidak ada pemberitaan mengenai koordinas penggunaan kendaraan tersebut. Setidaknya harus ada mekanisme yang jelas penggunaan kendaraan. Bisa saja membuat surat ijin pemakaian kendaraan dinas, dari kapan hingga kapan, siapa pemakai dan kegiatan apa yang akan diikuti. Setidaknya surat ini memberi batasan bagi pengguna kendaraan dinas tidak secara leluasa memakai kendaraannya kemanapun dimauai. Birokrasi itu penuh mekanisme yang jelas supaya bisa terpantau.
Tanpa pemeliharaan, mobil dinas cepat rusak |
Bukankah tiap hari raya tiba, lalu lintas di daerah cukup padat sehingga rawan terjadi accident. Bisa saja misalnya pencurian atau perampokan. Kepala daerah harus secara serius memperhatikan kondisi-kondisi diatas. Bila tidak maka kendaraan dinas yang dibeli mahal dengan anggaran rakyat harus ditanggung kembali oleh rakyat. Sudah tidak saatnya menggunakan fasilitas negara bagi kepentingan pribadi sebab bila diteruskan akan membudayakan kebiasaan yang tidak baik.