Usulan pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,3 T masih saja bergulir bahkan tender pembuka untuk penawaran telah dilakukan. Rupa-rupanya penolakan dari masyarakat yang disampaikan oleh berbagai media juga tak kunjung direspon secara positif. Meski banyak fraksi meminta ditunda, kenyataannya proyek itu seperti “anjing menggonggong kafilah berlalu”. Bila mau di cek, mungkin tidak sedikit masyarakat yang sudah antipati merespon berita itu.
Saking muaknya para seniman, pada Rabu 27 April 2011 lalu mereka mendemo gedung DPR dan melukiskan ‘rumah rakyat’ itu sebagai WC Umum. Kalau saja mereka (anggota DPR), sekali lagi kalau saja faham dengan aksi itu, mestinya akan melakukan dialog. Setidaknya marah-marah dengan para seniman karena apa yang dilukiskan sungguh ekstrem. Kenyataannya, hampir tidak ada respon meski blow up media cukup besar. Beberapa lukisan dan statemen para seniman juga muncul di media elektronik.
Pelataran DPR/MPR RI Lengang Jelang Maghrib |
Makna huruf “U” terbalik yang akan digunakan wakil rakyat untuk gedung baru itu sebenarnya mencerminkan 5 hal yang berkaitan dengan polah mereka. Pertama, simbol itu menandakan Unik. Kita semua tahu, banyak usulan atau permintaan mereka yang bisa masuk kategori unik. Misalnya mereka minta gedung baru meski yang lama masih representatif. Alasannya ruangan saat ini yang hanya 32M2 tidak representatif. Faktanya, banyak ruangan anggota yang hanya diisi oleh asisten pribadi dan tenaga ahli mereka.
Soal unik lainnya misalnya renovasi rumah jabatan yang menelan anggaran Rp 700juta/rumah jabatan. Itu belum termasuk perabot dalam, penggunaan rutin bulanan, perawatan dan lainnya. Yang baru saja terjadi misalnya kegiatan reses Komisi X di Spanyol saat legislatif negeri matador itu juga sedang reses. Disahkannya UU Pramuka oleh DPR RI membuat masyarakat juga tak faham. Dari aspek sejarah, penggunaan kata Pandu justru lebih punya makna historis dan memenuhi aspek filosofis. Bukan DPR Indonesia rasanya bila mendengar usulan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar