Jumat, 03 Desember 2010

Kelola Keuangan Daerah Secara Tertib

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau disebut APBD merupakan dokumen rencana alokasi pendapatan maupun belanja bagi pemerintah daerah. Mestinya, penetapan APBD benar-benar menjadi pedoman yang baku bagi pelaksanaan pembangunan disebuah daerah. Kenyataannya masih banyak daerah yang menjalankan anggarannya lebih banyak minus bukan surplus. Berbagai kebijakan kepala daerah seringkali memberatkan anggaran bukan merencanakan pembangunan yang mampu memberi dampak lanjutan berupa pemasukan bagi kas daerah. Dengan catatan, pemasukan baru bukan menambah beban masyarakat ekonomi lemah.

Dalam undang-undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan (lihat pasal 3 ayat (1)). Maka dari itu prinsip-prinsip tersebut harus dipegang teguh bagi penyelenggara di daerah maupun pusat. Kenyataannya, pengeluaran pemerintah daerah mayoritas didominasi untuk pembayaran gaji pegawai. Belanja daerah terbagi menjadi 2 yakni belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Jenis Belanja Tidak Langsung dapat berupa Belanja Pegawai, Belanja Bunga. Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil dan Belanja Tak Terduga. Sedangkan belanja langsung adalah belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Pegawai, Belanja Barang/ Jasa, dan Belanja modal.

Kita coba bedah anggaran belanja daerah di 7 kabupaten/kota se eks karesidenan Surakarta Tahun Anggaran 2010. Apakah benar faktor belanja pegawai merupakan faktor dominan bagi alokasi APBD (lihat tabel 1).


Tabel 1
Anggaran Belanja Daerah Kab/Kota Se Eks Karesidenan Surakarta
Tahun Anggaran 2010
No    Daerah                    BljTdk Lgs      Blj Lgs      Total Belanja       % BTL Thd TB    % BL Thd TB
1    Prov. Jawa Tengah    3,536,531     2,128,785      5,665,316                 62.42                  37.58
2    Kab. Boyolali               817,277        147,314         964,590                 84.73                  15.27
3    Kab. Karanganyar        642,043        152,272         794,316                 80.83                  19.17
4    Kab. Klaten                 907,426         121,536     1,028,962                 88.19                   11.81
5    Kab. Sragen                 663,489        194,411         857,901                 77.34                  22.66
6    Kab. Sukoharjo            586,736        194,740         781,475                 75.08                  24.92
7    Kab. Wonogiri              770,655        205,203         975,858                 78.97                  21.03
8    Kota Surakarta             561,160        277,093         838,253                  66.94                 33.06
Sumber : kemenkeu.go.id (diolah)

Dari ketujuh daerah, terlihat jumlah belanja terbesar ada pada Kabupaten Klaten yang mencapai lebih Rp 1 trilyun yang disusul Wonogiri dan Boyolali yang mencapai Rp 950 M lebih. Sedangkan belanja paling kecil dianggarkan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar yang berkisar Rp 700 M saja. Bila dibedah pada alokasi belanja tidak langsung (yakni belanja untuk alokasi pegawai, bunga, subsidi dan lainnya), yang menghabiskan prosentase terbesar adalah Kabupaten Klaten. Sebanyak 88,19 persen alokasi belanja digunakan untuk belanja tidak langsung. Dua kabupaten yang juga menghabiskan alokasi belanjanya untuk belanja tidak langsung diatas 80 persen yakni Kabupaten Boyolali (84,73%) dan Kabupaten Karanganyar (80,83%).

Adapun distribusi terkecil untuk belanja tidak langsung dialokasikan oleh Kota Surakarta yang hanya mencapai Rp 561 M atau hanya 66,94 persen saja. Sisanya berkisar diatas 75 persen. Ini menandakan 6 daerah mengalokasikan anggaran lebih banyak pada belanja yang digunakan oleh pemerintah daerah. Otomatis bila demikian, alokasi belanja langsung (belanja untuk program dan kegiatan) dialokasikan oleh Kota Surakarta yang mencapai 33,06 persen (Rp 277 M). Di urutan kedua dan ketiga yang prosentasenya dibawah Surakarta adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Sragen meski dilihat dari prosentasenya sangat kecil (kurang dari 25 persen).

Kabupaten Klaten, Boyolali dan Karanganyar bahkan mendistribusikan APBD untuk belanja langsung tak sampai 20 persen. Mestinya kondisi ini dikritisi wakil rakyat di ketiga daerah karena menandakan distibusi anggaran dari pusat maupun pajak serta retribusi justru banyak dialokasikan untuk program dan kegiatannya tidak mencerminkan kepekaan pada masyarakatnya. Lantas bila anggaran daerah tidak banyak ditujukan bagi kemakmuran rakyat, bagaimana pemerintah daerah mengentaskan kemiskinan yang merupakan mandat dari Millenium Development Goals? Seluruh elemen masyarakat harus merapatkan diri untuk mengkritisi dan mendorong agar kedepan anggaran daerah harus lebih banyak dialokasikan bagi kesejahteraan rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar