Selasa, 29 Mei 2018

Memberangus Perusak Islam


Diakui atau tidak, Islam sebagai agama mayoritas tumbuh dan berkembang dengan luar biasa. Bukan hanya dalam hal pemahaman namun juga aliran atau ormasnya. Bahkan tatkala ada ormas yang membuat citra Islam terpuruk, masih banyak yang belum tersadarkan. Bahkan sekelompok kecil ormas Islam yang mengklaim paling Islami justru berusaha meruntuhkan bangunan NKRI.

Ya, itulah Hizbut Tahrir Indonesia. Sebuah ormas Islam yang dibiarkan tumbuh dan berkembang saat rezim SBY sejak 2015 mulai mengusik Indonesia. Mereka mulai menunjukkan taringnya dengan mendirikan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan Gema Pembebasan. Jargon yang mereka bawa adalah menolak demokrasi sebagai sistem negara dan menolak Pancasila sebagai ideologi organisasi. Mereka membawa doktrin khilafah islamiyah sebagai system kepemimpinan.

Dan puncaknya saat diselenggarakan Muktamar HTI di Istora Senayan Tahun 2015 yang bahkan disiarkan langsung oleh TVRI. Mereka meneriakkan kata Khilafah bersama-sama dan berulang kali. Kemudian tahun 2016 ada pertemuan antar lembaga dakwah kampus seluruh Indonesia dan mereka memproklamirkan kesetiaannya untuk memperjuangkan Khilafah Islamiyah.

Padahal Pancasila sebagai sebuah dasar negara merupakan hasil final yang juga dirumuskan termasuk para alim ulama. Menafikkan Pancasila termasuk menafikkan kemampuan Ulama-ulama besar jaman dahulu yang keilmuan agamanya sangat bisa dipertanggungjawabkan.

Melandaskan keyakinan bahwa HTI jelas telah melanggar konstitusi, Presiden Joko Widodo langsung mengeluarkan Perpres tentang Organisasi Masyarakat yang kemudian berubah menjadi UU Ormas. Meski HTI melakukan banding namun pengadilan telah menetapkan bahwa HTI termasuk organisasi yang terlarang. “Bukan hanya kita yang melarang HTI. Ada 15 negara Islam juga melarang HTI termasuk Arab Saudi, Malaysia, Mesir, Turkey, Iran dan lain sebagainya” ungkap Presiden Joko Widodo akhir pekan lalu.

“Banyak yang menyampaikan ke saya untuk tidak membubarkan HTI dengan argument akan menurunnya dukungan politik. Tapi saya juga mempertimbangkan masukan tokoh-tokoh Islam lain yang juga kredibel serta fakta yang ada. Buktinya dari survey terakhir terbukti tokoh yang pro dengan Islam adalah saya. Melaju jauh diatas tokoh-tokoh lain dengan prosentase mencapai 70%” tambah kakek Jan Ethes Srinarendra di Istana Bogor.

Dengan dibekukannya HTI, gerakan-gerakan melawan pemerintah dan mengklaim ada upaya penistaan agama menyusut drastis. Apabila diperhatikan, sebagian kecil kelompok sering membawa atau mengaku representasi Islam. Padahal jumlah mereka sangat kecil bahkan sangat tidak signifikan sebagai representasi umat. Lihat saja HTI, FPI, hingga alumni 212 sering mengaku-aku mewakili Islam. Hal yang sama tidak dilakukan oleh Muhammadiyah atau NU walaupun jumlah jamaahnya puluhan juta.

Pembubaran HTI sangat tepat bahkan jika dilanjutkan pada ormas-ormas yang merusak citra Islam. Mereka tak lagi layak mengaku mewakili Islam karena representasi Islam yang sesungguhnya ada pada akhlak/perilaku bukan pada organisasi.


0 komentar:

Posting Komentar