Rabu, 08 Maret 2017

Mafia Minyak Masih Bercokol di Pertamina?

Dibalik Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina
Meski berbagai kebijakan sudah dilakukan Presiden Joko Widodo untuk memberangus mafia minyak dan gas, faktanya mereka masih saja eksis. Saat ini, PT Pertamina giliran digoyang lantaran Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (AT) menjadi Komisaris disana. Diduga, para mafia masih kuat jaringannya di Pertamina merasa terganggu dengan penunjukan AT. Belum 6 bulan memegang Komisaris, ruangannya disegel oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
FSPPB menuduh Wakil Komisaris yang bertanggung jawab atas pergantian Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang pada 3 Februari 2017. Sementara mereka dilantik pada 20 Oktober 2016.
Padahal soal pengangkatan dan pemberhentian menjadi kewenangan Kementerian BUMN bukan ESDM. Paska masuknya AT pada medio 14 November 2017 dan mengawasi secara ketat Pertamina menjadikan para mafia kembali tak berkutik. Berkaca pada kasus yang mencuat sebelumnya, semakin mengindikasikan ada hal yang dijaga oleh AT sehingga para mafia gelisah.
Mari kita lihat sejak awal ditunjuknya AT sebagai Menteri ESDM, dirinya langsung dibombardir dengan isu kewarganegaraan ganda yang tidak ada sangkut pautnya dengan jabatan menteri. Kemudian dibubarkannya PT Petral yang merugikan pertamina dan hingga kini auditnya belum kelar juga merusak kepentingan mafia. Selain itu terbongkarnya percakapan Riza Chalid, Setya Novanto maupun Maroef Sjamsoeddin dalam kasus Papa Minta Saham yang menyebabkan Riza raib hingga kini. Mereka kini makin terjepit sehingga ruang lingkup mereka nyaris tertutup rapat.
Kisruh pertamina yang saat ini mencuat terkait dilengserkannya Dwi Sutjipto (Dirut) dan Ahmad Bambang (Wadirut). Padahal keduanya baru saja dilantik pada 20 Oktober 2016. Keduanya dilantik oleh Menteri BUMN. Hanya saja pengisian jabatan Wakil Direktur Utama yang sebelumnya tidak ada diduga menyalahi UU No 29 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 16.
Adanya jabatan wakil direktur ini yang menjadikan adanya matahari kembar di perusahaan. Menteri Rini memberi tugas wakil direktur memimpin dan mengkoordinasikan direktorat pemasaran, direktorat pengolahan, serta deputi direktur energi baru terbarukan. Wakil direktur utama juga berwenang mengambil keputusan impor bahan bakar minyak.
Struktur baru perusahaan “membagi kekuasaan” kepada direktur utama dan wakilnya. Deputi Bidang Energi, Logistik, dan Kawasan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara Edwin Hidayat Abdullah menyatakan struktur baru dibutuhkan untuk menggenjot kinerja perseroan.
Orang nomor dua di Pertamina itu bahkan berwenang menunjuk direktur lain untuk mengambil keputusan jika direktur utama dan wakilnya berhalangan. Dalam anggaran dasar sebelumnya, kewenangan soal ini dipegang direktur utama.
Dalam susunan kepemimpinan Pertamina yang dibentuk pada 20 Oktober 2016, Direktur Utama Pertamina dijabat Dwi Soetjipto, sementara Direktur Pemasaran Ahmad Bambang digeser menjadi Wakil Direktur Utama Pertamina. Sejumlah sumber mengatakan Dwi sama sekali tidak dimintai pendapat dalam penyusunan struktur baru ini. Dalam mekanisme impor minyak, menurut beberapa pejabat perusahaan itu, direktur utama hanya menjadi semacam tukang stempel. Keputusan diambil wakil direktur utama, yang membawahi direktur pengolahan dan direktur pemasaran.

Dalam implementasinya, bukan optimalisasi yang didapatnya melainkan overlapping. Bahkan fakta dilapangan menunjukkan Wakil Direktur memutuskan mengenai impor solar sementara Direktur Utama sama sekali tidak dilibatkan.

Kembali pada analisis awal, kisruh di internal pertamina murni muncul disebabkan kesalahan mengadakan jabatan wakil direktur utama yang merembet pada masalah baru. Maka dari itu, komisaris pertamina akhirnya memutuskan melepaskan keduanya dan jabatan Direktur Utama diemban plt oleh Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani. Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi tidak menyeret wakil komisaris namun FSPPB menariknya “kesana”. Saat ini pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas memiliki kesempatan dalam 30 hari ke depan untuk menunjuk Direktur Utama pengganti Dwi Sutjpto.


dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar