Nama Hutomo Mandala Putra mungkin sudah mulai
perlahan dilupakan orang namun ketika disebut Tommy Soeharto, banyak yang masih
ingat. Akhir-akhir ini namanya kembali mencuat ketika fotonya bertemu dengan
beberapa pentolan GNPF MUI maupun Calon Gubernur DKI Anies Baswedan.
Adakah yang salah? Adakah yang melanggar aturan?
Tentu tidak. Namun pertemuan yang dilakukan paska putaran pertama Pilgub DKI
mengarahkan asumsi kita pada sesuatu. Menjelang pemungutan suara pertama, isu
yang santer digeber mengenai tuntutan sekelompok orang yang mengatasnamakan
GNPF MUI agar Ahok segera dipenjarakan.
Siapa tokoh yang ditemui? Diberbagai media social
tersebar GNPF MUI menemui Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden. Dan bisa
kita lihat sendiri setidaknya ada 4 kali demonstrasi besar-besaran di Jakarta
dan demo itu dimanfaatkan segelintir orang melakukan rencana makar. Kini para
tersangka makar sedang dalam proses penyidikan oleh Polri. Hasil Pilkada DKI
putaran pertama, Agus Harimurti Yudhoyono keok dengan suara tak mencapai 18
persen. Hasil pertemuan GNPF MUI dengan ayahandanya tak mempengaruhi apapun.
Lantas, mengapa sekarang orang yang ada di
barisan tersebut merapat ke Tommy? Mereka bahkan Sabtu (11/3) lalu menggelar
Haul Almarhum mantan Presiden Soeharto. Sebuah nama acara yang selama ini tidak
digunakan Cendana. Tempatnya pun di Masjid At Tiin TMII Jakarta. Paska haul
tersebar foto Tommy dengan Anies yang dipisahkan oleh Ustadz Arifin Ilham.
Adakah ini ada kaitannya dengan pertemuan
antara Anies, Titik Soeharto dan Prabowo? Kita tahu, sejarah Golkar cukup
panjang dengan keluarga rejim yang menguasai 32 tahun itu. Kini tinggal Titik
saja yang masih di Golkar. Namun mereka masih memiliki kekuatan yang patut
diperhitungkan terutama dalam hal dana. Siapa yang meragukan kekayaan cendana? Di
berbagai situs berita saat periode tax amnesty pertama beberapa menuliskan
sekitar Rp 12 Trilyun. Itu baru Tommy, belum yang lainnya.
Meskipun anak mantan presiden, bukan berarti
bisnis maupun catatan hidupnya bersih dari masalah. Hingga kini, statusnya
adalah duda beranak satu dan tidak pernah dikabarkan menikah paska
perceraiannya dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani 11 tahun lalu.
Sedangkan beberapa kasus lain yang mencuat diantaranya
di tahun 2000, Tommy Suharto menjadi terpidana kasus tukar guling antara PT
Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog, bersama Ricardo Gelael. Tommy divonis bebas
oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu jaksa penuntut umum
mengajukan kasasi. Putra bungsu Soeharto di vonis 18 bulan penjara serta denda
Rp 30,6 miliar. Saat akan di eksekusi, tommy melarikan diri dan menjadi
buronan.
Hakim Agung, M Syafiuddin Kartasasmita yang
memutus kasus tersebut pada 22 September meninggal dunia pada 26 Juli 2001.
Saat itu sewaktu melintas di pintu Air Serdang Kemayoran, Honda CRV sang hakim
disalip Yamaha RX King dan langsung memuntahkan peluru dari pistol FN 45.
Lengan, dada maupun Rahang Syafiuddin koyak dan nyawanya tak tertolong
sementara sopirnya selamat.
Belum genap 1 bulan, 7 Agustus kedua pembunuh sang hakim diringkus di Jakarta. Pengendara, Mulawarman disergap di jalan Fatmawati dan Noval Haddad sang eksekutor dibekuk di Bidara Cina Jatinegara.
Dalam pendalaman yang dilakukan kepolisian, terungkap jika dalang pembunuhan adalah Tommy Soeharto. Kepada penyidik, tersangka Noval dan Maulawarman diperintah Tommy dengan imbalan Rp 100 juta. Polri menunjuk Tito Karnavian (Kasat Serse Polda Metro Jaya) memimpin Tim Cobra memburu Tommy Soeharto.
Kurang dari 4 bulan atau tepatnya 28 November 2001, Hutomo Mandala Putra dibekuk di jalan Maleo II Blok JB 4-7 No 9 Sektor 9 Bintaro Jaya Tangerang Banten. Saat ditangkap, Tommy sedang tertidur lelap didampingi perempuan yang sedang hamil tua, Lanny Banjaranti. Nama Tommy sendiri sudah berganti menjadi Ibrahim.
Meski berhasil membekuk Tommy, nampaknya hukum berbicara lain. Tommy hanya di vonis 15 tahun penjara sementara kedua pelaku pembunuhan dihukum seumur hidup. Bahkan ketika Tommy mengajukan PK, Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan yang memimpin sidang meringankan hukuman menjadi hanya 10 tahun penjara saja. Padahal selama persidangan Tommy terbukti menyimpan senjata api, bahan peledak, otak pembunuhan dan kabur sewaktu akan ditahan.
Setelah lebih dari 15 tahun, mungkin banyak yang sudah lupa dengan rentetan kejadian itu. Pun barangkali Tommy benar-benar sudah insyaf dan kembali ke jalan yang benar. Hanya saja, merapatnya Titik dan Tommy ke Anies memang pantas menjadi refleksi. Mengapa? Karena Partai Golkar dimana mereka berkecimpung sebelumnya bahkan Titik Soeharto masih menjadi anggota DPR didalamnya jelas-jelas mendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Belum genap 1 bulan, 7 Agustus kedua pembunuh sang hakim diringkus di Jakarta. Pengendara, Mulawarman disergap di jalan Fatmawati dan Noval Haddad sang eksekutor dibekuk di Bidara Cina Jatinegara.
Dalam pendalaman yang dilakukan kepolisian, terungkap jika dalang pembunuhan adalah Tommy Soeharto. Kepada penyidik, tersangka Noval dan Maulawarman diperintah Tommy dengan imbalan Rp 100 juta. Polri menunjuk Tito Karnavian (Kasat Serse Polda Metro Jaya) memimpin Tim Cobra memburu Tommy Soeharto.
Kurang dari 4 bulan atau tepatnya 28 November 2001, Hutomo Mandala Putra dibekuk di jalan Maleo II Blok JB 4-7 No 9 Sektor 9 Bintaro Jaya Tangerang Banten. Saat ditangkap, Tommy sedang tertidur lelap didampingi perempuan yang sedang hamil tua, Lanny Banjaranti. Nama Tommy sendiri sudah berganti menjadi Ibrahim.
Meski berhasil membekuk Tommy, nampaknya hukum berbicara lain. Tommy hanya di vonis 15 tahun penjara sementara kedua pelaku pembunuhan dihukum seumur hidup. Bahkan ketika Tommy mengajukan PK, Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan yang memimpin sidang meringankan hukuman menjadi hanya 10 tahun penjara saja. Padahal selama persidangan Tommy terbukti menyimpan senjata api, bahan peledak, otak pembunuhan dan kabur sewaktu akan ditahan.
Setelah lebih dari 15 tahun, mungkin banyak yang sudah lupa dengan rentetan kejadian itu. Pun barangkali Tommy benar-benar sudah insyaf dan kembali ke jalan yang benar. Hanya saja, merapatnya Titik dan Tommy ke Anies memang pantas menjadi refleksi. Mengapa? Karena Partai Golkar dimana mereka berkecimpung sebelumnya bahkan Titik Soeharto masih menjadi anggota DPR didalamnya jelas-jelas mendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
0 komentar:
Posting Komentar