Senin, 22 Agustus 2016

Partisipasi Warga Salah Satu Tolok Ukur "Rasa Handarbeni" Kota

Partisipasi masyarakat dalam menyoroti isu-isu kota merupakan salah satu tolok ukur "rasa kepemilikan" (Handarbeni) warga atas daerahnya. Dengan demikian pembangunan yang dikerjakan betul-betul merealisasikan kebutuhan masyarakat bukan hanya keinginan pejabat saja. Meski demikian, tidak banyak masyarakat yang tahu bagaimana berpartisipasi atau turut andil dalam kebijakan yang direalisasikan oleh daerah.

Untuk belajar memiliki isu-isu daerah itulah, Rumah Belajar Rakyat Gunungkidul mencoba hadir dan rutin menyelenggarakan acara dengan anggotanya. Mesti tidak cukup banyak yang terlibat dan berdiskusi 2 hingga 3 bulan sekali setidaknya dapat menambah pengetahuan remaja di Gunungkidul.

"Kami memang belum rutin berdiskusi tapi kami mencoba belajar apapun yang bisa kami pelajari" ujar Septian, salah satu pegiat RBR Senin 22 Agustus di sekretariat mereka Siraman Wonosari Gunungkidul.

Mereka kebanyakan masih kuliah maupun baru lulus dari berbagai perguruan tinggi baik di Jogja maupun di Gunungkidul. Di kabupaten yang sekarang dikenal banyak wisata pantainya itu memang tidak cukup banyak masyarakat yang mengkritisi pembangunan.

Padahal potensi-potensi yang dimiliki serta pertumbuhan kota yang demikian pesat, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diperlukan. Oleh karena itu YSKK mendorong agar RBR maupun komunitas lain menyelenggarakan diskusi lebih sering lagi.

YSKK melihat RBR dapat menjadi salah satu komunitas potensial yang dapat didorong berkontribusi dalam isu pendidikan di Gunungkidul. Setelah upaya menginisiasi PAS GK nampaknya kurang efektif berjalan.


Septian mengungkapkan pihaknya terbuka bekerjasama dengan siapapun. Selama ini mereka menghidupi komunitasnya dengan cara patungan atau atas bantuan pihak lain. Potensi seperti mereka inilah yang sudah seharusnya dapat didorong dan dikembangkan secara optimal. Mereka bersedia berkumpul dan melakukan sesuatu karena kepedulian.

Kota yang tumbuh dengan dinamisasi maupun dialektika warga dengan pengambil kebijakan biasanya menjadi kota yang cukup nyaman ditinggali. Lihat saja dengan Bandung atau Surabaya.  Gunungkidul pun bisa dikembangkan seperti 2 kota tersebut dengan catatan kepala daerah terbuka dan masyarakat aktif menyampaikan gagasan, ide maupun berdialog bersama.

YSKK melontarkan pemikiran bahwa keberadaan RBR penting tidak sekedar sebagai tempat sharing ide namun juga menimba pengetahuan.

"Kita dapat bekerjasama membahas isu-isu di Gunungkidul terutama isu pendidikan yang menjadi salah satu concern YSKK" ujar Nino.

Menanggapi hal itu, pria lulusan ISI Jogja tersebut mengaku tertarik dan akan meneruskan tawaran YSKK pada aktivis RBR lainnya. Selama ini mereka berjalan tanpa partner dan fokus yang jelas sehingga terkesan kurang terarah.

Di akhir pembicaran, Septian merespon dengan menyatakan akan segera melakukan konsolidasi dan menata RBR guna merumuskan program yang lebih konkrit dimasa mendatang. Hambatan-hambatan yang selama ini ada, seperti waktu, dana maupun pilihan tema pembahasan akan dikaji lebih mendalam.

YSKK sendiri akan memfasilitasi pemecahan hambatan agar ke depan langkah komunitas tersebut bisa lebih fokus dan tertata,

0 komentar:

Posting Komentar