Dalam pendidikan ada jargon yang cukup menarik,
terutama dalam hal penggalian anggaran sekolah
Ada sumbangan versus pungutan
Ada sekolah syariah versus non syariah
Ada "katanya" ikhlas versus pukul rata
Ada diatas meja versus dibawah meja
Miris rasanya mendengar jargon demikian padahal pemerintah telah menetapkan pendidikan dasar 9 tahun harus gratis tanpa pungutan. Rupanya, perintah negara ini tidak berarti pengelola sekolah negeri yang juga abdi negara mematuhi perintah tersebut. Ada saja berbagai alasan kenapa mobilisasi dana masih dilakukan.
Disisi lain, tidak banyak pemerintah daerah mau tahu kebutuhan sekolah. Hingga saat ini bisa dihitung dengan jari sekolah yang melakukan analisa kebutuhan biaya pendidikan per siswa per jenjang pendidikan. Padahal analisa beban biaya siswa ini salah satu hal penting yang seharusnya masuk dalam kebijakan pendidikan daerah.
Pemerintah pusat melalui Kemdikbud idealnya menyusun panduan bagaimana cara menghitung kebutuhan biaya tiap siswa. Sehingga membantu daerah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan (selain anggaran rutin seperti gaji, operasional, dll). Seringkali BOSDA penentuannya hanya jumlah kira-kira saja.
Tools ini penting dikembangkan sehingga orang tua juga memahami dan tidak berkeberatan apabila memang ada edaran tentang partisipasi anggaran yang diminta sekolah. Tentu tiap sekolah kebutuhannya tidak sama namun ketika ada format penghitungan, bakal makin memudahkan sekolah maupun menjelaskan ke orang tua siswa.
Formula ini dapat sekaligus dimanfaatkan banyak pihak. Bagi Pemda, bisa digunakan untuk menghitung kebutuhan biaya siswa tiap tahun. Alokasi APBD untuk BOSDA makin jelas. Bagi DPRD, fungsi monitoring bagi alokasi pendidikan juga lebih terukur. Bagi sekolah, akan memudahkan sewaktu membuat perencanaan kegiatan sebab "pemasukan" sekolah bisa dipastikan. Dan bagi orang tua, tidak perlu bingung dan was-was akan kena iuran bulanan berapa karena perhitungan tiap siswa sudah jelas.
0 komentar:
Posting Komentar