Minggu, 06 September 2015

Sekolah dan Komite yang Menginspirasi

Pendidikan menjadi persoalan mendasar bagi bangsa Indonesia sebab design besar pendidikan Indonesia tak pernah menjadi kesepakatan. Tiap berganti rezim, berganti pula kebijakan pendidikan. Walaupun design pendidikan hampir tiap 5 tahun berubah, namun cukup banyak orang-orang yang memiliki inisiatif dalam mengembangkan pendidikan.

Baik secara individual maupun memanfaatkan posisinya untuk mengembangkan pendidikan dengan lebih baik. Salah satu contohnya bisa dilihat di Gunungkidul yang memiliki potensi dalam mengembangkan pendidikan. Saat itu kami kebetulan berkunjung ke SDN 1 bertemu dengan bu Endang, sang kepala sekolah. Setelah beberapa saat berbincang mengenai program kemudian kami berbincang mengenai partisipasi masyarakat.

Rupanya bu Endang memiliki trik cukup unik untuk menggali partisipasi orang tua siswa. Misalnya untuk kelas 1-2 kan belum bisa membersihkan kelas sendiri. Hal itu disampaikan kepada orang tua siswa, kemudian para orang tua bergantian piket meski sore hari. Atau ketika kondisi kelas sudah lusuh, orang tua siswa bergotong royong membenahi kelas. Mereka patugan membeli peralatan dan bekerja bakti.

Bahkan ada yang sampai lembur hingga malam hari. Ah sebuah inspirasi membangun partisipasi masyarakat yang sudah hampir lenyap di negeri ini.

Pandangan berbeda justru dilontarkan oleh Komite Sekolah SDN 1 Wonosari itu, pak Bambang. Menurutnya inovasi itu berawal dari berbagai niat iuran di sekolah yang ditolak oleh komite. Penolakan iuran itu ditolak karena pihak sekolah tidak ada yang mau tandatangan. Maka kepala sekolah menggerakkan langsung orang tua siswa.

Sebenarnya hanya ada miss di soal ini sebab iuran orang tua siswa boleh saja asalkan tidak dikenakan batas minimal. Tanpa ada tambahan anggaran dari orang tua siswa, pengembangan pendidikan di SDN 1 Wonosari tidak bakal optimal. Padahal SD itu menjadi SD percontohan, penerapan kurikulum 13 serta mendapat predikat 8 lainnya.

Artinya baik Komite maupun Sekolah harus mau duduk bersama mendiskusikan berbagai kebutuhan sekolah dan keputusan apa yang hendak diambil. Jangan sampai salah faham ini justru malah merugikan anak-anak didik yang tidak tahu apa-apa.

0 komentar:

Posting Komentar