Selasa, 22 September 2015

Pleno Komite Sekolah SMPN 8 Surakarta, Luar Biasa

SMPN 8 Surakarta merupakan salah satu sekolah yang merupakan dampingan Yayasan Satu Karsa Karya dalam program Manajemen sekolah yang Transparan, Akuntabel dan Partisipatif (MANTAP). Program ini berupaya mewujudkan tata kelola sekolah yang baik dan ideal sesuai dengan berbagai regulasi baik ditingkat pusat dan daerah. Cukup ada banyak sekolah sebenarnya yang memiliki model manajemen yang bagus dan bisa dijadkan contoh.

Hanya saja selama ini yang sering muncul di media yakni sekolah dengan problem-problem mulai dari tata kelola (manajemen), sarananya, maupun hal lain. Pendidikan sendiri sudah mendapat perhatian tinggi dari pemerintah yakni berupa alokasi anggaran mencapai 20 persen. Pengajar pun diberi tunjangan sertifikasi tetapi masih ada sekolah-sekolah negeri yang pengelolaannya belum transparan, akuntabel dan partisipatif.

Sabtu (19/9/2015) YSKK diundang oleh Komite Sekolah SMPN 8 untuk menyaksikan proses rapat pleno dengan orang tua siswa untuk tahun ajaran 2015/2016. Rapat pleno diselenggarakan dalam 2 tahap yaitu tahap I untuk orang tua siswa kelas VII dan tahap kedua untuk orang tua siswa kelas VIII dan IX. Yang membedakan dipaparan mengenai SPJ. Untuk ortu kelas VII, tidak ada presentasi tentang penggunaan anggaran sumbangan orang tua siswa.

Acara dimulai dengan paparan Nugroho, selaku Kepala Sekolah dengan memaparkan Visi, Misi sekolah, capaian prestasi siswa serta penerapan 8 standar pendidikan di SMPN 8 disertai dengan kebutuhan anggaran mendatang. Dilanjutkan dengan penjelasan Ketua Komite mengenai rencana kegiatan dan anggaran sekolah.

“SMPN 8 sudah 3 tahun tidak menggunakan susu nenek tapi susu tante” ujar Bintoro Ketua Komite Sekolah. Para orang tua kaget dengan pernyataan ini. Rupanya susu nenek itu artinya sumbangan sukarela nekad-nekadan dan susu tante itu sumbangan sukarela tanpa tekanan. Artinya komite tidak memaksa orang tua untuk menyumbang dana sesuai nominal yang diinginkan. 

Tahun ajaran 2015/2016 sekolah mengajukan anggaran total mencapai Rp 5,2 M namun kekurangan pembiayaan baik dari APBN untuk gaji pegawai, BOS pusat, provinsi, BPMKS mencapai Rp 447 juta. Nah anggaran Rp 447 itulah yang kemudian diharapkan dapat ditutup oleh sumbangan orang tua siswa dari 3 angkatan.

Yang unik yakni cara Komite Sekolah SMPN 8 mendapatkan sumbangan dari orang tua siswa. Mereka mempersilahkan orang tua siswa menuliskan sendiri kesediaan berapa sumbangan yang akan diberikan. Termasuk didalamnya akan dibayar kapan, cash atau dicicil, serta bila tidak sanggup membayar. Setelah menuliskan, kertas hvs tersebut kemudian dikumpulkan oleh anak-anak OSIS yang memang ditugasi.

Dari pengamatan lapangan, rata-rata menuliskan sumbangan antara Rp 100.000 hingga Rp 300.000 meski ada yang menulis Rp 500.000. Yang jelas praktek transparansi dan partisipasi bisa dilihat secara jelas sudah diterapkan dengan baik. Hal-hal semacam ini sudah selayaknya diekspos dan disebarluaskan agar pendanaan pendidikan di Indonesia makin lebih baik lagi. Sudah tidak jamannya lagi main paksa, tekan atau intimidasi.

Yang jelas, untuk orang tua gakin tidak dimintai sumbangan namun apabila mereka mau ikut menyumbang, sekolah juga tetap menerima. Bahkan data tahun lalu menunjukkan ketika ortu siswa tidak punya anggaran hanya punya keahlian menyetem/mengatur/menyelaraskan gamelan, sekolah juga mempersilahkan. Termasuk pula bila diawal bersedia membantu Rp 500.000 misalnya tetapi ditengah perjalanan kena musibah dan membatalkan menyumbang, komite tidak keberatan.

0 komentar:

Posting Komentar