Kajian Perwali Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Musrenbang Kota Solo 2012 (1)
Diluncurkannya Perwali No 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang Kota Surakarta Tahun 2012 memulai proses perencanaan. Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Solo sudah kesebelas kalinya. Seharusnya proses yang terjadi semakin mapan dan matang terutama pada aspek regulasi. Meski disisi lain ada keluhan kejenuhan pada masyarakat.
Kalau dikaji lebih mendalam, ada 2 faktor yang menyebabkan jenuhnya masyarakat. Faktor itu adalah minimnya program masyarakat yang terealisir pada pelaksanaan dan tidak ada inovasi penyelenggaraan Musrenbang. Alih-alih ada inovasi baru untuk “merenovasi” sistem Musrenbang, Pemkot justru semakin membuat proses Musrenbang monoton.
Kenapa program yang diajukan masyarakat minim terealisasi? Ada beberapa hal penyebab kondisi ini. Pertama, tidak adanya kebijakan penyusunan rencana pembangunan jangka menengah kelurahan. Akibatnya setiap tahun masyarakat terus menerus membuat usulan. Bila sudah ada RPJM Kelurahan maka tiap tahun masyarakat hanya melakukan evaluasi DPK yang sudah terlaksana, pemetaan program yang akan diimplementasikan tahun berjalan serta pemilahan program yang akan dikerjakan (lanjutan maupun baru).
Pertumbuhan kota harusnya sejalan dengan pertumbuhan kesejahteraan |
Sehingga tiap usulan program hanya dibahas untuk kurun waktu 5 tahun sekali tidak tahunan atau crosscheck program. Otomatis dengan kegiatan ini beban masyarakat tidak berat dan ada pembelajaran mengenai bagaimana melakukan perencanaan yang baik. Perencanaan dikerjakan tidak serta merta/tiba-tiba namun berdasar visi misi wilayah. Hingga 11 tahun Musrenbang, pembelajaran perencanaan jangka menengah hampir bisa disebut tidak atau sama sekali tak muncul.
Kedua, tidak adanya pagu indikatif kelurahan sehingga masyarakat akan terus membuat usulan. Dalam proses Musrenbangpun lebih banyak memperbincangkan usulan/program bukan potensi, sumberdaya, ketersediaan anggaran, swadaya dan sebagainya. Pada tahun 2012 sudah selayaknya Pemkot Solo memberi pagu indikatif. Bila melihat alokasi Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) dalam waktu 3 tahun terakhir, semestinya bisa dilakukan.
Tak banyak kelurahan yang perolehan DPK berbeda, plus minusnya masih berkisar dibawah Rp 30 juta. Kenapa tidak diarahkan kesana sehingga masyarakat kelurahan ketika mengadakan Musrenbang sudah ada rambu-rambunya. Ketiga, dalam merencanakan program masyarakat tidak diajari melihat manfaat program yang lalu, program yang akan dikerjakan serta program lanjutan. Yang terjadi justru pembahasannya program baru. Hal ini meningkatkan kemungkinan tak terealisasinya usulan tersebut.
Sebenarnya paparan evaluasi program tahun lalu dan program yang akan dijalankan tahun berjalan bisa dipaparkan saat Persiapan Musrenbangkel I. Tim monev sendiri sudah ada sejak awal perencanaan (2000) dan hasil-hasil tim itu hanya diserahkan kepada lurah. Bila dipaparkan saat persiapan Musrenbang maka pembelajaran mengenai perencanaan kualitasnya akan meningkat.
Demikian juga paparan tim pelaksana pembangunan yang bisa memaparkan program apa saja yang akan dilaksanakan. Hal ini untuk mengantisipasi program yang bisa diusulkan kembali. Maka dari itu, inovasi atau pengembangan perencanaan harus didorong menjadi sebuah tahapan dan progress yang lebih maju tidak lagi stagnan. Pada regulasi tentang Musrenbang (Perwali Nomor 15 Tahun 2011) hal itu tidak terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar