Pergulatan rencana pembangunan pabrik semen di Kawasan
Gunung Watuputih Kecamatan Sale Rembang hingga kini belum kelar. Semua pihak
sedang menunggu proses penelitian yang dilakukan oleh Tim Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) yang dipimpin oleh San Afri Awang. Tim KLHS akan membuat 2 kajian yakni mengenai CAT
Watuputih akan diselesaikan akhir Maret, dan tentang kajian keseluruhan Kendeng
diselesaikan April ini.
Kasus ini menjadi besar bukan hanya karena ijin Lingkungan
yang dibatalkan Mahkamah Agung pada 5 Oktober 2016 namun juga berbagai aksi
menyemen kaki di depan Istana Negara, ancaman rusaknya lingkungan, hilangnya
mata pencaharian masyarakat setempat dan lain sebagainya.
Tidak ada yang aneh dengan berbagai demo maupun penolakan
yang ada sebab semua itu hak masyarakat. Yang harus difahami rejim kini telah
berubah dari rejim yang tertutup, otoriter, tidak mau mendengar menjadi pemerintahan
yang terbuka. Dulu masyarakat selalu ditekanan, dibodohi, di manipulasi sehingga
membentuk karakter masyarakat yang tidak mudah percaya apalagi pada pemerintah.
Joko Widodo sendiri sebagai presiden sudah membuka diri
bahkan meminta Kantor Staf Presiden (KSP) bukan hanya mendorong beberapa
kementrian membuka tabir tentang Kendeng namun juga mempersiapkan apa yang
harus dilakukan paska Kajian KLHS keluar. Meskipun rencana pendirian pabrik dilakukan
oleh Semen Indonesia, negara menjamin kepentingan yang lebih besar yang harus
diperhatikan. Sudah ada beberapa contoh yang dilakukan pemerintah dalam
menghadapi perusahaan yang tidak mau kooperatif. Bahkan anak perusahaan PT
Pertamina yaitu Petral dibekukan perusahaannya karena terbukti justru merugikan
negara.
Contoh lain soal Freeport, pemerintah mematuhi mampu memaksa
mereka untuk patuh pada undang-undang. Hal ini menunjukkan komitmen serius
pemerintah dalam melindungi kepentingan bangsa dan negara.
Maka dari itu terkait Kendeng, rakyat semestinya juga mau
menerima secara fair hasil yang dilakukan KLHS. Selama ini cukup banyak
informasi yang kurang tepat dan beredar diluaran tentang polemik Kendeng.
Misalnya soal kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih berdasarkan Perda
Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Rembang 2011 – 2031 memang
untuk kawasan pertambangan. Terbukti meski pabrik semen belum berdiri ada
belasan tambang swasta milik masyarakat disana.
Hal ini juga berhubungan dengan informasi adanya air bawah
tanah yang bakal habis bila ada pabrik semen. Logika ini mudah terbantah dengan
masih terdapatnya sumber air meski ada penambangan disana, rencana pembangunan
pabrik bukan masuk dalam aliran air bawah tanah, hingga model zero run off juga
mengamankan serta melindungi air permukaan yang dikhawatirkan makin menyusut.
Beberapa goa disekitar area juga terbukti kering atau tidak teraliri air. Apabila
memang di kawasan CAT tidak boleh ada penambangan bagaimana dengan penambangan
gas, minyak hingga batu bara diberbagai wilayah yang pasti di zona CAT. Juga
pembuatan terowongan monorail Jakarta yang pasti memotong dan mematikan banyak
aliran bawah tanah.
Selain itu berbagai pihak mempertanyakan pembangunan pabrik
ada di kawasan yang masuk dalam karst (batu gamping berlobang). Mereka
melandaskan pada Permen 17 Tahun 2012. Padahal yang tidak boleh diganggu oleh
apapun adalah KBAK atau Kawasan Bentang Alam Karst yang memang benar-benar
harus dijaga sebab banyak terdapat goa dan aliran bawah tanah.
Diluar berbagai informasi yang beredar hendaknya semua pihak
mau sama-sama mendengar. Pemerintah perlu menjadi fasilitator dalam menuntaskan
polemik ini. Letakkan semua persoalan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Masyarakat yang tinggal diseputar kawasan harus mau membuka diri. Negara memfasilitasi
suara-suara masyarakat, kekhawatiran yang muncul, kegelisahan yang ada dengan
meminta PT Semen Indonesia menjawab itu semua. Namun jawaban yang diberikan
bukan dengan lisan, melainkan mengunjungi berbagai usaha yang sudah berjalan
selama ini diberbagai wilayah. Tunjukkan apa yang selama ini sudah dilakukan
perusahaan pada alam dan lingkungan sekitar. PT Semen Indonesia juga mengklaim
mereka bukan perusahaan yang tidak bertanggungjawab pada lingkungan baik pada
masyarakat maupun pada sumberdaya alam.
Ketakutan masyarakat itu memang bukan hal yang tidak
berdasar sebab pendirian pabrik yang tidak sesuai aturan bahkan merusak
lingkungan menjadi mimpi buruk masyarakat di Indonesia. Dan hal itu muncul
berdasar pengalaman di masa pemerintahan sebelumnya yang abai atas suara
rakyat. Legislatif sendiri hingga kini benar-benar turun kepercayaannya.
Indikasinya masyarakat Kendeng melakukan aksi di depan Istana Kepresidenan dan
bukan di DPR. Pun dengan soal investasi, meski pemerintah pro investasi tetapi
investasi yang baik, sesuai aturan dan memberi dampak positif bagi masyarakat
maupun negara.
Sehingga ke depan tidak perlu lagi menyemen kaki melainkan
mengajak bicara pemerintah dan mencarikan solusi terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar