Sabtu, 12 November 2016

Definisi Pungli dan Sumbangan dalam Bidang Pendidikan

Pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) oleh pemerintah makin menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menghapus pungli. Masyarakat merasakan bahwa dalam layanan publik banyak ditemui pungutan dan hal ini sudah berlangsung sejak dahulu. Hampir semua Presiden menegaskan komitmennya memberantas pungutan namun faktanya sangat sulut seperti menghilangkan rumput liar pada sepetak lahan kosong.
Salah satu sektor atau bidang yang juga marak adanya pungli yakni dibidang pendidikan. Namun harus difahami tidak semua jenis pengeluaran orang tua yang dikontribusikan pada satuan pendidikan dapat disebut pungli. Kita harus merujuk batasan pungli di sektor pendidikan seperti yang diatur dalam regulasi. Bahkan pungutan juga diperbolehkan dibidang pendidikan terutama bagi pendidikan menengah (SMA/SMK) sedangkan untuk pendidikan dasar yang diijinkan hanyalah sumbangan.

Hal ini jelas diuraikan dalam Permendikbud No 44 Tahun 2012 pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali  secara langsung yang bersifat wajib,  mengikat,  serta jumlah  dan  jangka  waktu  pemungutannya  ditentukan  oleh  satuan pendidikan dasar.  Adapun pada pasal 1 ayat (3), Sumbangan  adalah  penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya.

Batasannya jelas bahwa biaya pendidikan yang bersifat  wajib, mengikat, batasan jumlah maupun jangka waktu ditentukan berarti pungutan. Terminologi ini jelas dan letak sebutan pungutan bukan pada judul surat edaran yang dibagikan satuan pendidikan. Jenjang yang diperbolehkan pungutan hanya sekolah menengah. Jenjang pendidikan dasar baik SD maupun SMP harus bebas pungutan.

Selama ini sekolah menyiasati pungutan dengan menyebut edarannya dengan kata Sumbangan. Padahal badan surat jelas menyebutkan jenis pungutan, besaran pungutan dan batas waktu pengumpulan pungutannya.

Pun demikian, pungutan tidak boleh melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam PP 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 181 ayat (d) menguraikan pendidik dan tenaga kependidikan dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga apabila memang dijenjang pendidikan menengah melakukan pungutan harus dilakukan oleh pihak lain, oleh komite sekolah misalnya. Orang tua harus benar-benar mampu melihat edaran sekolah muatannya seperti apa.

Pada regulasi yang lain, sekolah-sekolah yang melakukan pungutan, dana yang terkumpul pengelolaannya terikat dengan aturan lain. Pada PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan pasal 52 disebutkan Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6) huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a). didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; b). perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan; c). dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan; d). dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan; e). tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis; f).  menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan; g). digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; h). tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;

Kemudian pada ayat i).  sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan; j).  tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan; k). pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri; l).  pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan m). sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Selama ini banyak sekolah yang tidak menerbitkan, mengumumkan dan mensosialisasikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Padahal dalam juklak juknis BOS disebutkan sekolah penerima BOS harus mengumumkan RKAS. Juklak juknis itu juga menyertakan formulir-formulir yang harus diiisi dan diumumkan oleh sekolah kepada warga sekolah baik komite sekolah, paguyuban sekolah termasuk orang tua siswa.

Dengan demikian batasan pungli dan sumbangan menjadi jelas batasannya. Sehingga yang dimaksud Pungli terletak pada bagaimana mekanisme pengumpulan dan pengelolaan pungutan bukan kegiatannya. Sebut saja pembelian LKS, pengadaan seragam, PPDB, MOS, wisuda siswa, outbond dan lain sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar