Jumat, 24 Juni 2016

Kunci Menghilangkan Pungutan di Sekolah Itu Komitmen Kepala Sekolah

Tidak banyak sekolah benar-benar bisa menghapus pungutan sekolah dan menjalankan sumbangan. Kunci utamanya adalah di komitmen kepala sekolah untuk taat aturan dan tidak aneh-aneh. Demikian penegasan Kepala Sekolah SMPN 8 Surakarta Drs Nugroho MPd dalam sambutan rapat untuk membahas Mekanisme Sosialisasi dan Rapat Pleno Komite Sekolah Kamis (23/6).

"Atas dasar itu Ketua MKKS SMK sudah menyampaikan kepada kami bagaimana menjalankan mekanisme sumbangan bukan pungutan. Kata beliau, atas dasar rekomendasi bu Kadinas (Dikpora Surakarta)" lanjutnya.

Sudah 3 tahun terakhir SMPN 8 Surakarta menjalankan mekanisme penarikan sumbangan bukan pungutan. Dalam berbagai regulasi, dalam pembiayaan pendidikan dasar  9 tahun sekolah dilarang melakukan pungutan tetapi masih diperbolehkan menarik sumbangan. Meski dalam Permendikbud No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar. Terminologi sumbangan dan pungutan sudah jelas, masih banyak elemen masyarakat yang tidak faham.

Dinas maupun pihak sekolah "pura-pura tidak tahu" dan tetap menarik pungutan dengan diberi judul "Sumbangan". Pasal 1 ayat 2 menjelaskan Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali  secara langsung yang bersifat wajib,  mengikat,  serta jumlah  dan  jangka  waktu  pemungutannya  ditentukan  oleh  satuan pendidikan dasar.

Sedangkan Sumbangan sesuai Pasal 1 ayat 3 yakni penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang
dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya
.

Di Kota Surakarta sendiri, meski sudah ada penerapan mekanisme sumbangan seperti di SMPN 8 namun masih banyak sekolah terutama SMAN yang menarik pungutan berbaju Sumbangan. Pungutan yang diterapkan berupa/bernama Sumbangan Pengembangan Sekolah (SPS). Kenapa SPS tetap dinamakan pungutan? Sebab dalam beberapa edaran SPS yang diedarkan di SMAN di Surakarta menetapkan besaran, jenis maupun jangka waktunya.

Oleh karena itu, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Surakarta berupaya mendorong implementasi mekanisme penarikan sumbangan bisa  diatur dalam peraturan sekolah atau peraturan kepala sekolah. Sehingga tidak hanya mekanisme tersebut memiliki kekuatan hukum, lebih sustainabel, namun juga apabila ada pihak lain yang ingin mengaplikasikan dapat dilakukan dengan tepat.

Mekanisme tarikan sumbangan di SMPN 8 merupakan wujud komitmen bersama antara sekolah dengan Komite Sekolah. Pembahasan pertama sudah dilakukan antara YSKK, sekolah dan Komite Sekolah. Draft awal sudah selesai dibahas dan akan dilanjutkan dalam pembahasan lanjutan.

Role model seperti SMPN 8 ini harus lebih banyak di blow up dan disosialisasikan secara massif agar makin banyak lagi sekolah yang menerapkan. Bahkan bila perlu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemkot Surakarta membuat aturan agar semua sekolah di Surakarta menerapkan mekanisme seperti yang dilakukan oleh SMPN 8. Sebab pendidikan merupakan kewajiban layanan yang harus disediakan oleh pemerintah.


0 komentar:

Posting Komentar