Rabu, 29 Oktober 2014

Kabinet Kerja Akan Terbebas Dari Kasus Korupsi?

Ketika kabinet kerja pemerintahan Jokowi baru dilantik 27 Oktober lalu tentu kita semua harus optimis. Mereka tidak akan melakukan korupsi dikarenakan mereka sudah disumpah, mereka memiliki integritas, mereka sudah kaya dan semoga mereka tidak punya nafsu untuk merasa kekurangan harta. Apalagi fasilitas jabatan menteri, tunjangan operasional menteri dan proyek yang ada dikementrian memang sangat besar. Mempercayakan integritas pada seseorang memang harus total atau penuh. Tidak ada yang berani menjamin seseorang tidak tergoda untuk korupsi.

Latar belakang agama kuat? Bagaimana dengan presiden PKS Lutfi Hasan Ishak yang terkenan kasus suap impor daging sapi, Menteri Agama Suryadharma Ali kasus kuota haji, atau Zein Bajeber mengkorupsi pengadaan Al Qur'an. Atau orang yang sekolahnya sudah tinggi? Lihat titel Kepala BP Migas Rudi Rubiandini yang sudah mencapai profesor doktor, juga rektor Unsoed Purwokerto Prof Edy Yuwono serta Rektor UI Prof Gumilar Rusliwa. Hal ini menandakan bahwa kasus korupsi bisa menjerat siapa saja. Lihat seberapa kayanya Akil Muctar, Irjen Djoko Susilo, Ratu Atut Choisiyah.

Apakah kekayaan mereka sebelum melakukan tindakan korupsi sangat minim? Tidak. Dengan argumen ini maka membedah kekayaan para menteri Kabinet Kerja menjadi sebatas pengetahuan saja. Menteri terkaya yaitu Menteri BUMN Rinie Soemarno yang pada tahun 2004 kekayaannya mencapai 48 M namun dia memiliki hutang sampai Rp 66 M. Dari 34 menteri (seperti dirilis detikcom pada 28 Oktober 2014) baru 20 menteri yang pernah melaporkan daftar kekayaannya. Tiga menteri dari Parpol yakni Puan Maharani, Yasona Laoly dan Saleh Husin melaporkan kekayaan pasca ditetapkan sebagai pejabat.

9 Menteri lainnya memang belum pernah melaporkan harta kekayaannya dikarenakan belum pernah menjadi pejabat publik. Mereka adalah Rahmat Gobel (Menteri Perdagangan/PT Panasonic), Andi Amran (Mentan/ PT Tiran Group), Susi Pudjiastuti (PT ASI Pudjiastuti), Anies Baswedan (Menbuddik/Paramadina), Rudiantara (Menkominfo/Indosat) dan Rinie Soemarno (Menteri BUMN/AORA TV). Adapun 23 menteri sisanya perlu ditekan untuk segera melaporkan kekayaannya. Kenapa? Karena ke 23 menteri tersebut sebelumnya memegang jabatan publik namun tidak melaporkan kekayaannya tepat waktu.

Misalnya Menkopolhukkam Laks TNI (Purn) Tedjo Edy yang menjadi KSAL 2008 - 2009 tidak tercatat Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)nya. Atau Sofian Djalil yang melaporkan LHKPN 2004 padahal purna tugas Menteri BUMN terakhir tahun 2009. Ada juga dosen maupun rektor universitas negeri namun tidak melaporkan LHKPN pada pejabat yang berwenang. Ada Andrinof Chaniago (Dosen UI/Menteri PPN Bappenas), Prof Yohana (Dosen Universitas Cendrawasih/Menteri PP dan PA), juga Rektor UGM Prof Pratikno (Mensesneg), dan Rektor Undip Prof M Nasir (Menristek dan PT).

Sebagai akademisi tentu komitmen, integritas maupun dedikasinya tidak perlu diragukan lagi. Guna mengurangi suara sumbang masyarakat seharusnya mereka segera merilis atau melaporkan LHKPN. Apalagi sebagai dosen dan rektor tentu bukan baru kemarin mereka menjabat. Apa tidak malu berada dalam lingkaran Presiden Jokowi yang dikenal bersih dan terbuka tetapi mereka tidak mempublikasikan kekayaannya. Juga politisi yang kini duduk menjadi menteri seperti Marwan Dja'far, Hanif Dzakiri, Ferry Mursidan serta lainnya segera menyusun LHKPN.

Kepercayaan publik akan mudah digapai bila pejabat bersangkutan juga mau transparan apa saja yang mereka miliki. Anda sekarang pejabat publik, tunjukkan apa saja yang anda miliki, bila punya usaha segera dilepaskan agar tidak terjadi konflik kepentingan, pesankan pada teman dan saudara untuk tidak mencoba memanfaatkan posisi anda. Ini bukan sekedar demi menjaga citra tetapi membentuk pemerintahan yang bersih kudu dimulai dari hal sepele maupun sederhana.

0 komentar:

Posting Komentar