Minggu, 05 Oktober 2014

Cara Kurangi Subsidi BBM, Jangan Tiru Regim Sebelumnya

JANGAN NAIKKAN HARGA BBM (2)

Di penyebab ke lima yakni tidak adanya budaya malu membeli BBM jenis premium meski menggunakan mobil yang CC nya bisa diatas 2.000. Pemerintah tidak melakukan upaya cukup konkrit untuk hal ini. Disisi lain memang tidak mudah karena orang cenderung gampangnya saja. Bisa jadi dia membeli bensin eceran lantas dituangkan ke kendaraan mewahnya. Malu? dia bisa menyuruh sopir pribadi, tukang kebun atau pembantunya membelikan. Penyebab keenam, transportasi publik tidak pernah mendapat insentif, fasilitas tidak nyaman serta terlalu rumit.

Beberapa daerah tidak cukup taktis mengelola sistem perhubungan mereka. Lihat saja Solo, meski menjadi kota yang lumayan ramai sebetulnya kategori kota yang tidak cukup besar. Sehingga angkutan dalam kota yang cocok ya mobil kecil bukan bus kecil. Namun kebijakan ini harus beriringan dengan kebijakan menaikkan pajak kendaraan pribadi. Senyaman, secepat, semudah akses apapun kendaraan umum bila pajak kendaraan maupun parkir tidak naik atau lumayan mahal maka jangan berharap masyarakat akan berpaling ke angkutan umum.

Diurutan penyebab ketujuh, wilayah jalur transportasi sudah mengalami titik jenuh alias tidak mungkin bertambah baik panjang jalan maupun lebar jalan. Otomatis dengan bertambahnya kendaraan menyebabkan lalu lintas tidak lancar. Penyebab kedelapan yaitu pola pengelolaan SDA seperti minyak mentah menjadi siap konsumsi tidak dilakukan atau tidak berkembang. Mengimpor sepertinya hanya satu-satunya jalan. Dengan membeli BBM dari luar secara otomatis akan digunakan standar harga internasional. Sebagai salah satu negara penghasil minyak selayaknya kita mampu mengelola sendiri.

Tidak adanya teknologi alternatif bagi pengembangan teknologi itu sendiri maupun bahan bakar alternatif pengganti BBM seperti minyak tanah atau premium menjadikan konsumsi masyarakat terus meningkat. Ini menjadi penyebab kesembilan. Pilihan penggunaan minyak jarak, sumber energi angin, panas bumi, panas matahari, energi air hingga kini belum ada terobosannya. Padahal bila sumber-sumber tersebut bisa dieksplorasi, penggunaan premium bahkan minyak akan merosot tajam. Lihat saja sekarang banyak hal yang tidak berhubungan dengan kendaraan mengkonsumsi BBM.

Misalnya pengairan sawah, penerangan rumah, pemanas air maupun kebutuhan lainnya. Sedang penyebab jebolnya konsumsi BBM terakhir adalah kebijakan daerah bebas kendaraan (Car Free Day) yang mengalami pergeseran makna. Saat ini CFD lebih dimaknai tempat kumpul, tempat jalan-jalan, tempat nongkrong dan bukan kampanye penyelamatan uang negara untuk hal tidak penting. Seharusnya pemerintah mampu mendorong daerah menerapkan wilayah tertentu sebagai daerah bebas kendaraan tiap hari minggu, kantor pemerintah bebas kendaraan tiap jum'at, car free night dan lain sebagainya.

Hal ini penting untuk terus dikampanyekan sehingga semakin lama konsumsi BBM akan rasional. Bahwa akan ada yang terkena dampak dari beberapa kebijakan yang diterapkan itu sudah pasti. Sepanjang pengalihan anggaran benar-benar untuk masyarakat serta tidak dikorupsi, kebijakan pasti akan didukung. Jangan lagi bicara kenaikan BBM sebab hal itu secara psikologis mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Jokowi - Jusuf Kalla sebagai presiden ke 7 RI harus membuat terobosan yang berbeda dan lebih konkrit.

Apabila ke 10 penyebab kenaikan BBM itu bisa dirubah, secara otomatis konsumsi akan turun sehingga subsidi yang diberikan pemerintah akan "normal". Bukan diberikan secara tidak tepat atau hal yang tidak penting. Ini tantangan besar bagi presiden terpilih terutama bagi Menteri ESDM yang baru. Sang menteri harus berupaya menciptakan kebijakan dan merubah pola pikir masyarakat agar konsumsi BBM yang digunakan masyarakat memang berdasar kebutuhan bukan untuk hal-hal yang tidak penting. Dengan demikian alokasi subsidi BBM bisa digunakan untuk kebutuhan mendasar masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar