Kamis, 25 September 2014

Mewujudkan Sragen Sebagai Salah Satu Kabupaten Lumbung Padi Di Jateng

Selain Wonogiri, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Kabupaten Sragen juga mengejar sebagai salah satu Kabupaten yang memproduksi padi alias jadi lumbung padi. Perlu di Ketahui, beberapa kabupaten yang berbatasan dengan Kota Solo, lahan padinya sudah menyusut tajam. Sebut saja Sukoharjo (Kecamatan Baki, Grogol, Kartosuro), Boyolali (Ngemplak, Mojosongo), Karanganyar (Colomadu, Palur, Gondangrejo) yang beralih fungsi sebagai pemukiman. Tanpa segera menetapkan policy yang jelas, niscaya lahan pertanian didaerah tersebut akan segera habis.

Meski Sragen dikenal sebagai jawaranya investasi, rupanya bupati pengganti Untung Wiyono, yaitu Agus Fatchurrahman mampu mendorong produksi padi secara baik. Meski baru 2 tahun memegang tampuk sebagai kepala daerah, kontribusi Agus cukup jelas. Prestasi yang dicatatkan Untung dalam hal produksi padi bisa terus ditingkatkan. Artinya peluang investasi tidak serta merta menghabiskan lahan pertanian. Tidak banyak daerah yang mampu menjaga wilayah apalagi menggenjot hasil pertanian tetap terjaga.

Sudah sejak reformasi, hasil pertanian meski tetap menjadi kebutuhan pangan nasional tidak banyak diperhatikan kepala daerah. Hal ini diperparah tidak adanya kebijakan nasional yang memproteksi petani. Kran impor masih dibuka pada hasil pertanian sebut saja jagung, lada, gula, kemudian harga pupuk yang mahal, harga gabah yang turun saat musim tanam, tidak ada insentif bagi pemilik lahan pertanian maupun buruh tani serta kebijakan lainnya. Kondisi ini diperparah inovasi benih pertanian atau rekayasa tanaman tak cukup baik.

Hampir tidak ada hasil penelitian yang berupa terobosan menarik, revolusioner maupun inovatif yang dihasilkan baik LIPI, BPPT maupun perguruan tinggi. Tentu hal seperti ini menyebabkan petani atau pemilik lahan lebih suka menjual lahannya atau mendirikan bangunan. Bupati Sragen tidak hanya membuka investasi namun merumuskan kebijakan konkrit dalam berbagai bentuk. Misalnya ada subsidi pupuk daerah, menghargai gabah secara tinggi maupun pemberian insentif bagi petani baik pemilik pertanian padi maupun palawija.

Tingkat pertumbuhan hasil produksi padi cukup menggembirakan. Di Tahun 2007 ada 493 ribu ton, naik menjadi 461 ribu ton (2008), bertambah hingga 511 ribu ton (2009), dan menjadi 542 ribu pada 2010. Sementara 2011 berhasil mendapat hasil padi 609 ribu ton, kemudian turun 584 ton (2012) dan tahun 2013 berada di 601 ribu ton. Hasil ini memang masih kalah dari tahun 2011 lalu tetapi dengan melihat kondisi secara umum, akan lebih positif bahkan melebihi produksi 2011.

Pemda perlu mengoptimalkan penggunaan anggaran, kebijakan ditingkat daerah maupun bantuan pemerintah propinsi dan pusat bagi pengembangan produk pertanian. Dijalankannya UU Desa pada 2015 semakin membuka kemandirian desa dalam melestarikan lahan pertanian. Sebaiknya dorong agar desa menganggarkan secara khusus supaya lahan mereka tidak tergerus habis. Ingat, desa juga harus dibatasi dalam mengelola anggaran untuk pembangunan. Jangan sampai lahan pertanian bengkok berubah pertokoan, pasar, minimarket berjejaring atau bangunan lain.

0 komentar:

Posting Komentar