Jangan Naikkan Harga BBM (1)
Bahan bakar minyak terutama yang dikonsumsi sektor transportasi hingga kini dianggap sektor yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ekonomi. Betapa tidak, selain hampir seluruh masyarakat membutuhkan dan negara sepertinya tidak berdaya mengurangi kebutuhan konsumsi. Bagi sektor transportasi, setidaknya ada 2 bahan bakar yang di subsidi pemerintah yaitu BBM jenis premium dan solar. Khusus solar kini diberlakukan pembelian tidak boleh dilakukan diatas pukul 18.00. Kebijakan yang sebetulnya aneh serta tidak masuk akal.
Pemerintah berupaya menekan konsumsi BBM tetapi upaya yang dilakukan kurang efektif. Sebut saja larangan konsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan pemerintah, kebijakan car free day, car free night, hingga hari larangan berkendara pribadi dibeberapa pemerintah daerah tak kunjung mengurangi konsumsi BBM. Bagaimana mau mengurangi bila kebijakan kendaraan murah (LGCC), uang muka kredit pembelian kendaraan bermotor yang ringan (Rp 500 ribu untuk kendaraan Rp 5 juta hingga Rp 50 juta untuk mobil tergantung harganya).
Masyarakat sendiri tidak dididik berprilaku yang menghemat BBM. Lihat saja dalam kehidupan sehari-hari mudah kita temui aktifitas masyarakat yang selalu saja menggunakan kendaraan meskipun bukan untuk kegiatan produktif atau mencari uang. Berbelanja, mengantar anak, pergi bekerja, nonton film, jalan-jalan dan lain sebagainya menggunakan kendaraan. Akibatnya jalanan macet, banyak BBM terbuang percuma, subsidi yang diberikan pemerintah terbuang sia-sia. Hitung dalam sehari berapa BBM terbuang akibat macet di Jakarta? Berapa ribu liter dalam setahun dan berapa puluh atau ratus miliar setahun?
Banyak orang pergi bekerja berangkat pukul 08.00 pulang pukul 16.00 atau 17.00. Kendaraan terparkir sejak pagi hingga sore tanpa hasil apa-apa. Mestinya bila transportasi umum tersedia secara baik, jadualnya teratur, kendaraannya nyaman pasti akan menggerakkan masyarakat mengalihkan penggunaan transportasi. Pemerintah harus mensubsidi, memberi insentif bagi pengusaha angkutan yang bentuknya tidak selalu berupa kemudahan atau pengurangan pajak tetapi misalnya layanan bagi usaha angkutan yang mudah dan cepat, sistem jemput bola atau previledge lainnya.
Konsumsi BBM terutama jenis premium meningkat pesat dibandingkan 4 tahun lalu. Bahkan medio September ini diperkirakan jatah subsidi sudah habis dari alokasi 46 juta kiloliter baik premium, solar maupun minyak tanah. Dari 3 jenis BBM tersebut, yang paling banyak dibutuhkan masyarakat yakni premium. Faktor paling berpengaruh karena tidak adanya kebijakan yang membatasi jumlah kendaraan maupun pajak progressif yang memang mampu menahan atau setidaknya mengurangi pembelian kendaraan bermotor.
Dari sisi jumlah rupiah, subsidi BBM mencapai lebih dari 10 persen APBN di Tahun 2014 yaitu Rp 246,5 trilyun. Padahal tahun 2013 subsidi BBM sempat turun meski tidak cukup signifikan. Hal ini dipengaruhi dari naiknya harga BBM jenis premium. Pasaran di internasionalpun harganya turun 6,3 USD perbarel sehingga mempengaruhi. Subsidi listrik juga turut menguras APBN karena menghabiskan separo dari subsidi BBM (lihat tabel).
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar