Apa yang ada dalam benak pikiran anda jika melihat anak berseragam putih merah melintas? tentu ada rasa bangga dan bersandar harapan pada diri mereka agar kelak mampu membawa negeri ini pada arah lebih baik. Akan tetapi bila melihat pemberitaan akhir-akhir ini, berlawanan dengan harapan tadi. Betapa tidak, ditengah mahalnya kejujuran dinegeri ini, anak-anak sekecil itu sudah diajari tidak jujur. Bahkan dengan pemaksaan dan ancaman.
Kasus contek massal yang terjadi di SDN 2 Gadel Surabaya dan SD Pesanggrahan pada saat penyelenggaraan Ujian Nasional untuk tingkat Sekolah Dasar Tahun 2011. Bila di SDN 2 Gadel, salah satu siswa yang cerdas, Alif diminta membocorkan hasil pekerjaannya pada teman-temannya sementara di SD Pesanggrahan, anak dengan ranking 1-10 diminta perjanjian untuk turut membantu teman-temannya. Karena tidak mau memberitahu, Irma salah satu siswa menolak membocorkan sehingga dicemooh teman-temannya.
Suasana pulang sekolah salah satu SD Swasta di Solo |
Yang perlu ditarik dari kasus contek massal adalah salahnya penerapan kebijakan UN untuk standart kelulusan. Memang saat ini nilai UN hanya memiliki porsi 40 persen dibanding porsi lainnya. Akan tetapi angka 40 persen didapat dari 3 hari yang tiap anak kondisi menjelang dan saat mengerjakan sangat besar pengaruhnya. Bandingkan dengan 60 persen yang berkaitan dengan lama belajar (kelas 1 hingga kelas 6), hasil ujian sekolah, perilaku dan lain sebagainya.
Komisi X DPR RI juga bagai kerupuk tersiram air hujan. Hanya berkoar-koar di media maupun website pribadi tanpa pernah mempersoalkan secara kelembagaan akibat dari UN. Buktinya kebijakan ini terus saja berjalan dari tahun ke tahun. Mereka tak pernah secara tegas dan kompak menyatakan UN tak perlu dilanjutkan. Contek massal adalah wujud pembelajaran ketidakjujuran bagi generasi penerus bangsa. Ini persoalan sangat serius karena menyangkut moralitas.
Nampaknya memang kualitas wakil rakyat kita pada periode 2009 - 2014 tidak seperti yang diharapkan. Dari beberapa penelitian, latar belakang akademiknya lebih baik namun ternyata jika berbicara keberpihakan seperti jauh panggang dari api. Anak sekolah dasar yang semestinya diajarkan nilai-nilai kejujuran justru malah diajari sebaliknya oleh pendidik mereka sendiri. Ironi yang sangat menyakitkan ditengah harapan yang besar pada masa depan mereka.
Entah masyarakat harus berharap pada siapa lagi agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah benar-benar tidak menambah beban hidup masyarakat. Jika pemerintah masih pada kemauannya sendiri dan wakil rakyat tutup mata, apakah pada rumput yang bergoyang kita berharap? Tahun 2014 akan ada presiden baru dan tentu dengan susunan kabinet baru. Semoga tak ada kebijakan baru dibidang pendidikan yang menambah beban siswa kita.
0 komentar:
Posting Komentar