Oleh : Muhammad Histiraludin
Perjalanan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Solo Periode 2004 – 2009 terus mendapat tantangan berat. Dari hari kehari, bulan ke bulan terus bekerja ekstra keras. Pekerjaan yang telah mereka lakukan nampaknya terus diawasi seluruh masyarakat sehingga rakyat Solo mengerti bagaimana mereka melakukan sesuatu, membahas sesuatu bahkan memutuskan sesuatu. Cobaan dan ujian terus mereka hadapi hingga kini, kita (rakyat) tidak cukup bisa merasakan kinerja mereka. Tentu banyak problem yang menghadang mereka.
Paripurna penetapan APBD 2005 mengecewakan masyarakat. Betapa tidak, jika awal pembahasan ada niatan membuat anggaran berimbang ternyata meleset jauh bahkan harus defisit Rp 18,6 M. Terakhir, keterkejutan rakyat Solo (juga keluarga mantan anggota dewan) adalah keluarnya Putusan PN Solo (22/8) terhadap kasus korupsi APBD 2003 dan mereka divonis tahanan 2 hingga 5 tahun. Mereka juga terbukti merugikan negara sehingga harus mengganti kerugian sekaligus denda yang jumlahnya puluhan sampai ratusan juta.
Kalau dilihat secara kuantitas, anggota DPRD tidak sebanyak 40 orang sesuai jumlah saat mereka dilantik tetapi kini tinggal 34 orang. Jumlah yang tidak cukup signifikan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul di Kota berpenduduk kurang lebih 500 ribu jiwa ini. Pengurangan jumlah itu cukup banyak mengingat 4 diantaranya memegang posisi kunci baik sebagai pimpinan dewan ataupun pimpinan komisi. Sementara dari sisi kualitas, belum ada penelitian secara resmi sejauh mana DPRD Solo bekerja.
Berkurangnya jumlah anggota dewan itu dikarenakan 2 hal yakni korupsi APBD Solo tahun 2003 (4 orang) dan mengundurkan diri (2 orang). Empat orang diantaranya memegang peranan penting bahkan salah satunya menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Solo. Mereka berasal dari 3 fraksi yakni Fraksi PDI Perjuangan (2 orang), Fraksi Partai Golkar (3 orang) dan dari Fraksi Partai Demokrat Keadilan (1 orang). Yang dikarenakan dugaan korupsi dan sampai saat ini kasusnya masih disidangkan secara marathon, praktis sudah tidak ngantor sejak 20 Januari dan 22 Februari lalu. Sedangkan yang mengundurkan diri (FX Hadi Rudiatmo dan Heru Notonegoro) mulai pertengahan April telah meninggalkan gedung dewan (lihat tabel). Hingga kini tidak jelas kapan PAW Rudi dan Heru akan segera dilakukan. Bahkan sekarang diduga Heru menggunakan gelar Doktor palsu bersama Jame A Pattiwael yang saat ini masih tercatat sebagai anggota DPRD (Solopos 23/8).
Sebenarnya Ketua DPRD Solo telah menyatakan kinerja dewan semakin terganggu akibat penahanan 4 orang anggota DPRD 2004 – 2009 itu (Solopos, 23/2). Yang patut disayangkan justru pernyataan Faried Badres sebagai Ketua Dewan yang menginginkan anggota DPRD periode ini supaya tidak ditahan. Padahal ketika mereka ditahan (waktu itu), semakin membuktikan bahwa wakil rakyat harus siap menanggung resiko dari kegiatan politik mereka. Keikhlasan mereka menjalani seluruh proses bisa dijadikan pembelajaran politik rakyat serta wujud pertanggungjawaban dan tidak akan menganggu tugas-tugas kedewanan dimasa mendatang. Tidak hanya itu, posisi sebagai terpidana tentu membutuhkan konsentrasi dalam menghadapi persidangan dan pembelaan di meja hijau yang akan membutuhkan energi dan curahan pikiran yang dimiliki oleh mereka
Tidak Jalankan Kewajiban
Bila mencermati berkurangnya anggota dewan itu, maka kita coba buka tentang fungsi, tugas dan wewenang, kewajiban serta hak anggota DPRD. Dalam Undang-undang nomor 22 Tahun 2003 Tentang Sususnan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 77 serta PP nomor 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD pasal 19 ayat (1) c tertulis DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Tentunya ketiga fungsi itu tidak bisa berjalan secara optimal. Pembahasan APBD kemarin saja mereka sudah tidak bisa terlibat apalagi agenda kedepan. Kemudian soal Tugas dan Wewenang, pada pasal 78 huruf c (UU 22/2003) dan pasal 20 ayat (1) c (PP 25/2004) berbunyi “Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, Keputusan Bupati/Walikota, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional didaerah”.
Mengenai kewajiban, nampaknya mereka juga sudah tidak bisa menjalankannya, padahal kewajiban yang tercantum di pasal 81 (UU 22/2003) dan pasal 36 (PP 25/2004) huruf f dan h sangat vital. Pada huruf f tertulis “menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat” serta huruf h menyatakan “memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.”
Pada posisi ini, yang dirugikan secara langsung adalah masyarakat tertutama dari Daerah Pemilihan mana mereka berasal. Masyarakat tidak bisa lagi menyampaikan aspirasinya kepada orang yang sudah dipilih. Lantas kemana konstituen ini menyalurkan aspirasinya?
Yang cukup menyakitkan kita adalah, selama mereka sedang menjalani proses persidangan dan tidak dapat menjalankan tugas, fungsi ataupun kewajibannya sesuai aturan diatas, anggota dewan tetap menerima hak keuangan dan administrasi sampai dengan adanya putusan pengadilan tetap (lihat pasal 106 ayat (6) UU 22/2003). Berarti mereka masih tetap menikmati dana yang dipungut dari masyarakat tanpa menjalankan kewajibannya. Sedangkan disisi yang lain, masyarakat marginal, sector pendidikan, sector kesehatan harus berebutan akses anggaran dari APBD, tentu saja ini sangat ironis.
Berdasarkan UU 22/2003 Tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (Pasal 94 ayat 2 (e)), UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 55 ayat 2 (F)) dan PP 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Pasal 15 ayat (e)) berbunyi “dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 tahun penjara”. Berarti bagi Partai Golkar Solo harus segera mengganti Yusuf Hidayat. Bagi yang lainnya selayaknya juga diganti karena apabila tidak, mereka akan menikmati gaji tanpa bekerja selama 2 tahun (bila menerima keputusan PN Solo).
Bagaimana bila mengajukan banding? Tentu akan memakan waktu lama dan mereka tetap menikmati fasilitas gaji Rp 4.387.950/orang/bulan (asumsinya bagi anggota bukan pimpinan). Sejak ditahan pun (6 bulan lalu) mereka sudah makan gaji buta. Prinsip mengedepankan praduga tak bersalah bisa saja diterapkan tetapi bila sekarang sudah ada putusan apa tidak selayaknya pemberian gaji bagi mereka ditinjau kembali oleh pimpinan dewan. Nurani pimpinan partai rupanya sedang diuji terutama bagi Hadi Rudyatmo sebagai Ketua DPC PDIP yang saat kampanye gembar gembor Berseri Tanpa Korupsi. Beranikah mewujudkannya di partai politik yang dipimpinnya?
Melihat kondisi-kondisi seperti ini, apa sikap yang harus segera dilakukan baik oleh pimpinan DPRD Solo ataupun partai darimana mereka berasal. Masyarakat ataupun konstituen mereka tentunya mempunyai rasa gundah gulana melihat persoalan ini. Kenapa? Karena otomatis wakil-wakil mereka tidak secara penuh melakukan apa yang sudah dimandatkan. Dari 34 anggota dewan yang tersisapun, masih ada 6 orang lagi yang menjadi tersangka dugaan korupsi APBD 2003. Mereka berasal dari PDIP (4 orang, salah satunya menjadi Ketua DPRD saat ini), PKS dan PAN masing-masing 1 orang. Enam orang ini (yang berkasnya sedang diperbaiki Kejari Solo), dalam bekerja mungkin gelisah sebab siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada penahanan sementara ketika berkas itu dilimpahkan ke PN Solo seperti 4 rekan mereka?
Karena itu perlu dipertimbangkan tindakan-tindakan yang tidak merugikan semua pihak. Pertama, Pimpinan DPRD perlu menyatakan secara tegas sikap mereka bahwa meskipun jumlah DPRD berkurang 6 orang namun tugas-tugasnya harus segera diemban oleh yang lain. Minimal Pimpinan Dewan meminta komisi yang kehilangan unsure pimpinan komisi untuk segera menunjuk pejabat komisi sementara. Kedua, sudah selayaknyalah fraksi bersangkutan terutama partai darimana anggota dewan tersebut berasal mengambil tindakan dan segera memproses pergantian antar waktu dengan berkoordinasi dengan KPU. Ketiga, masyarakat sebagai pemilik suara hendaknya mempertimbangkan untuk mendiamkan atau justru ‘menggugat’ wakil mereka tersebut. Sebab masih ada agenda yang penting yang harus dituntaskan mereka seperti pembahasan Perda Struktur Organisasi Perangkat Daerah (Sesuai PP No 8 Tahun 2003), Penyusunan Arah Kebijakan Umum (UU No 17 Tahun 2003), Pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM Daerah (UU No 25 Tahun 2004). Kalau tidak, maka pihak yang paling utama dirugikan adalah masyarakat.
Daftar Anggota DPRD Solo Periode 2004-2009 Yang Ditahan dan Mengundurkan Diri
No Nama Posisi Partai Keterangan
1 Yusuf Hidayat Wakil Ketua DPRD Golkar Ditahan sejak 20 Januari
2 Purwono Ketua Komisi I PDIP Ditahan sejak 22 Februari
3 Bandung Djoko S Ketua Komisi III Golkar Idem
4 Heru Notonegoro Wakil Ketua Komisi IV Golkar Mengundurkan diri
5 Hadi Rudiatmo Anggota Komisi III PDIP Mengundurkan diri/Wawali
6 Darsono Anggota Komisi III PPP Ditahan sejak 22 Februari
Dari berbagai sumber, diolah
Muhammad Histiraludin, Pekerja Sosial di IPGI Solo, menulis buku Bergumul Bersama Masyarakat (2004), aktif di Forum Peduli Anggaran Kota Surakarta (FPAKS), alumnus 39th PDM Course Asian Institute Management (AIM) Philipina
Solo, 12 Mei 2005
Hormat Kami,
Muhammad Histiraludin
0 komentar:
Posting Komentar