Oleh Muhammad Histiraludin
Bulan Juni hingga Desember tahun 2005, masyarakat Jawa Tengah akan disibukkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dibeberapa wilayah. Setidaknya akan ada 17 Kabupaten/Kota yang segera memulai penyelenggaraan Pilkada langsung tersebut. Dimulai dari Kota Pekalongan, Kabupaten Kebumen (5 Juni), Kota Semarang (26 Juni) sampai Kabupaten Pemalang (Akhir tahun ini). Pesta demokrasi ini merupakan sesuatu yang baru bagi kehidupan rakyat yang selama ini telah terbelenggu regim orde baru. Yang jelas pemilihan langsung kepala daerah memang baru pertama kali terselenggara dan tentunya akan banyak kelemahan disana sini.
Persoalan dana yang hingga saat ini pembagiannya belum jelas, berapa persen proporsi pemerintah pusat dan berapa persen proporsi APBD menambah beban pemerintah daerah. Belum lagi munculnya Perpu 3/2005 dan PP 17/2005 untuk merubah beberapa pasal di UU 32 Tahun 2005 dan PP 6/2005 (sesuai putusan Mahkamah Konstitusi) menambah daftar panjang persoalan yang harus dihadapi terutama KPU Daerah. Kita tetap berharap, lembaga terkait mampu menghadapi masalah itu sehingga pemungutan suara dapat berlangsung sukses seperti pada Pilpres kemarin. Tidak mudah dan butuh dukungan banyak pihak supaya kecurangan-kecurangan dan konflik selama proses pemilu hingga terpilihnya kepala daerah yang baru bisa diminimalisir.
Diakui atau tidak, pencurian start kampanye berbentuk pemasangan spanduk, baliho, stiker, pemberian sembako, pelayanan kesehatan gratis merupakan pernak-pernik menjelang berlangsungnya Pilkada. Panwaskot Kota Semarang sudah tegas melakukan penertiban sedangkan Solo, Sukoharjo sejauh ini pihak terkait belum menangani secara serius dengan alasan KPUD setempat belum menetapkan pasangan calon. Biasanya tim sukses sudah bergerilya jauh-jauh hari sebelumnya sehingga pencurian start kampanye sebenarnya telah terjadi. Yang justru penting untuk diperhatikan yakni mengenai visi misi pasangan calon. Selama ini, pemaknaan visi misi hanya sebagai pelengkap dan janji-janji bagi pemilih.
VISI MISI CALON
Perlu diketahui, visi misi pasangan mulai saat ini benar-benar mempunyai makna strategis. Hal itu dapat dilihat di Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Di UU 32/2004 Pasal 59 ayat (5) huruf j, partai politik atau gabungan partai politik saat mendaftarkan calon wajib menyerahkan naskah visi, misi dan program dari pasangan calon secara tertulis. Demikian pula di PP 6/2005 pasal 42 ayat (2) j mengenai lampiran surat pencalonan.
Langkah selanjutnya dapat disimak di UU 25/2004 Paasal 14 ayat (2). Ayat ini berbunyi “Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi Pembangunan Daerah, Kebijakan Umum, Program Prioritas kepala daerah dan Arah Kebijakan Keuangan Daerah”. Artinya bahwa paparan visi misi ini mengandung konsekuensi pembangunan daerah untuk 5 tahun kedepan. Tidak hanya menjadi pemanis bibir atau janji kosong yang dilontarkan pasangan calon maupun tim sukses pada saat kampanye. Pengalaman berharga dapat dipetik waktu Pilpres. Pasangan SBY-JK pernah menyatakan tidak akan menaikkan BBM tetapi ketika terpilih, toh BBM naik juga. Namun SBY membantah pernah menyatakan hal itu.
Calon-calon hendaknya juga tidak seenaknya membuat visi misi karena pembuatan visi misi ini perlu mengacu pada beberapa hal. Dalam UU 25/2004 dijelaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif (lihat pasal 5 ayat 2).
Tim penyusun visi misi pasangan calon perlu membuka RPJP Nasional (masih digodok di DPR), RPJM Nasional (PP nomor 7 Tahun 2005), RPJP Daerah (Perda Visi Misi propinsi dan kabupaten/kota). Diharapkan ketika visi misi ini ‘nyambung’ maka ada integrasi pengembangan kawasan. Masalahnya apakah kandidat-kandidat kepala daerah benar-benar mengetahui aturan ini? Bila tidak maka kota atau kabupaten pelaksanaan pembangunannya tidak akan terintegrasi dengan propinsi atau nasional dan mengorbankan kepentingan masyarakat luas.
HARAPAN
Masyarakat di tiap Kabupaten/Kota tentunya punya harapan besar, kepala daerah yang baru dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Tekanan minimnya lowongan kerja, minimnya gaji, tingginya kebutuhan pokok telah menjerat kehidupan mereka sehiri-hari. Wajar kiranya rakyat punya harapan lebih pada kepala daerah yang baru untuk menggeser nasib mereka ke arah yang lebih baik. Maka dari itu, naskah visi misi dan program kerja menjadi ‘barang dagangan’ yang sangat vital. Rakyat dapat membaca dan mencermati hal apa saja yang akan dirubah atau diperbaiki dalam kurun 5 tahun mendatang.
Kita tidak dapat menafikkan adanya money politics, pemberian bantuan sembako, pelayanan kesehatan gratis masih menjadi ukuran penentuan pilihan. Tetapi langkah penonjolan visi misi serta program perlu terus diteriakkan pasangan calon supaya kedepan rakyat tidak berharap pada hal-hal yang karitatif. Pasangan calon bukan bidadari atau malaikat pengabul harapan. Sepersekian detik mampu mewujudkan apa yang diinginkan. Tidak mudah merubah wacana dan pandangan seperti ini apalagi ditengah kesulitan hidup masyarakat marginal.
Mewacanakan seperti apa yang tertuang didalam undang-undang memang tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tawaran menarik yang dapat dilakukan oleh rakyat, oleh pemilik suara dan objek pembangunan adalah mencermati, menganalisis dan mempertimbangkan secara masak visi misi calon kepala daerah. Apakah sesuai dengan yang diangankan mereka. Apakah tawaran visi misi sudah sesuai dengan harapan mereka? Berubahkah kesejahteraan mereka bila memilih kandidat A atau harus memilih si B meskipun bukan famili atau tetangga dekat.
Sementara itu bagi pasangan calon, hendaknya mengurangi aktivitas menarik massa yang bersifat hura-hura. Lebih baik buka ruang diskusi, public speaking, sharing untuk menjelaskan pada konstituen, apa yang akan didapat rakyat selama 5 tahun jika memilih dia. Katakan bahwa perubahan itu butuh waktu bukan hanya setahun dua tahun apalagi hanya dengan uang Rp 20.000. Pengorbanan merupakan kata kunci dan pengikat baik bagi kepala daerah dan rakyat. Yang perlu diingat pengorbanan jangan sampai menjadikan rakyat sebagai korban.
Muhammad Histiraludin, Pekerja Sosial di IPGI Solo, menulis buku Bergumul Bersama Masyarakat (2004), Koordinator Forum untuk Partisipasi Kebijakan (FPK) Solo, Alumnus 39th PDM Course Asian Institute Management (AIM) Philipina
Solo, 12 Mei 2005
Hormat Kami,
Muhammad Histiraludin
0 komentar:
Posting Komentar