Alokasi anggaran pendidikan dari APBN maupun APBD kini sudah mencapai 20 persen. Bahkan dibeberapa daerah sudah lebih dari ketentuan. Meski demikian tata kelola sekolah hingga saat ini masih perlu dibenahi. Salah satu indikatornya masih maraknya pemberitaan berbagai pungutan, iuran atau pembelian buku, seragam dengan dalih peningkatan kualitas keluaran pendidikan.
Untuk mendorong tata kelola pendidikan yang baik salah satunya memningkatkan partisipasi masyarakat. Sekolah sendiri sesuai amanat UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mensyaratkan pelibatan masyarakat baik melalui Dewan Pendidikan serta komite sekolah.
Pada Bab XV
Pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat
dalam Pendidikan menegaskan bahwa: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan
meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan.
Sayangnya berdasar penelitian yang dilakukan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) bulan September - Oktober 2015 di 5 provinsi (Jateng, DIY, Lampung, Banten dan NTT) menunjukkan kondisi bahwa peran dan fungsi Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah belum optimal. Prof Sudjarwo, mantan Dewan Pendidikan Provinsi Lampung dan merupakan akademisi Unila menyatakan PP 17/2010 yang terkait DP dan KS layak direvisi. Klausul yang dijadikan sasaran tentang sistem pemilihan, sistem keanggotaan, penganggaran, tata laksana maupun pengawasannya.
Tanpa pembenahan di 5 hal itu, sekolah tidak akan dikelola dengan prinsip transparan. Sementara panelis dari Dewan Pendidikan Kota Bandarlampung, Dr Syarifudin Dahlan mengungkapkan partisipasi masyarakat jadi bagian penting tata kelola sekolah. Padahal pendidikan menjadi tonggak sumberdaya utama sebuah bangsa. Panelis dari Kemdikbud, Drs Suparlan MPd bersepakat terhadap keduanya dan revisi PP 17/2010 menjadi keniscayaan.
Pernyataan ketiganya terungkap di acara Diskusi Publik Naskah Kebijakan Revisi PP No 17/2010 yang diadakan YSKK pada Senin 23 November di Hotel Inna Eight Bandarlampung. Suroto sebagai presenter hasil penelitian yang juga Direktur YSKK menjelaskan pihaknya akan mencatat dan memasukkan hasil Diskusi Publik sebagai bagian yang tak terpisahkan untuk diajukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada medio pertengahan Desember 2015.
Salah satu isu cukup krusial dalam Naskah Kebijakan tersebut yakni ketiadaan anggaran bagi DP dan KS yang dialokasikan baik dari APBN maupun APBD. Dampaknya institusi tersebut bekerja seadanya bahkan ada stigma sebagai lembaga stempel semata. Anggaran operasional hanya salah satu titik yang patut untuk dimasukkan dalam regulasi sehingga dimasa mendatang komite sekolah dan dewan pendidikan dapat berperan optimal sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbud no 44 Tahun 2002.
0 komentar:
Posting Komentar