Kamis, 08 Januari 2015

Menyusun Indikator Kemiskinan Tugas Pemerintah Daerah Bukan BPS

Meributkan Data Orang Miskin (2)

Seperti dalam tulisan sebelumnya, muncul banyak problem dari pendataan warga miskin di Indonesia. Sumber masalah pertama ya indikator kemiskinan secara nasional. Masalah lain yakni integritas pendata yang selama ini memang dikoordinasikan oleh BPS. Pendata yang dilatih berasal dari warga menggunakan metode sensus. Bila tenaga bukan dari warga setempat, kondisi warga miskin dilihat secara fisik.

Jika rumahnya bagus dia tidak akan masuk rekomendasi data masyarakat miskin. Meski kadang itu rumah milik orang tua, rumah dinas, disuruh menunggui, kontrak dan lainnya. Memiliki kendaraan baik mobil atau motor. Bisa jadi itu mobil sewa, mobil kantor, pinjaman, titipan dan lainnya.

Nah BPS pernah melibatkan pendataan warga miskin dengan mengajak warga setempat (RT) misalnya dalam program Raskin. Ternyata yang masuk data kebanyakan justru dari keluarga pak RT, tetangga dekat atau pengurus RT. Berdasarkan beberapa diatas, perlu merombak sistem pendataan warga miskin yang selama ini dibawah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Besaran rupiah juga tidak disamakan antara Sumatra, Sulawesi, Jawa dan lainnya. Uang Rp 400.000 di kab Temanggung lumayan besar tapi bagi sebuah desa di Nunukan tidak cukup untuk sekali jalan menyewa ketinting ke kantor pos. Akibatnya dana itu tidak dimanfaatkan. Untuk memudahkan memahami yang bakal saya uraikan, berikut bentuk alurnya :


Tugas Pemda Dan Pusat Dalam Perumusan Data Warga Miskin


Ada 2 warna kotak yakni biru dan hitam. Untuk warna biru yakni yang dikerjakan pemerintah daerah sedangkan warna hitam dikerjakan oleh Nasional. Sebab keduanya memiliki garapan yang berbeda dan hanya bertemu diwilayah koordinasi. Intervensi penentuan indikator, besaran bantuan warga miskin, level kemiskinan dan lainnya justru membuat kekisruhan.

Untuk Pemda, ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan. (1) menyusun indikator lokal. Selama ini indikator dibuat secara nasional oleh BPS yang kadang tidak implementatif. Sebut saja soal dinding tembok yang tentu bagi masyarakat dipedalaman akan banyak memenuhi syarat ini. Padahal mereka memiliki perkebunan sawit misalnya.

Atau pemakaian listrik dari PLN, lantai plester, soal pendidikan, luas minimal 8m2/jiwa dan lainnya. Sebaiknya Pemda menyusun indikator sesuai kondisi masing-masing. Bisa jadi di kabupaten yang ada dipedalaman lebih memfokuskan pada indikator kesehatan. Sebut saja minimal setahun sakit sekali, konsumsi sagu sehari sekali atau lainnya.

(2) Pemda menyusun level kemiskinan lebih dari 2 level. Kenapa? Karena bisa jadi anggaran dari pusat hanya mampu mengkover 1 atau 2 level kemiskinan saja. Ingat, pusat mengucurkan anggaran dengan parameter terpisah bukan sesuai jumlah jiwa/keluarga hasil pendataan Pemda. Pola perhitungannya akan dijelaskan dibawah.

(3) Pemda menyusun sistem informasi dari hasil pendataan warga miskin yang bisa diakses pemerintah pusat. Ini sebagai upaya memonitor perkembangan data dari tiap wilayah. Secara nasional data dikoordinasikan oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan).

Selain sistem informasi, syarat Pemda mendapat kucuran anggaran bagi masyarakat miskin adalah membuat Perda (minimal Perbup) tentang pengentasan kemiskinan. Termasuk didalamnya menyangkut langkah ke (4) yaitu cara pendataan, tahapan, kapan serta siapa yang melakukan pendataan. Syarat cara merumuskan indikator kemiskinan juga harus partisipatif.

Model pendataan yang dilakukan Pemda juga dilakukan dengan partisipatif seperti Musrenbang. Level Musrenbang untuk warga miskin. Maksudnya setelah petugas dilatih dan mendata warga miskin ditingkat Rt, hasilnya akan dipaparkan di tingkat kelurahan untuk diverifikasi. Ditingkat kelurahan itulah, perwakilan Rt, RW, LPMD, BPD, PKK, Tokoh Masyarakat hadir memberi tanggapan.

Forum itu untuk mengklarifikasi 2 hal, pertama apakah data yang dihasilkan sudah sesuai indikator dan kedua sudah tidak ada warga lain yang tercecer. Forum itu mengesahkan berita acara bersama dan data otomatis masuk ke Pemda. Nantinya data akan diolah oleh Pemda untuk menghasilkan nama warga sesuai level kemiskinannya.

0 komentar:

Posting Komentar