Pembatalan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional oleh Mahkamah Konstitusi menunjukkan design pendidikan di Indonesia lemah. Kementrian Pendidikan yang tentu diisi orang-orang yang cakap dalam berbagai bidang rupanya tak memahami secara komplek. Mendikbud, M Nuh tidak boleh sekedar hanya menerima, dia harusnya mengevaluasi design pendidikan di institusinya apakah sudah sesuai dengan UUD atau belum.
Pembatalan ini menjadi catatan kedua setelah UU BHMN juga mengalami nasib yang sama. Padahal dilevel internasional ada kampanye education for all, pendidikan untuk semua sehingga penyelenggaraan pendidikan terutama pendidikan dasar tidak boleh diskriminatif. Sudah banyak yang mengingatkan namun rupanya Kemdikbud ini cukup percaya diri dengan programnya. Tentu RSBI yang diselenggarakan swasta silahkan saja dengan memakai nama mereka sendiri. Harusnya sekolah negeri hanya disasar untuk segala lapisan masyarakat.
Ada problem mendasar yang dialami oleh Kementrian Pendidikan kita pasca keluarnya regulasi alokasi anggaran 20 persen. Nampaknya meningkatnya anggaran pendidikan tidak difahami bahwa semua alokasi anggaran diperuntukkan bagi seluruh masyarakat. Kenyataannya, banyak anggaran yang dialokasikan untuk program teknis yang selayaknya tidak dilakukan oleh Kementrian. Sebut saja Bansos sekolah, BOS, TV Edukasi, DAK, Beasiswa dan lain sebagainya. Menjalankan program-program teknis akan menjebak kementrian hanya fokus pada hal-hal kecil yang seharusnya hal itu bisa dilakukan lewat monitoring program atau sebuah workshop dengan entitas sekolah.
Menurut saya, Kementrian Pendidikan harusnya mengurusi 2 hal besar yakni 1) Grand Design Pendidikan dan Monitoring Program. Grand design ini berisi program makro pendidikan di Indonesia yang bisa berupa berbagai macam. Saya mengidentifikasi setidaknya ada 3 hal yakni Kurikulum, Road Map Capacity Building SDM dan Supporting 2 hal tadi. Kurikulum berisi hal-hal pengajaran apa yang secara substansi diperlukan anak didik berdasarkan levelnya. Artinya kurikulum sekolah di Indonesia yang wajib ya harus sesuai yang dikeluarkan oleh Kemdikbud.
Kedua, agar para guru dapat secara optimal menjalankan kurikulum tersebut maka harus ditingkatkan kompetensinya. Kurikulum sendiri pasti akan banyak berkembang ditiap tahun dan bisa dikaji metode serta model pembelajaran yang tepat seperti apa. Dan ketiga, menyangkut supporting untuk keduanya bisa berupa regulasi, anggaran, software, web, maupun pelatihan-pelatihan. Harapannya, transformasi kurikulum segera tercapai dengan back up capacity building dan supporting system tersebut.
Design kedua, tentang Monitoring yaitu Kemdikbud melakukan monitoring terhadap 3 content grand design tadi yakni berupa kurikulum, capacity building serta supporting sistemnya. Bila ada yang kurang ditambahi, ada yang salah dibenahi, ada yang melenceng ya di bui. Sementara program-program teknis semacam BOS, beasiswa, pembangunan sekolah, renovasi serahkan ke dinas pendidikan di daerah. Bentuknya bukan anggaran ke sekolah namun melalui APBD. Soal syarat penggunaan, dibebaskan saja asal penentuan alokasi anggaran pendidikan ke daerah harus ada parameter khusus dibidang pendidikan.
Misal parameter agar alokasi pendidikan ke daerah bisa naik dan bisa turun serta ada 2 elemen untuk menentukan anggaran pendidikan. Pertama elemen dasar dan kedua elemen tambahan. Elemen dasar berupa jumlah sekolah, jumlah guru, jumlah murid dan lainnya. Dan elemen tambahan bisa jumlah anak putus sekolah, rata-rata hasil UN, jumlah pekerja anak dan lain sebagainya. Sehingga fokus kerjaan kementrian adalah mendevelopt output pendidikan.
Bukan malah menjadi pelaksana teknis. Lihat saja betapa tidak efektifnya implementasi DAK yang dibeberapa wilayah tidak tersalurkan. Atau staf kementrian menyeleksi permohonan Bansos Rp 25 juta - Rp 100 juta, belum lagi menyusun juklak juknis BOS yang rigit dan membatasi serta tidak implementatif dilapangan. Faktanya banyak program yang tidak optimal, tidak terpantau apakah anggaran itu sesuai peruntukannya atau tidak. Jadi, kembalikan Kemdikbud pada tugas utamanya.
0 komentar:
Posting Komentar