Jumat, 05 Maret 2010

TANTANGAN PENATAAN ASET DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH

Sudah 10 tahun terakhir ini sering kali kita dengar mengenai pengusiran paksa veteran TNI dari rumah dinas yang masih mereka tempati. Sebenarnya tidak hanya para pensiunan TNI Polri saja yang menghadapi semacam ini. Banyak departemen maupun pemerintah daerah memaksa para pensiunan mereka meninggalkan tempat tinggal mereka yang sudah puluhan tahun mereka huni. Masalahnya sederhana, rumah tinggal itu akan ditempati oleh prajurit atau pegawai lainnya. Lantas apakah selama ini mereka para pensiunan tidak bisa membeli rumah sendiri? Apakah gaji cukup untuk mencicil rumah?

Perdebatan mengenai cukup tidaknya gaji PNS (termasuk TNI Polri) adalah perdebatan using yang sejak dari dulu tidak pernah usai. Lantas, siapakah sebenarnya yang seharusnya menyediakan rumah dinas para pegawai Negara? Lantas bila rumah dinas disediakan dan di beli oleh uang Negara, apakah kemudian bisa beralih kepemilikan begitu saja? Seperti yang banyak terjadi di pemerintah daerah mengenai pelelangan kendaraan dinas. Sudah jadi pemahaman umum, kendaraan dinas yang dijual itu yang lebih berwenang membeli adalah pemilik terakhir. Jarang ada pengumuman di media massa berkaitan dengan lelang kendaraan dinas.

Maka dari itu perlu terobosan dan inovasi dalam pengelolaan asset daerah. Tidak hanya menyangkut pembelian namun juga pemeliharaan, pendayagunaan dan penjualan asset. Aset daerah itu bisa berupa barang bergerak dan tidak bergerak. Selama ini masyarakat awam juga tidak cukup tahu sebenarnya berapa asset daerah yang dimiliki pemda setempat dan bagaimana dengan pengelolaannya. Sebenarnya transparansi penggunaan asset daerah itu penting untuk menilai agar apakah asset tersebut dimanfaatkan secara optimal atau tidak.

Aset daerah merupakan kekayaan penting bagi sebuah wilayah namun seperti yang banyak diketahui banyak asset yang tidak masuk dalam database daerah. Ini membuka peluang penyelewengan atas asset tersebut. Ada banyak daerah lebih hobi mengadakan pengadaan saja namun perawatannya tidak mau dipedulikan. Di Propinsi Kalimantan Timur misalnya, terdapat 1.178 kendaraan roda empat dan 976 unit kendaraan roda dua. Meski demikian data atas kendaraan tersebut tidak terdata dengan baik. Ini merupakan salah satu contoh pengelolaan asset yang tidak bagus.

Tidak sedikit juga saat ini wacana untuk pengadaan asset bergerak dihapuskan dan diganti dengan sewa. Alasannya karena bila di kalkulasi lebih irit dibandingkan dengan pembelian mobil dinas. Selain hemat pada aspek maintenance namun juga pemda tidak memikirkan purna jual. Meski demikian nampaknya pemerintah pusat juga belum memberi signal apakah hal ini bisa dilakukan atau tidak.

Banyak masyarakat yang tidak tahu asset milik daerah sehingga kadang ada kasus tugar guling yang menyeret kepala daerah ke pengadilan. Aset daerah ini berupa barang bergerak maupun tidak bergerak. Selayaknya pemanfaatan asset daerah juga harus diketahui oleh public. Pemanfaatan asset daerah juga pasti seijin legislative maka dari itu, DPRD perlu juga mempublikasikan barang-barang milik daerah yang ‘dimanfaatkan’. Pola penawaran pemanfaatan barang daerah juga dilakukan secara terbuka sebab untuk menghindari adanya ‘permainan’ antara pengguna dan pemilik asset.

Aset daerah harus dimaknai sebagai barang milik Negara yang setiap penggunaannya harus menimbulkan atau mampu memberi nilai tambah. Nilai tambah disini tidak sekedar berupa pemasukan tetapi lebih pada kemanfaatan dalam jangka panjang. Yang perlu dimaknai, pemerintah daerah tidak bisa memanfaatkan asset berupa barang bergerak sebab barang bergerak dibeli untuk digunakan mendukung operasional birokrasi. Beda dengan barang tak bergerak seperti gedung, tanah, jalan dan lain sebagainya.

Banyak asset daerah yang berpindah tangan dengan tanpa melalui proses semestinya. Yang banyak terjadi di Indonesia adalah pengalihan asset daerah yang berupa barang bergerak seperti motor, mobil, dan berbagai barang bergerak lainnya. Yang sudah menjadi rahasia umum, pengalihan itu tanpa proses transparan sehingga harga atas pengalihan itu sangat jauh dibawah standar

Harus ada rumusan yang jelas bagaimana proses pengalihan asset bisa dilakukan secara transparan dan bisa diumumkan. Demikian juga dengan pengalihan ataupun tukar guling asset daerah hampir sama dengan penjualan asset. Jarang dilakukan dengan terbuka sehingga kadang nilai pertukaran atau pengalihan asset tidak seimbang. Harus ada rumusan yang jelas bagaimana proses pengalihan asset bisa dilakukan secara transparan dan bisa diumumkan

1 komentar:

  • jelly gamat says:
    18 Mei 2012 pukul 00.14

    otonomi daerah.. harus ditata dengan rapih :)

Posting Komentar