Rabu, 09 November 2005

ANALISA TERHADAP APBD-P 2005 KOTA SURAKARTA

Berdasarkan ajuan APBD-P dari eksekutif dan dibandingkan APBD maka hasil analisisnya adalah sebagai berikut:
1.    Dari penjabaran belanja di APBD-P maka ada 22 instansi mengalami kenaikan (0,03 persen – 63,32 persen) dan ada 23 instansi mengalami penurunan belanja (0,18 persen – 13,71 persen) serta 7 dinas tetap. Di sector pendapatan ada 12 mengalami peningkatan, 9 unit pendapatan tetap.

2.    Dari pendapatan ada peningkatan sangat besar yakni sebesar hampir Rp 8 Miliar (2,23 persen) namun yang disayangkan kenaikan itu tidak bersumber pada peningkatan PAD tetapi bersumberkan pada anggaran dari pusat dan propinsi.

3.    Dari Total Belanja ada kenaikan Rp 500 juta lebih dan peningkatannya ada di belanja publik. Hal ini perlu dikaji kembali, apakah peningkatan itu berkaitan dengan program atau untuk membayar gaji pegawai yang bekerja untuk public (missal guru, dokter, pelayanan sampah, PU dan lain sebagainya).  Yang perlu diteliti adalah adanya penurunan Rp 6,5 M untuk gaji PNS. Disalah satu sisi, sangat bagus karena kondisi APBD pada saat ditetapkan minus Rp 18 M. Tetapi adanya penurunan gaji sebesar Rp 6,5 M perlu dikaji mendalam. Artinya pada awal ditetapkan, rumusan seperti apakah yang digunakan sehingga saat ada perubahan APBD selisihnya cukup tinggi. Padahal tentunya data mengenai jumlah PNS, Honorer Daerah atau Tenaga Harian Lepas sudah ada. Jumlah pegawai ada berapa, golongan, tunjangan yang harus diberikan berapa tentunya sudah tersedia. Dibutuhkan system penggajian yang matang sehingga perubahan APBD pada sector belanja gaji PNS tidak mendominasi (dari sisi nominal)

4.    Bila ditelusuri lebih lanjut ada 3 dinas yang prosentase belanja aparaturnya naik yakni Dinas Kesehatan (309 %), BIK (182 %) dan KLH (34 %).  Kenaikan belanja ini tidak ada sangkut pautnya dengan masyarakat. Lalu kenapa dinas kesehatan menaikkannya justru tidak di belanja public? Padahal pekerjaan mereka banyak berhubungan dengan public sementara yang dinaikkan belanja aparatur.

5.    Yang cukup bagus adalah kenaikan belanja aparatur di 3 institusi yakni sekretariat DPRD, Kantor Keuangan Daerah dan Wakil Walikota. Ada harapan tidak mempengaruhi pelayanan pada masyarakat.

6.    Yang cukup menyedihkan adalah penurunan belanja public disektor yang betul-betul dibutuhkan masyarakat seperti Dinas Dikpora, SD Negeri, Dinas Pengelolaan Pasar, SMU/SMK Negeri. Besaran rupiahnya sangat tinggi (antara Rp 800 juta – Rp 1,6 M). Sesuai Visi Misi Walikota terpilih yang akan memfokuskan pada tiga hal yang salah satunya tentang pendidikan maka hal ini bisa diinterprestasikan public sebagai sebuah “kekurangan”.

7.    Pada waktu dekat ini, perlu segera menyiapkan kerangka anggaran (Kebijakan Umum APBD) sesuai visi misi kepala daerah. Langkah yang perlu diambil yakni membreakdown visi misi Walikota tidak hanya untuk APBD 2006 namun hingga 2010 sesuai mandate yang diberikan di UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan UU 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dari beberapa jabaran diatas, nampaknya focus anggaran bagi masyarakat masih tidak tentu ketika APBD diketok. Kedepan, dibutuhkan komitmen, keseriusan dan visi bagi pembangunan masyarakat. Anggaran yang diperoleh dari public harus dikembalikan kembali baik dalam bentuk pelayanan, penyediaan fasilitas ataupun peluang menciptakan kesejahteraan.

0 komentar:

Posting Komentar