Satu hal lagi yakni sebelum menutup akhir pelajaran di jam terakhir sekolah, bersama-sama menyanyikan lagu daerah atau lagu dolanan anak dilanjutkan doa penutup. Nampaknya pihak Kepala Sekolah SMPN 8 Surakarta memahami betul landasan pentingnya anjuran menteri, Makin memudarnya rasa nasionalisme serta minat baca di era teknologi informasi harus diimbangi pengetahuan anak dengan menguatkan pengetahuan serta kemampuan analisis siswa didik dengan cara menggalakkan membaca.

Membaca 15 menit di jam pertama diberlakukan untuk hari Selasa hingga Kamis karena untuk hari Senin ada upacara, Jum'at diganti dengn baca Al Quran bagi yang muslim, dan Sabtu dibebaskan. Tidak banyak rupanya sekolah yang menerapkan kebijakan ini berdasarkan informasi yang berusaha diperoleh. Diberbgai wilayah lain seperti Pekalongan, Jepara, Brebes bahkan sekolah negeri di Suakarta juga tak semua menerapkan.
Sebut saja SMPN 1, SMPN 9, SMPN 5 Surakarta tidak menerapkan kebijakan tersebut. Meski berupa anjuran, pihak sekolah sepertinya melihat bahwa membaca merupakan hal positif yang penting menjadi kebiasaan siswa mereka. Pada soal lainnya, orang tua siswa sendiri juga jarang mendorong anaknya membaca. Padahal, unsur yang paling berpengaruh atas sikap dan kebiasaan anak justru saat berada dirumah.
Mereka mudah dan akan terbiasa dengan apa yang dilakukan lingkungannya. Anak yang tumbuh di kebiasaan keluarga pembaca akan meniru begitu seperti kata pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Nah bagi kita para orang tua, saat dirumah masihkan akan terlalu sibuk menonton tv, bergumul dengan gadget, ha ha hi hi chatingan pakai laptop atau membaca? Jangan salahkan anak bila mereka tidak suka membaca. Mereka begitu karena meniru kebiasaan lingkungan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar