Sudah banyak kajian yang dikupas mengenai perencanaan, utamanya perencanaan ditingkat kelurahan yang hingga kini tak efektif. Hal ini bisa dibaca dalam tulisan-tulisan sebelumnya di laman tentang Musrenbang. Lantas ada tawaran yang sebenarnya bukan gagasan baru yakni membuat perencanaan jangka menengah ditingkat kelurahan. Kenapa bukan baru? karena gagasan ini muncul sudah sejak Musrenbangkel di inisiasi tahun 2000 namun sayangnya tidak bisa implementatif.
Apalagi saat itu kebijakan di level nasional belum ada. Banyak kejanggalan sebenarnya bila belum keluar kebijakan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan sebab pada level pusat, propinsi, kabupaten/kota bahkan desa sudah mencantumkan hal itu. Apa yang membedakan antara desa dan kelurahan sehingga sistem perencanaannya berbeda? Bukankah kota dan kabupaten mendapat perlakuan sama? bukankah substansi perencanaan itu harusnya memang terdesign secara matang?
Di Solo, kajian atas implementasi Dana Pembangunan Kelurahan tahun 2009 - 2011 yang dilakukan Solo Kota Kita menunjukkan implementasi DPK yang banyak "menyeleweng". Banyak yang tidak sesuai dengan perencanaan (Musrenbang). Tidak sedikit pula prosentase anggaran untuk kelembagaan. Atau masih ada sistem bagito dan otomatis efek dari DPK makin tak berimbas kemana-mana. Disinilah letak pentingnya merevitalisasi Musrenbang pada tempat yang sebenarnya.
Bila kelurahan memiliki RPJMKel, maka banyak keuntungan yang bisa dipetik. Keuntungan itu didapat oleh berbagai elemen yang terkait dengan perencanaan baik masyarakat, kelurahan, SKPD hingga pihak lain yang berkepentingan membantu masyarakat. Harapannya RPJMKel disusun tahunan, akan memudahkan koordinasi program dan pembagian kewenangan penanganan. Penyusunan dokumen tersebut hendaknya juga tidak terlalu rumit sehingga tidak menyulitkan masyarakat.
Ruang-ruang Musrenbang diharapkan akan lebih banyak fokus pada masalah-masalah yang sudah direncanakan selama 5 tahun sehingga tidak lagi muncul usulan parsial, tidak berdampak dan tidak menyelesaikan masalah utama yang dihadapi warga. Sayangnya isu ini tidak cukup menarik dikritisi banyak pihak meski mereka harus melakukan hal yang sama tiap tahunnya.
Yang jelas, inisiasi pembuatan RPJMKel ini tidak menyalahi regulasi sebab mengacu pada aturan yang digunakan diatasnya seperti RPJMKab/Kota, RPJM Propinsi hingga tingkat pusat sudah diatur. Inilah hal yang melandasi agar tingkat efektifitas anggaran yang dikelola masyarakat lebih berdaya guna dan bermanfaat. Tidak ada lagi usul pengadaan tikar, bolo pecah, sound system yang kesannya tidak perlu tetapi diada-adakan.
Apalagi saat itu kebijakan di level nasional belum ada. Banyak kejanggalan sebenarnya bila belum keluar kebijakan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan sebab pada level pusat, propinsi, kabupaten/kota bahkan desa sudah mencantumkan hal itu. Apa yang membedakan antara desa dan kelurahan sehingga sistem perencanaannya berbeda? Bukankah kota dan kabupaten mendapat perlakuan sama? bukankah substansi perencanaan itu harusnya memang terdesign secara matang?
Salah satu acara Musrenbangkel |
Di Solo, kajian atas implementasi Dana Pembangunan Kelurahan tahun 2009 - 2011 yang dilakukan Solo Kota Kita menunjukkan implementasi DPK yang banyak "menyeleweng". Banyak yang tidak sesuai dengan perencanaan (Musrenbang). Tidak sedikit pula prosentase anggaran untuk kelembagaan. Atau masih ada sistem bagito dan otomatis efek dari DPK makin tak berimbas kemana-mana. Disinilah letak pentingnya merevitalisasi Musrenbang pada tempat yang sebenarnya.
Bila kelurahan memiliki RPJMKel, maka banyak keuntungan yang bisa dipetik. Keuntungan itu didapat oleh berbagai elemen yang terkait dengan perencanaan baik masyarakat, kelurahan, SKPD hingga pihak lain yang berkepentingan membantu masyarakat. Harapannya RPJMKel disusun tahunan, akan memudahkan koordinasi program dan pembagian kewenangan penanganan. Penyusunan dokumen tersebut hendaknya juga tidak terlalu rumit sehingga tidak menyulitkan masyarakat.
Ruang-ruang Musrenbang diharapkan akan lebih banyak fokus pada masalah-masalah yang sudah direncanakan selama 5 tahun sehingga tidak lagi muncul usulan parsial, tidak berdampak dan tidak menyelesaikan masalah utama yang dihadapi warga. Sayangnya isu ini tidak cukup menarik dikritisi banyak pihak meski mereka harus melakukan hal yang sama tiap tahunnya.
Yang jelas, inisiasi pembuatan RPJMKel ini tidak menyalahi regulasi sebab mengacu pada aturan yang digunakan diatasnya seperti RPJMKab/Kota, RPJM Propinsi hingga tingkat pusat sudah diatur. Inilah hal yang melandasi agar tingkat efektifitas anggaran yang dikelola masyarakat lebih berdaya guna dan bermanfaat. Tidak ada lagi usul pengadaan tikar, bolo pecah, sound system yang kesannya tidak perlu tetapi diada-adakan.