Jumat, 10 Agustus 2012

DPK Banyak Terkuras Untuk Operasional Lembaga

Dalam alokasi Dana Pembangungan Kelurahan (DPK) Kota Solo, anggaran bisa digunakan untuk organisasi-organisasi masyarakat. Kelembagaan yang biasanya mendapatkan "jatah" dari dana DPK sebut saja LPMK, PKK, Karang Taruna, TPA dan lain sebagainya. Dana ini sebagai stimulan organisasi agar aktivitasnya bisa terdukung dengan baik. Tidak banyak kelembagaan kelurahan yang mandiri dalam anggaran karena tidak mempunyai pemasukan rutin.

Padahal bila jeli, organisasi kelembagaan ditingkat kelurahan bisa mengelola potensi-potensi pendapatan yang bisa melancarkan organisasi. Kota Solo terbuka peluang untuk membuka banyak usaha yang bisa dimanfaatkan lembaga-lembaga itu. Banyaknya pasar, mall, pertokoan, mini market, warnet, hotel dan berbagai usaha lainnya. Mereka bisa mengajukan kerja sama dengan pengusaha untuk pengelolaan fasilitas publiknya.

Misalnya pengelolaan parkir, pengelolaan kamar kecil, jasa keamanan, penjaga malam di toko maupun beragam jasa lainnya yang bisa menjadi sumber pendapatan resmi. Berkaitan dengan anggaran biaya operasional, beberapa lembaga ditingkat kelurahan tidak sedikit yang mengandalkan dari DPK. Dalam studi yang dilakukan Yayasan Kota Kita Surakarta terhadap penggunaan DPK 2009 hingga 2011 terlihat alokasi Biaya Operasional (BO) kelembagaan ada yang diatas 40 persen bahkan lebih 50 persen DPK Kelurahan.
Hasil Pemetaan BO Kelembagaan Kelurahan Pada DPK 2009 - 2011

Penelitian itu dilakukan di 17 Kelurahan yang menyerahkan data hasil penggunaan DPK. Kelurahan yang BO organisasi antara 40 hingga 50 persen di Tahun 2009 terdapat di Kelurahan Stabelan dan Timuran, di Tahun 2010 bertambah menjadi Timuran, Sudiroprajan, Pucangsawit dan Baluwarti. Sedangkan 2011 hanya ada Kelurahan Jagalan yang BO organisasi antara 40 - 50 persen. Meski demikian cukup banyak kelurahan yang alokasi BO mencapai diatas 50 persen Dana Pembangunan Kelurahan.

Tahun 2009, Sudiroprajan mengucurkan 57,21 persen DPK untuk BO organisasi yang mencapai Rp 70 juta. Di Tahun 2010 hanya ada Stabelan yang alokasi BO mencapai 58,76 persen. Dan Tahun 2011 cukup banyak kelurahan yang alokasi BO diatas 50 persen bagi organisasi yakni Stabelan (62,60 persen), Sudiroprajan (60,94 persen), Kepatihan Wetan (62,97 persen) serta Kedunglumbu (54,39 persen). Bila dinominalkan, alokasi terbesar 2011 dialokasikan Kedunglumbu yang mencapai Rp 65,8 juta.

Dari 17 kelurahan itu memang bila dijumlahkan total BO masih dibawah 40 persen. Misalnya Tahun 2009, BO hanya 29,57 persen saja. Kemudian Tahun 2010 meningkat menjadi 32,71 persen BOnya atau senilai Rp 934 juta. Dan Tahun 2011 meningkat menjadi 33,98 persen. Idealnya untuk BO hanya 10 persen agar dana dari APBD bisa dialokasikan bagi program maupun kegiatan yang tingkat kemanfaatannya lebih jangka panjang.

Padahal potensi kelurahan-kelurahan itu cukup besar mendapat anggaran tersendiri dari lingkungan mereka. Sebut saja Sudiroprajan dengan Pasar Gede, Kepatihan Wetan dengan Pasar Legi atau Kedunglumbu dengan Pasar Kliwonnya. Inilah yang perlu dicermati organisasi ditingkat kelurahan agar mampu menghasilkan pendapatan secara mandiri. Agar tidak malah menambah beban mengurangi DPK untuk kegiatan fisik atau lainnya.

Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar