Kabupaten Karanganyar cukup dikenal dengan proses perjalanan panjang dan berlarut-larut saat menetapkan Rina Iriani saat proses pemilihan bupati masih dilakukan oleh DPRD tahun 2003. Setelah tertunda selama 1 tahun lebih akhirnya dia dilantik bahkan kini memasuki periode kedua dalam jabatannya. Karanganyar sendiri adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Timur. Suasana pegunungan yang asri dan menyimpan potensi bagi penyimpanan air untuk kebutuhan warga di eks karesidenan Surakarta.
Meski demikian, bila dilihat perjalanan selama 2009, banyak muncul problem di wilayah. Berbagai problem social juga muncul. Hampir sama dengan berbagai wilayah sekitarnya, anggaran daerah menjadi isu yang benar-benar dicermati media. Misalnya perdebatan soal turunnya jaminan kesehatan tahun 2009 yang tinggal Rp 1,8 M saja. Disisi lain pelajar miskin masih membutuhkan bantuan hingga Rp 2,9 M untuk dukungan 14.900 siswa. Hal ini juga terjadi di Jamkesda yang ikut dikurangi sampai 65.861 jiwa di 21 puskesmas serta 60 puskesmas pembantu senilai Rp 1 M. Perbandingan terbalik dengan mantan anggota dewan yang hingga 1 bulan belum mengembalikan mobil dinas kijang ber plat AD 9502 JF itu.
Beban masyarakat miskin setiap tahunnya bertambah dan anehnya data siswa yang membutuhkan PMTAS tak berubah juga. Mereka hanya mendapat alokasi anggaran Rp 2.000/siswa dari sekitar 13.000 siswa di 103 SD dan MI. LSM Gerindo malah menemukan banyak proposal fiktif untuk program Bantuan Tunai Masyarakat (BLM). Yang sempat menjadi pemberitaan berkelanjutan adalah proyek pembangunan rumah subsidi Griya Lawu Asri di daerah Gondang Rejo. Proyek itu sendiri diresmikan Presiden SBY tahun 2007 namun hingga akhir 2009 masih mangkrak. Ada SPPT terutang menjadi 270 pemilik. Diduga banyak pemohon fiktif agar terlihat proyek itu berhasil. Berdasar pemberitaan baru ada 700 rumah yang terbangun dan yang belum dibayar sebanyak 350 pemilik. Padahal targetnya bisa dibangun 1370 rumah dengan subsidi bagi masyarakat kurang mampu senilai Rp 12,5 juta. Fakta di lapangan, subsidi yang diterima masyarakat hanya Rp 9 juta saja. Itupun sudah banyak yang melunasi namun rumah belum tersedia.
Polemik yang juga berkembang yakni soal rencana pemangkasan Alokasi Dana Desa (ADD) dari Rp 150 juta pada tahun 2009 akan menjadi Rp 50 juta di Tahun 2010. Bupati meminta agar masyarakat memahami kondisi keuangan Pemda berkaitan dengan kemampuan dan banyak habis untuk membayar gaji pegawai. Hal ini juga didasarkan pada ketertiban pemerintah desa yang kurang tertib dalam administrasi. Pada awal Oktober juga baru 50 desa dari 170 desa yang menyelesaikan SPJ ADD Tahap 1 dari anggaran Rp 26,7 M. Meski sudah di deadline, nampaknya banyak desa yang mengabaikan batas waktu tersebut. 69 desa terancam tak memperoleh ADD karena SPJ tidak beres serta banyaknya APBDes yang disusun tidak sesuai peraturan daerah. Sementara itu sejumlah praja dan masyarakat menyayangkan adanya rencana pemangkasan ADD tersebut.
Setali tiga uang, pengelolaan APBD oleh aparat birokrasi juga mengalami hambatan. MIsalnya saja hingga awal Februari 2009 APBD tak rampung disusun. Pemkab sendiri harus memutar otak untuk menambah anggaran bagi pembayaran gaji PMS karena DAU yang didapat sebesar Rp 520 M ternyata kebutuhannya sebesar Rp 528 M. Legislatif nampaknya tidak melakukan aksi solidaritas atas minimnya dana APBD karena mereka tetap memasukkan anggaran pesangon sebesar Rp 10jt/anggota DPRD. Pemkab berusaha mengurangi dari rencana pembelian mobil dinas. Beban daerah semakin diperparah dengan adanya 5 SKPD tak penuhi target PAD seperti Dinas Pekerjaan Umum dari target Rp 2,5 M dapat tercapai Rp 2,3 M (93%).
Kantor Catatan Sipil ingin mendapat Rp 367 juta pada tahun 2009 hanya memasok Rp 285juta (77%). Disduknakertrans dari anggaran yang ingin disetor ke daerah Rp 1,1 M terpenuhi sekitar Rp 758 juta (67%) alias prosentase pemenuhan terkecil. Adapun 2 SKPD lain yakni Disperindag yang berkeinginan mendapat Rp 707jt ternyata baru terkumpul Rp 528juta (74%) serta Diparta sebagai salah satu instansi yang cukup berpeluang mendapat pundi-pundi bagi daerah ternyata hanya mendapat Rp 819juta dari rencana Rp 681juta (83%).
Di daerah yang dipimpin Hj Rina Iriani-Paryono ini juga ditemukan proyek yang amburadul. Sebut saja jalan ditemukan rusak sebelum diresmikan. Kontraktor PT Praba Cipta Artha menggarap jalan di sendang kebak Jumantono dengan ukuran 4m x 4,45 KM itu secara serampangan sebab kepala daerah melihat kualitas hasilnya sangat buruk. Proyek dengan nilai 1,635M tersebut sebelum diresmikan ternyata sudah retak-retak. Dengan berbagai tantangan itu, Pemkab berencana melakukan utang Rp 12 M untuk revitalisasi pasar tuban. Tentu saja rencana ini banyak menimbulkan kecaman masyarakat. Padahal Pemkab sendiri menyatakan siap revitalisasi pasar tradisional senilai Rp 19,5 M dari menkeu sebagai reward karena pengelolaan keuangan daerah dinilai baik
Pada akhir tahun anggaran ternyata Setwan kembali mengajukan pembelian 2 mobdin dengan nilai @ Rp 450jt karena bertambahnya unsur pimpinan DPRD dan fraksi padahal kondisi Keuangan daerah memprihatinkan, misalnya perkiraan SILPA 2010 senilai 0. Pada APBD Tahun 2009 terjadi defisit Rp 83 M, gaji 553 M padahal DAU 517 (5 Maret). Kondisi kritis ini secara umum ditambahi dengan semakin banyaknya lahan kritis 20.000 dan 1.000 sangat kritis, juga di awal tahun ada pelantikan pejabat 467 orang terdapat 3 orang yang telah menjadi tersangka yaitu Narmo tersangka DAK (kini jadi staf ahli), Narimo tersangka penyelewengan pupuk sekarang jadi sekretaris BPMD dan Sri Suranto kini menjabat Kadispora. Selain itu mantan wakil bupati, Sri sadoyo di vonis bebas dari dugaan korupsi seniali Rp 2,9 M pada APBD 2001-2002 dari tuntutan 6 th dan denda 100jt. Apakah periode 2010 akan lebih baik? Kita lihat saja……
0 komentar:
Posting Komentar