Genderang perang terhadap KPK yang dihembuskan koruptor kali ini tidak main-main. Setelah di sessi pertarungan 1 dan 2 kalah, kini dipertarungan sessi ke 3 sepertinya sudah menunjukkan hasil signifikan. Dulu upaya koruptor mengkriminalisasi Bibit Riyanto dan Chandra Hamzah (sessi 1) serta memenjarakan Novel Baswedan (sessi 2) gagal total. Masyarakat dan dukungan dari presiden SBY mampu menghentikan hal itu. Walaupun waktu itu, kader demokrat bahkan besan SBY juga berhadapan dengan KPK. Setidaknya KPK masih berdiri kokoh.
Kini, pertarungan sudah mulai berat sebelah. Komisi Pemberantasan Korupsi kini sekarat sebab tidak hanya komisioner yang diseret hukum dengan kasus yang dibuat-buat namun penyidik hingga pendukung KPK mulai berhadapan dengan sangkaan. Bahkan kasus Novel Baswedan kembali dilaporkan oleh polisi sendiri. Penghabisan KPK dimulai dengan diajukannya Calon Kapolri oleh Presiden Joko Widodo ke DPR secara tunggal yakni Komjen Budi Gunawan. Sehari setelah diajukan, oleh KPK, BG ditetapkan sebagai tersangka rekening gendut alias transaksi tidak wajar.
Disisi lain, semua fraksi DPR menerima BG sebagai Calon tunggal Kapolri. Dengan demikian secara administratif BG bisa dilantik. Hanya, secara etik memang tidak bisa karena statusnya menjadi tersangka. BG kemudian menggugat pra peradilan atas penetapan tersangka. Dibelakang itu, Mantan Kapolri, Jendral Sutarman mengaku tak tahu menahu proses pencalonan BG dan penggantian Kabareskrim dari Komjen Suhardi Alius ke Irjen Budi Waseso. Yang jelas, BG dan BW dikenal dekat sejak BG menjabat Kalemdikpol dan BW sebagai salah satu widyaiswara Sespim Polri.
Nah sejak penetapan BG sebagai tersangka komisioner KPK mulai diutak-utik. Yang paling diincar tentu saja Bambang Widjajanto dan Abraham Samad yang melakukan pengumuman penetapan BG sebagai tersangka. Bahkan senyum mereka berdua dianggap melecehkan BG, itu terungkap sebagai salah satu materi pra peradilan. Abraham Samad sebagai Ketua KPK mendapat serangan cukup banyak yaitu sampai 5 isu. Mulai adegan foto mesra dengan Putri Indonesia 2014 hingga kepemilikan senjata tidak sah hasil pemberian Komjen Suhardi Alius.
Untuk Bambang Widjajanto, mendapat tuduhan mengintervensi saksi guna memberi keterangan palsu dalam sidang MK di Pilkada Kota Waringin Barat. Bahkan parahnya dia ditangkap reskrim sewaktu mengantar anak-anak ke sekolah. Proses penangkapan berlangsung dramatik. Sekitap 30-an polisi turut dalam penangkapan bahkan ada yang membawa senjata laras panjang. Selain itu, dia diborgol seperti layaknya penjahat kriminal berbahaya.
Sedang 2 pimpinan yang lain (1 pimpinan habis masa jabatan yakni Busyro Muqoddas) yakni Zulkarnain menghadapi tuduhan suap Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dan Adnan Pandu Praja dituduh melakukan kepemilikan saham tidak sah. Hingga kini yang statusnya tersangka yakni Abraham Samad dan Bambang Widjajanto, sisanya belum. Tidak cukup disini, pegawai KPK mulai terancam karena berbagai teror yang ditujukan pada mereka maupun keluarga. Polisi tentu saja membantah hal ini dan tidak melakukan pengusutan.
Belum puas menyerang KPK, giliran Johan Budi dan 21 penyidik mendapat persoalan. Johan Budi kembali diungkit-ungkit kasus pertemuan dengan Nazarudin, orang yang berperkara dengan KPK. Sementara 21 penyidik dituduh memiliki senjata tanpa ijin dari kepolisian. Bambang mengakui memang ijin sudah kedaluarsa dan kini senjata itu berada di gudang, tidak digunakan. Pada saat KPK diserang bertubi-tubi, muncul gerakan masyarakat dengan tema "Save KPK". Beberapa tokoh bergabung dalam gerakan ini seperti Denny Indrayana, Refly Harun, Imam Prasodjo dan masih banyak lagi.
Mereka mendesak Presiden Joko Widodo menyelamatkan KPK sebab merekalah satu-satunya lembaga yang masih mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sayangnya gugatan pra peradilan BG dimenangkan hakim Sarpin Rizaldi, namun Jokowi tetap tidak mau melantik dan mengganti dengan Komjen Badrodin Haitu, Wakapolri. Ini sesuai rekomendasi Tim 9, yaitu tim yang dibentuk Presiden untuk memberi masukan terkait kisruh KPK. Karuan tindakan ini kembali membuat pendukung BG gerah. Tidak hanya Calon Kapolri yang diganti, Presiden kemudian menunjuk 3 PLT Pimpinan KPK dan memberhentikan 2 komisioner.
Dua komisioner yang diberhentikan yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjajanto sedangkan 3 PLT yang ditunjuk adalah Taufikurrahman Ruki (mantan komisioner KPK), Johan Budi (Deputi Penindakan KPK) serta Indriyanto Seno Aji (Akademisi). Polisi rupanya tidak berhenti mengusut pendukung KPK, kini giliran mantan Ketua PPATK Yunus Hussein, Denny Indrayana (mantan Wamen Kumham) dan Novel Baswedan akan disidik polisi.
Yunus Hussein akan menghadapi tuduhan pembocoran rahasia negara yakni BG adalah calon menteri yang mendapat rapor merah sewaktu pembentukan kabinet kerja. Denny Indrayana menghadapi sangkaan pencemaran nama baik Budi Gunawan sebagai "dewa mabuk". Sementara Novel Baswedan kembali menghadapi kasus lama yang dibuka lagi. Entah sampai kapan KPK akan berhenti diserang. Yang jelas kini KPK diambang bahaya. Gerakan masyarakat yang mendukung KPK juga harus didorong dan terus dijaga sebab pemberantasan korupsi masih menjadi gerakan penting di Indonesia.
Kini, pertarungan sudah mulai berat sebelah. Komisi Pemberantasan Korupsi kini sekarat sebab tidak hanya komisioner yang diseret hukum dengan kasus yang dibuat-buat namun penyidik hingga pendukung KPK mulai berhadapan dengan sangkaan. Bahkan kasus Novel Baswedan kembali dilaporkan oleh polisi sendiri. Penghabisan KPK dimulai dengan diajukannya Calon Kapolri oleh Presiden Joko Widodo ke DPR secara tunggal yakni Komjen Budi Gunawan. Sehari setelah diajukan, oleh KPK, BG ditetapkan sebagai tersangka rekening gendut alias transaksi tidak wajar.
Disisi lain, semua fraksi DPR menerima BG sebagai Calon tunggal Kapolri. Dengan demikian secara administratif BG bisa dilantik. Hanya, secara etik memang tidak bisa karena statusnya menjadi tersangka. BG kemudian menggugat pra peradilan atas penetapan tersangka. Dibelakang itu, Mantan Kapolri, Jendral Sutarman mengaku tak tahu menahu proses pencalonan BG dan penggantian Kabareskrim dari Komjen Suhardi Alius ke Irjen Budi Waseso. Yang jelas, BG dan BW dikenal dekat sejak BG menjabat Kalemdikpol dan BW sebagai salah satu widyaiswara Sespim Polri.
Nah sejak penetapan BG sebagai tersangka komisioner KPK mulai diutak-utik. Yang paling diincar tentu saja Bambang Widjajanto dan Abraham Samad yang melakukan pengumuman penetapan BG sebagai tersangka. Bahkan senyum mereka berdua dianggap melecehkan BG, itu terungkap sebagai salah satu materi pra peradilan. Abraham Samad sebagai Ketua KPK mendapat serangan cukup banyak yaitu sampai 5 isu. Mulai adegan foto mesra dengan Putri Indonesia 2014 hingga kepemilikan senjata tidak sah hasil pemberian Komjen Suhardi Alius.
Diolah dari berbagai sumber |
Untuk Bambang Widjajanto, mendapat tuduhan mengintervensi saksi guna memberi keterangan palsu dalam sidang MK di Pilkada Kota Waringin Barat. Bahkan parahnya dia ditangkap reskrim sewaktu mengantar anak-anak ke sekolah. Proses penangkapan berlangsung dramatik. Sekitap 30-an polisi turut dalam penangkapan bahkan ada yang membawa senjata laras panjang. Selain itu, dia diborgol seperti layaknya penjahat kriminal berbahaya.
Sedang 2 pimpinan yang lain (1 pimpinan habis masa jabatan yakni Busyro Muqoddas) yakni Zulkarnain menghadapi tuduhan suap Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dan Adnan Pandu Praja dituduh melakukan kepemilikan saham tidak sah. Hingga kini yang statusnya tersangka yakni Abraham Samad dan Bambang Widjajanto, sisanya belum. Tidak cukup disini, pegawai KPK mulai terancam karena berbagai teror yang ditujukan pada mereka maupun keluarga. Polisi tentu saja membantah hal ini dan tidak melakukan pengusutan.
Belum puas menyerang KPK, giliran Johan Budi dan 21 penyidik mendapat persoalan. Johan Budi kembali diungkit-ungkit kasus pertemuan dengan Nazarudin, orang yang berperkara dengan KPK. Sementara 21 penyidik dituduh memiliki senjata tanpa ijin dari kepolisian. Bambang mengakui memang ijin sudah kedaluarsa dan kini senjata itu berada di gudang, tidak digunakan. Pada saat KPK diserang bertubi-tubi, muncul gerakan masyarakat dengan tema "Save KPK". Beberapa tokoh bergabung dalam gerakan ini seperti Denny Indrayana, Refly Harun, Imam Prasodjo dan masih banyak lagi.
Mereka mendesak Presiden Joko Widodo menyelamatkan KPK sebab merekalah satu-satunya lembaga yang masih mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Sayangnya gugatan pra peradilan BG dimenangkan hakim Sarpin Rizaldi, namun Jokowi tetap tidak mau melantik dan mengganti dengan Komjen Badrodin Haitu, Wakapolri. Ini sesuai rekomendasi Tim 9, yaitu tim yang dibentuk Presiden untuk memberi masukan terkait kisruh KPK. Karuan tindakan ini kembali membuat pendukung BG gerah. Tidak hanya Calon Kapolri yang diganti, Presiden kemudian menunjuk 3 PLT Pimpinan KPK dan memberhentikan 2 komisioner.
Dua komisioner yang diberhentikan yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjajanto sedangkan 3 PLT yang ditunjuk adalah Taufikurrahman Ruki (mantan komisioner KPK), Johan Budi (Deputi Penindakan KPK) serta Indriyanto Seno Aji (Akademisi). Polisi rupanya tidak berhenti mengusut pendukung KPK, kini giliran mantan Ketua PPATK Yunus Hussein, Denny Indrayana (mantan Wamen Kumham) dan Novel Baswedan akan disidik polisi.
Yunus Hussein akan menghadapi tuduhan pembocoran rahasia negara yakni BG adalah calon menteri yang mendapat rapor merah sewaktu pembentukan kabinet kerja. Denny Indrayana menghadapi sangkaan pencemaran nama baik Budi Gunawan sebagai "dewa mabuk". Sementara Novel Baswedan kembali menghadapi kasus lama yang dibuka lagi. Entah sampai kapan KPK akan berhenti diserang. Yang jelas kini KPK diambang bahaya. Gerakan masyarakat yang mendukung KPK juga harus didorong dan terus dijaga sebab pemberantasan korupsi masih menjadi gerakan penting di Indonesia.