Rabu, 22 Maret 2017

6 Alasan Aneh Pihak SBY Tentang Peminjaman Mobil Dinas Presiden

|0 komentar
Setelah ramai-ramai berita tentang SBY meminjam mobil dinas kepresidenan rupanya masih banyak fakta lain mengejutkan. Terungkap SBY meminjam mobil dinas kepresidenan tidak memakai surat resmi. Mengapa tanpa surat koq tetap diberikan? Ingat kasus Roy Suryo keluar dari rumah dinas membawa banyak barang? Siapa yang berani menghentikan SBY membawa mobil?
Dibeberapa media, Rabu (21/3) tidak hanya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memberi tanggapan namun juga Menseskab era SBY, Dipo Alam turut berkomentar. Sementara Ani Yudhoyono ikut bereaksi keras di akun ig ketika menshare aktivitas Annisa Pohan.
Berdasarkan keterangan Kepala Sekretariat Kepresidenan Darmansjah Djumala, peminjaman tersebut tidak disertai surat. Fakta ini karuan saja memprihatinkan sebab bagaimana bisa inventaris negara bisa keluar, dipakai oleh orang yang sudah tidak berhak tanpa landasan tertulis. Kendaraan Mercedes Benz S-600 Pullman Guard tersebut juga dikembalikan tanpa surat. Pihak istana kemudian membuat berita acara pengembalian. Sebuah kebiasaan mengelola barang resmi inventaris negara yang sangat buruk.
Argumentasi yang diajukan oleh SBY, Dipo Alam maupun Ani Yudhoyono tidak tepat. Pertama ketiganya berargumen sesuai pasal 8 UU No 7 Tahun 78 bahwa mantan presiden dan wakil presiden berhak atas sebuah kendaraan beserta sopir pribadi. Bantahannya yakni apakah benar kendaraan yang disediakan setara dengan kendaraan dinas presiden?
Sementara jatah kendaraan dinas Presiden berjumlah 8 buah dan kenapa dari 8 mobil itu mantan wapres Boediono tidak dipinjami kendaraan sejenis? Karena sebanyak 8 buah mobil dinas Presiden itu melekat pada jabatan, tidak lebih dan tidak kurang.
Kedua, SBY mengklaim tidak meminjam mobil tersebut melainkan diantar. Apabila benar demikian, mengapa SBY tidak menanyakan berkas dokumen peminjaman? Bila tidak mengajukan peminjaman bukankah selayaknya ditolak? Tidak tahu regulasinya? Kan bisa ditanyakan apakah benar prosedurnya begitu. Mengapa saat sudah ramai-ramai begini baru membuat pernyataan seakan-akan ada pihak lain yang salah. Apa sudah kebiasaan menerima sesuatu tanpa berkas? Tanpa dokumen? Tanpa permintaan? Kebiasaan yang berbahaya bagi seorang pejabat negara.
Ketiga, Dipo Alam beralasan mobil tersebut dipinjamkan karena negara belum sanggup membelikan. Argumentasi yang sangat lemah dan mudah dipatahkan. Seberapa butuh keluarga mantan presiden atas mobil? Apa benar mobil pribadinya masih kurang? Apakah mobil yang dimiliki tidak kalah mahal dan prestise? Mengapa mantan Mensekab tidak memahami regulasi tentang hak kendaraan yang bakal diperoleh mantan Presiden. Jika memang bukan hak nya sekelas Mercedes Benz, semestinya ditolak. 
Keempat, salah satu alasan yang dikemukakan untuk memperingan kesalahan yakni mobil itu sering rusak. Apakah artinya mau berargumen bahwa mantan Presiden mendapat mobil meski mewah tapi bobrok? Kalau memang sering rusak mengapa hingga 2 tahun tidak segera dikembalikan dan disampaikan sewaktu muncul polemik?
Kelima, menurut SBY, Ani dan Dipo Alam bahwa mantan Presiden dan Wakil Presiden berhak memperoleh fasilitas kendaraan. Djarmansjah mengurai, fasilitas itu tetap bisa didapat namun jenisnya bukan sekelas kendaraan dinas Presiden. Melainkan kendaraan Toyota Camry seperti yang didapatkan mantan presiden sebelumnya.
Keenam menurut Dipo, SBY sudah berniat mengembalikan tetapi karena rusak maka kendaraan tersebut lebih dulu dimasukkan bengkel. Mengapa tiba-tiba mereka berniat mengembalikan? SBY sudah menggunakan kendaraan tersebut selama 2 tahun dan rakyat tidak tahu. Sekarang ketika ada rebut-ribut mogoknya mobil dinas Presiden, baru berniat mengembalikan.
Berdasarkan 6 alasan tersebut diatas, sungguh argumentasi yang diajukan baik oleh mantan presiden, mantan ibu negara maupun mantan Mensekab selain tidak menjawab kecurigaan publik namun juga lemah secara nalar. Negara ini bukan hanya butuh aturan yang jelas namun juga penegakan regulasi dengan jelas agar kejadian-kejadian serupa dimasa depan tidak terjadi lagi.

Senin, 20 Maret 2017

Soal Mobil Dinas Presiden, Apa SBY Sulit Bedain Pinjam dan Nyolong?

|0 komentar
Munculnya berita mobil dinas presiden yang dipinjam mantan presiden SBY mengagetkan kita semua. Kenapa? Bukankah sebagai mantan militer, pejabat negara dan mantan presiden tentu tahu batas-batas administrasi. Apa kepentingan dan alas an seorang mantan presiden meminjam kendaraan dinas? Sungguh sulit diterima akal sehat apalagi bagi kita rakyat jelata.
Selama ini rakyat juga tidak ada yang tahu berapa jumlah mobil dinas presiden dan wakil presiden serta ada yang meminjam atau tidak. SBY harus memberi klarifikasi, menjelaskan dengan gamblang apa yang membuatnya meminjam kendaraan dinas hingga 2 tahun lebih. Tidak ada urgensi apapun karena selain dirinya juga pasti mampu beli mobil, kondisi Indonesia juga tidak sedang dalam keadaan perang. Sehingga tidak membutuhkan kendaraan anti peluru.
Padahal sesuai dengan nomor surat nomor Peng-03/PPBJ-PKMPSM/08/2014, mantan Presiden dan Wakil Presiden sudah mendapat mobil mewah dengan merk Mercedes Benz beserta berbagai fasilitas lainnya. Mana jargon-jargon yang selama ini jadi penekanan seperti “Saya Prihatin”?. Meminjam barang selama 2 tahun tanpa kejelasan tentu menjadi pertanyaan rakyat.
Jika sudah mendapat fasilitas mobil mewah, mengapa SBY masih membawa mobil yang harusnya diperuntukkan bagi Presiden? Apakah SBY tidak bisa naik mobil yang tidak diperuntukkan selain presiden? Melepas kebiasaan 10 tahun ternyata tidak mudah, Jika tidak ada kasus mogoknya presiden Jokowi, apakah hal ini akan terungkap?
Apa SBY keenakan naik mobil dinas presiden sehingga lupa mengembalikan? Kalau pinjam hingga 2 tahun tanpa kejelasan serta si peminjam punya kendaraan yang lain apa tidak menyebabkan rakyat jadi mikir itu nyolong? Kasus dibawanya peralatan dari rumah dinas Menpora oleh Roy Suryo saat diganti juga banyak disebut dengan nyolong.
Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala membenarkan bahwa mantan Presiden SBY masih membawa mobil dinas yang sudah dipinjamnya. SBY menyatakan komitmennya untuk mengembalikan mobil VVIP setelah lebih dari dua tahun dipinjam.
"Baru beberapa minggu lalu, pihak beliau (SBY) menyatakan komitmennya bahwa mobil tersebut akan dikembalikan," ujar Djumala kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2017).
Faktanya hingga saat ini mobil bermerek Mercedes Benz S-600 Pullman Guard hitam tersebut belum terparkir di garasi istana negara. Ada 7 mobil sejenis yang tidak hanya digunakan oleh Presiden Jokowi, melainkan dibagi-bagi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Entah apa maksud SBY meminjam mobil tersebut dan menggunakan fasilitas yang seharusnya dipakai oleh kepala negara. Mencuatnya hal ini membuat kita bertanya apakah sang mantan memiliki post power syndrome akut? Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan SBY tentang hal ini kecuali penjelasan Darmansjah Djumala.
Kasus ini bukan pertama terjadi terutama dikalangan pimpinan Partai Demokrat. Yang paling ramai diperbincangkan ketika Roy Suryo banyak membawa barang-barang dari rumah dinas Menpora ketika digantikan Imam Nachrawi. Ada yang dikembalikan dan ada yang tidak diakui telah dibawanya.
Apakah SBY lupa, pada 11 September 2014 dirinya mewanti-wanti pada seluruh Menteri agar mengembalikan rumah dan mobil dinas tanpa cacat. "Semua fasilitas yang digunakan jajaran pemerintah dikembalikan pada saat yang tepat dengan administrasi yang baik," imbau SBY kepada seluruh menterinya saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Bahkan secara langsung menyampaikan kepada Wakil Presiden saat itu, Boediono supaya menservis mobil dinas sebelum diserahkan ke negara.
Apakah pemberian negara kepada mantan presiden belum cukup? Merujuk Peraturan Presiden RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden RI telah memberikan sebuah rumah dua lantai. Bangunan tersebut di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Kelurahan Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan atau tepat di belakang kantor Kedutaan Besar Qatar untuk Indonesia.
Hingga saat ini tidak ada yang tahu berapa sebenarnya harga rumah tersebut, yang jelas bernilai puluhan miliar rupiah. Sebuah penghargaan yang luar biasa besar.
Nah, lantas jika negara sudah memberi penghargaan sedemikian besar kenapa masih meminjam mobil lebih dari 2 tahun? Terkuaknya hal ini juga disebabkan mobil dinas Presiden RI yang sedang dikendarai Presiden Jokowi tiba-tiba mogok saat melakukan kunjungan kerja di Kalbar setelah meresmikan PLTG Mempawah, Kalimantan Barat, pada Sabtu, 18 Maret 2017, dan hendak menuju kawasan Kubu Raya untuk makan siang.

Minggu, 12 Maret 2017

Mengingat Kembali Buronnya Tommy Soeharto

|0 komentar
Nama Hutomo Mandala Putra mungkin sudah mulai perlahan dilupakan orang namun ketika disebut Tommy Soeharto, banyak yang masih ingat. Akhir-akhir ini namanya kembali mencuat ketika fotonya bertemu dengan beberapa pentolan GNPF MUI maupun Calon Gubernur DKI Anies Baswedan.

Adakah yang salah? Adakah yang melanggar aturan? Tentu tidak. Namun pertemuan yang dilakukan paska putaran pertama Pilgub DKI mengarahkan asumsi kita pada sesuatu. Menjelang pemungutan suara pertama, isu yang santer digeber mengenai tuntutan sekelompok orang yang mengatasnamakan GNPF MUI agar Ahok segera dipenjarakan.

Siapa tokoh yang ditemui? Diberbagai media social tersebar GNPF MUI menemui Susilo Bambang Yudhoyono, mantan presiden. Dan bisa kita lihat sendiri setidaknya ada 4 kali demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan demo itu dimanfaatkan segelintir orang melakukan rencana makar. Kini para tersangka makar sedang dalam proses penyidikan oleh Polri. Hasil Pilkada DKI putaran pertama, Agus Harimurti Yudhoyono keok dengan suara tak mencapai 18 persen. Hasil pertemuan GNPF MUI dengan ayahandanya tak mempengaruhi apapun.

Lantas, mengapa sekarang orang yang ada di barisan tersebut merapat ke Tommy? Mereka bahkan Sabtu (11/3) lalu menggelar Haul Almarhum mantan Presiden Soeharto. Sebuah nama acara yang selama ini tidak digunakan Cendana. Tempatnya pun di Masjid At Tiin TMII Jakarta. Paska haul tersebar foto Tommy dengan Anies yang dipisahkan oleh Ustadz Arifin Ilham.

Adakah ini ada kaitannya dengan pertemuan antara Anies, Titik Soeharto dan Prabowo? Kita tahu, sejarah Golkar cukup panjang dengan keluarga rejim yang menguasai 32 tahun itu. Kini tinggal Titik saja yang masih di Golkar. Namun mereka masih memiliki kekuatan yang patut diperhitungkan terutama dalam hal dana. Siapa yang meragukan kekayaan cendana? Di berbagai situs berita saat periode tax amnesty pertama beberapa menuliskan sekitar Rp 12 Trilyun. Itu baru Tommy, belum yang lainnya.

Meskipun anak mantan presiden, bukan berarti bisnis maupun catatan hidupnya bersih dari masalah. Hingga kini, statusnya adalah duda beranak satu dan tidak pernah dikabarkan menikah paska perceraiannya dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani 11 tahun lalu.

Sedangkan beberapa kasus lain yang mencuat diantaranya di tahun 2000, Tommy Suharto menjadi terpidana kasus tukar guling antara PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog, bersama Ricardo Gelael. Tommy divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lalu jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Putra bungsu Soeharto di vonis 18 bulan penjara serta denda Rp 30,6 miliar. Saat akan di eksekusi, tommy melarikan diri dan menjadi buronan.

Hakim Agung, M Syafiuddin Kartasasmita yang memutus kasus tersebut pada 22 September meninggal dunia pada 26 Juli 2001. Saat itu sewaktu melintas di pintu Air Serdang Kemayoran, Honda CRV sang hakim disalip Yamaha RX King dan langsung memuntahkan peluru dari pistol FN 45. Lengan, dada maupun Rahang Syafiuddin koyak dan nyawanya tak tertolong sementara sopirnya selamat.

Belum genap 1 bulan, 7 Agustus kedua pembunuh sang hakim diringkus di Jakarta. Pengendara, Mulawarman disergap di jalan Fatmawati dan Noval Haddad sang eksekutor dibekuk di Bidara Cina Jatinegara.

Dalam pendalaman yang dilakukan kepolisian, terungkap jika dalang pembunuhan adalah Tommy Soeharto. Kepada penyidik, tersangka Noval dan Maulawarman diperintah Tommy dengan imbalan Rp 100 juta. Polri menunjuk Tito Karnavian (Kasat Serse Polda Metro Jaya) memimpin Tim Cobra memburu Tommy Soeharto.

Kurang dari 4 bulan atau tepatnya 28 November 2001, Hutomo Mandala Putra dibekuk di jalan Maleo II Blok JB 4-7 No 9 Sektor 9 Bintaro Jaya Tangerang Banten. Saat ditangkap, Tommy sedang tertidur lelap didampingi perempuan yang sedang hamil tua, Lanny Banjaranti. Nama Tommy sendiri sudah berganti menjadi Ibrahim.

Meski berhasil membekuk Tommy, nampaknya hukum berbicara lain. Tommy hanya di vonis 15 tahun penjara sementara kedua pelaku pembunuhan dihukum seumur hidup. Bahkan ketika Tommy mengajukan PK, Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan yang memimpin sidang meringankan hukuman menjadi hanya 10 tahun penjara saja. Padahal selama persidangan Tommy terbukti menyimpan senjata api, bahan peledak, otak pembunuhan dan kabur sewaktu akan ditahan.

Setelah lebih dari 15 tahun, mungkin banyak yang sudah lupa dengan rentetan kejadian itu. Pun barangkali Tommy benar-benar sudah insyaf dan kembali ke jalan yang benar. Hanya saja, merapatnya Titik dan Tommy ke Anies memang pantas menjadi refleksi. Mengapa? Karena Partai Golkar dimana mereka berkecimpung sebelumnya bahkan Titik Soeharto masih menjadi anggota DPR didalamnya jelas-jelas mendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.


Rabu, 08 Maret 2017

Mafia Minyak Masih Bercokol di Pertamina?

|0 komentar
Dibalik Pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina
Meski berbagai kebijakan sudah dilakukan Presiden Joko Widodo untuk memberangus mafia minyak dan gas, faktanya mereka masih saja eksis. Saat ini, PT Pertamina giliran digoyang lantaran Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (AT) menjadi Komisaris disana. Diduga, para mafia masih kuat jaringannya di Pertamina merasa terganggu dengan penunjukan AT. Belum 6 bulan memegang Komisaris, ruangannya disegel oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
FSPPB menuduh Wakil Komisaris yang bertanggung jawab atas pergantian Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang pada 3 Februari 2017. Sementara mereka dilantik pada 20 Oktober 2016.
Padahal soal pengangkatan dan pemberhentian menjadi kewenangan Kementerian BUMN bukan ESDM. Paska masuknya AT pada medio 14 November 2017 dan mengawasi secara ketat Pertamina menjadikan para mafia kembali tak berkutik. Berkaca pada kasus yang mencuat sebelumnya, semakin mengindikasikan ada hal yang dijaga oleh AT sehingga para mafia gelisah.
Mari kita lihat sejak awal ditunjuknya AT sebagai Menteri ESDM, dirinya langsung dibombardir dengan isu kewarganegaraan ganda yang tidak ada sangkut pautnya dengan jabatan menteri. Kemudian dibubarkannya PT Petral yang merugikan pertamina dan hingga kini auditnya belum kelar juga merusak kepentingan mafia. Selain itu terbongkarnya percakapan Riza Chalid, Setya Novanto maupun Maroef Sjamsoeddin dalam kasus Papa Minta Saham yang menyebabkan Riza raib hingga kini. Mereka kini makin terjepit sehingga ruang lingkup mereka nyaris tertutup rapat.
Kisruh pertamina yang saat ini mencuat terkait dilengserkannya Dwi Sutjipto (Dirut) dan Ahmad Bambang (Wadirut). Padahal keduanya baru saja dilantik pada 20 Oktober 2016. Keduanya dilantik oleh Menteri BUMN. Hanya saja pengisian jabatan Wakil Direktur Utama yang sebelumnya tidak ada diduga menyalahi UU No 29 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 16.
Adanya jabatan wakil direktur ini yang menjadikan adanya matahari kembar di perusahaan. Menteri Rini memberi tugas wakil direktur memimpin dan mengkoordinasikan direktorat pemasaran, direktorat pengolahan, serta deputi direktur energi baru terbarukan. Wakil direktur utama juga berwenang mengambil keputusan impor bahan bakar minyak.
Struktur baru perusahaan “membagi kekuasaan” kepada direktur utama dan wakilnya. Deputi Bidang Energi, Logistik, dan Kawasan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara Edwin Hidayat Abdullah menyatakan struktur baru dibutuhkan untuk menggenjot kinerja perseroan.
Orang nomor dua di Pertamina itu bahkan berwenang menunjuk direktur lain untuk mengambil keputusan jika direktur utama dan wakilnya berhalangan. Dalam anggaran dasar sebelumnya, kewenangan soal ini dipegang direktur utama.
Dalam susunan kepemimpinan Pertamina yang dibentuk pada 20 Oktober 2016, Direktur Utama Pertamina dijabat Dwi Soetjipto, sementara Direktur Pemasaran Ahmad Bambang digeser menjadi Wakil Direktur Utama Pertamina. Sejumlah sumber mengatakan Dwi sama sekali tidak dimintai pendapat dalam penyusunan struktur baru ini. Dalam mekanisme impor minyak, menurut beberapa pejabat perusahaan itu, direktur utama hanya menjadi semacam tukang stempel. Keputusan diambil wakil direktur utama, yang membawahi direktur pengolahan dan direktur pemasaran.

Dalam implementasinya, bukan optimalisasi yang didapatnya melainkan overlapping. Bahkan fakta dilapangan menunjukkan Wakil Direktur memutuskan mengenai impor solar sementara Direktur Utama sama sekali tidak dilibatkan.

Kembali pada analisis awal, kisruh di internal pertamina murni muncul disebabkan kesalahan mengadakan jabatan wakil direktur utama yang merembet pada masalah baru. Maka dari itu, komisaris pertamina akhirnya memutuskan melepaskan keduanya dan jabatan Direktur Utama diemban plt oleh Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani. Hal ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi tidak menyeret wakil komisaris namun FSPPB menariknya “kesana”. Saat ini pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas memiliki kesempatan dalam 30 hari ke depan untuk menunjuk Direktur Utama pengganti Dwi Sutjpto.


dari berbagai sumber