Sabtu, 12 November 2016

Definisi Pungli dan Sumbangan dalam Bidang Pendidikan

|0 komentar
Pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) oleh pemerintah makin menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menghapus pungli. Masyarakat merasakan bahwa dalam layanan publik banyak ditemui pungutan dan hal ini sudah berlangsung sejak dahulu. Hampir semua Presiden menegaskan komitmennya memberantas pungutan namun faktanya sangat sulut seperti menghilangkan rumput liar pada sepetak lahan kosong.
Salah satu sektor atau bidang yang juga marak adanya pungli yakni dibidang pendidikan. Namun harus difahami tidak semua jenis pengeluaran orang tua yang dikontribusikan pada satuan pendidikan dapat disebut pungli. Kita harus merujuk batasan pungli di sektor pendidikan seperti yang diatur dalam regulasi. Bahkan pungutan juga diperbolehkan dibidang pendidikan terutama bagi pendidikan menengah (SMA/SMK) sedangkan untuk pendidikan dasar yang diijinkan hanyalah sumbangan.

Hal ini jelas diuraikan dalam Permendikbud No 44 Tahun 2012 pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali  secara langsung yang bersifat wajib,  mengikat,  serta jumlah  dan  jangka  waktu  pemungutannya  ditentukan  oleh  satuan pendidikan dasar.  Adapun pada pasal 1 ayat (3), Sumbangan  adalah  penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya.

Batasannya jelas bahwa biaya pendidikan yang bersifat  wajib, mengikat, batasan jumlah maupun jangka waktu ditentukan berarti pungutan. Terminologi ini jelas dan letak sebutan pungutan bukan pada judul surat edaran yang dibagikan satuan pendidikan. Jenjang yang diperbolehkan pungutan hanya sekolah menengah. Jenjang pendidikan dasar baik SD maupun SMP harus bebas pungutan.

Selama ini sekolah menyiasati pungutan dengan menyebut edarannya dengan kata Sumbangan. Padahal badan surat jelas menyebutkan jenis pungutan, besaran pungutan dan batas waktu pengumpulan pungutannya.

Pun demikian, pungutan tidak boleh melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam PP 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 181 ayat (d) menguraikan pendidik dan tenaga kependidikan dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga apabila memang dijenjang pendidikan menengah melakukan pungutan harus dilakukan oleh pihak lain, oleh komite sekolah misalnya. Orang tua harus benar-benar mampu melihat edaran sekolah muatannya seperti apa.

Pada regulasi yang lain, sekolah-sekolah yang melakukan pungutan, dana yang terkumpul pengelolaannya terikat dengan aturan lain. Pada PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan pasal 52 disebutkan Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6) huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a). didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; b). perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan; c). dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan; d). dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan; e). tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis; f).  menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan; g). digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; h). tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;

Kemudian pada ayat i).  sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan; j).  tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan; k). pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri; l).  pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan m). sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Selama ini banyak sekolah yang tidak menerbitkan, mengumumkan dan mensosialisasikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Padahal dalam juklak juknis BOS disebutkan sekolah penerima BOS harus mengumumkan RKAS. Juklak juknis itu juga menyertakan formulir-formulir yang harus diiisi dan diumumkan oleh sekolah kepada warga sekolah baik komite sekolah, paguyuban sekolah termasuk orang tua siswa.

Dengan demikian batasan pungli dan sumbangan menjadi jelas batasannya. Sehingga yang dimaksud Pungli terletak pada bagaimana mekanisme pengumpulan dan pengelolaan pungutan bukan kegiatannya. Sebut saja pembelian LKS, pengadaan seragam, PPDB, MOS, wisuda siswa, outbond dan lain sebagainya.

Beberapa isu terkait :
1. Transparansi anggaran di sekolah
2. Modus pungutan di sekolah
3. Cara efektif Pemda Hapuskan Pungli 

Definisi Pungli dan Sumbangan dalam Bidang Pendidikan

|0 komentar
Pembentukan Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) oleh pemerintah makin menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menghapus pungli. Masyarakat merasakan bahwa dalam layanan publik banyak ditemui pungutan dan hal ini sudah berlangsung sejak dahulu. Hampir semua Presiden menegaskan komitmennya memberantas pungutan namun faktanya sangat sulut seperti menghilangkan rumput liar pada sepetak lahan kosong.
Salah satu sektor atau bidang yang juga marak adanya pungli yakni dibidang pendidikan. Namun harus difahami tidak semua jenis pengeluaran orang tua yang dikontribusikan pada satuan pendidikan dapat disebut pungli. Kita harus merujuk batasan pungli di sektor pendidikan seperti yang diatur dalam regulasi. Bahkan pungutan juga diperbolehkan dibidang pendidikan terutama bagi pendidikan menengah (SMA/SMK) sedangkan untuk pendidikan dasar yang diijinkan hanyalah sumbangan.

Hal ini jelas diuraikan dalam Permendikbud No 44 Tahun 2012 pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali  secara langsung yang bersifat wajib,  mengikat,  serta jumlah  dan  jangka  waktu  pemungutannya  ditentukan  oleh  satuan pendidikan dasar.  Adapun pada pasal 1 ayat (3), Sumbangan  adalah  penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya.

Batasannya jelas bahwa biaya pendidikan yang bersifat  wajib, mengikat, batasan jumlah maupun jangka waktu ditentukan berarti pungutan. Terminologi ini jelas dan letak sebutan pungutan bukan pada judul surat edaran yang dibagikan satuan pendidikan. Jenjang yang diperbolehkan pungutan hanya sekolah menengah. Jenjang pendidikan dasar baik SD maupun SMP harus bebas pungutan.

Selama ini sekolah menyiasati pungutan dengan menyebut edarannya dengan kata Sumbangan. Padahal badan surat jelas menyebutkan jenis pungutan, besaran pungutan dan batas waktu pengumpulan pungutannya.

Pun demikian, pungutan tidak boleh melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam PP 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 181 ayat (d) menguraikan pendidik dan tenaga kependidikan dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Sehingga apabila memang dijenjang pendidikan menengah melakukan pungutan harus dilakukan oleh pihak lain, oleh komite sekolah misalnya. Orang tua harus benar-benar mampu melihat edaran sekolah muatannya seperti apa.

Pada regulasi yang lain, sekolah-sekolah yang melakukan pungutan, dana yang terkumpul pengelolaannya terikat dengan aturan lain. Pada PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan pasal 52 disebutkan Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6) huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a). didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; b). perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan; c). dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan; d). dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan; e). tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis; f).  menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan; g). digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; h). tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;

Kemudian pada ayat i).  sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan; j).  tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan; k). pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri; l).  pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan m). sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Selama ini banyak sekolah yang tidak menerbitkan, mengumumkan dan mensosialisasikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Padahal dalam juklak juknis BOS disebutkan sekolah penerima BOS harus mengumumkan RKAS. Juklak juknis itu juga menyertakan formulir-formulir yang harus diiisi dan diumumkan oleh sekolah kepada warga sekolah baik komite sekolah, paguyuban sekolah termasuk orang tua siswa.

Dengan demikian batasan pungli dan sumbangan menjadi jelas batasannya. Sehingga yang dimaksud Pungli terletak pada bagaimana mekanisme pengumpulan dan pengelolaan pungutan bukan kegiatannya. Sebut saja pembelian LKS, pengadaan seragam, PPDB, MOS, wisuda siswa, outbond dan lain sebagainya.

Senin, 07 November 2016

Memilah Praktek Pungli di Sekolah

|0 komentar
Meski berbagai regulasi secara jelas menguraikan batasan pungutan dan sumbangan namun banyak daerah yang memberi respon berbeda terhadap makna sumbangan dan pungutan. Seharusnya pembentukan Tim Saber Pungli tidak membuat sekolah menjadi paranoid dan latah sehingga menghilangkan semua kegiatan yang sumber dananya dari masyarakat.

Hal ini dikemukakan oleh Nugroho SPd, MPd, Kepala Sekolah SMPN 8 dalam diskusi Stop Pungli yang diselenggarakan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) di Pringsewu Kamis (3/11). “Apa itu pungli? Menurut KBBI karya JS Poerwodarminto dijelaskan Pungli itu adalah pungutan itu artinya tarikan atau pengambilan biaya dan liar artinya tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Jadi Pungli itu tarikan atau permintaan yang tidak diatur oleh undang-undang” urai pria yang memimpin sekolah di wilayah timur Solo itu. Baginya memahami Pungli harus komprehensip sehingga sikap sekolah tidak reaksioner.

Dalam berbagai regulasi terutama Permendikbud No 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan untuk Pendidikan Dasar dijelaskan perbedaan keduanya. Terminologi sumbangan yaitu aspek bentuk, besaran, jangka waktu, berapa kali disetor itu dibebaskan. Sementara untuk pungutan semua diatur. Praktek diberbagai satuan pendidikan, makna sumbangan dan pungutan sengaja dibuat kabur sehingga ketika sekolah mengedarkan surat penarikan iuran pada kop surat dicantumkan kata “Sumbangan” seakan-akan itulah sumbangan.
Suasana Diskusi Stop Pungli di Sekolah

Buktinya banyak sekolah merespon dengan gegabah pembentukan Tim Saber Pungli oleh pemerintah. Hampir semua aktivitas sekolah yang anggarannya dari orang tua siswa dihentikan. Ditambah beredarnya 58 jenis pungli di group whatsapp menambah pengelola makin ketakutan menjalankan program yang dicanangkan. Padahal tidak diketahui siapa yang merumuskan 58 jenis pungli dibidang pendidikan tersebut.

Sementara Suroto, Direktur YSKK mengungkapkan ada 8 jenis pembiayaan yang berpotensi menimbulkan pungli. “Kedelpan jenis itu adalah Sumbangan pengembangan sekolah (SPS), Sumbangan pengembangan prestasi (SPP), Pengadaan seragam, Pengadaan LKS atau modul pengayaan, Les atau tambahan pelajaran, Kebersihan dan keamanan, Study tour dan Wisuda kelulusan” terang Suroto dihadapan 50 orang peserta baik perwakilan sekolah, komite sekolah, mahasiswa, wartawan, maupun LSM.

Adapun pihak-pihak yang memiliki potensi melakukan pungli adalah Kepala Sekolah, Guru, Pengurus Koperasi, Komite Sekolah dan paguyuban orang tua siswa. Dengan demikian penting sebetulnya dinas pendidikan membuat rumusan yang jelas agar sekolah merespon tim saber pungli tidak dengan gegabah. Respon yang gegabah akan merugikan banyak pihak terutama siswa didik.
Diskusi yang diadakan YSKK juga menghadirkan Wahyono, Kabid SMP dan Manajer BOS Kota Surakarta, Sulistyowati dari Inspektorat Wilayah serta Murdiyanto Kepala SMPN 1 Bulu Sukoharjo. Acara dimoderatori oleh Ayu Prawitasari, redaktur Harian Solopos.

Rabu, 02 November 2016

Cara Efektif Pemda Hapus Pungli

|0 komentar
Pemberitaan awal tahun ajaran baru sekolah yakni bulan Juli-Agustus seringkali diwarnai dengan berita soal pungutan di sekolah. Bentuknya bisa bermacam-macam. Mulai dari sumbangan pembangunan, pengadaan buku pelajaran, seragam sekolah hingga penahanan ijazah. Mengapa kejadian ini berulang kali muncul dimedia? Apakah sekolah, dinas pendidikan, DPRD hingga kepala daerah tidak mengetahui bahwa berbagai pemberitaan itu selalu muncul?

Tentu yang dimaksudkan penulis merupakan kejadian di sekolah negeri mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas/umum/kejuruan. Seperti baru-baru ini muncul pemberitaan pengaduan pengadaan seragam sekolah dengan harga fantastis atau sumbangan pengembangan sekolah (SPS) yang secara hukum bersifat pungutan. Awam banyak tidak mengerti beda sumbangan dengan pungutan. Tentu bedanya bukan di kata “Sumbangan” atau “Pungutan” yang dicantumkan dalam surat edaran pada siswa atau disampaikan pada saat rapat wali murid.

Bagi sekolah negeri aturan tentang larangan pungutan pada pendidikan dasar (SD dan SMP) jelas tercantum dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Disebutkan pada pasal 9 ayat (1) yakni Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.

Apa pengertian sumbangan dan pungutan? Pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali  secara langsung yang bersifat wajib,  mengikat,  serta jumlah  dan  jangka  waktu  pemungutannya  ditentukan  oleh  satuan pendidikan dasar. Sementara sumbangan (pasal 1 ayat 3) adalah Sumbangan  adalah  penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya.

Dengan demikian bedanya jelas pada sifatnya suka rela, tidak memaksa, tidak mengikat dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu. Bila merujuk pada banyak praktek yang terjadi disekolah-sekolah negeri, mudah ditemukan terjadi praktek pungutan tetapi dalihnya sumbangan. Kenapa pemerintah mendorong pendidikan gratis tanpa pungutan? Sebab biaya operasional sekolah sudah disediakan oleh pemerintah pusat besarnya Rp 800.000 (SD), Rp 1.000.000 (SMP) dan Rp 1.200.000 (SMP). Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut dihitung tiap anak pertahun. Artinya sekolah tidak perlu lagi menarik sumbangan bahkan pungutan sekolah.

Secara hukum Permendikbud tersebut tidak berlaku bagi pendidikan menengah (SMA/SMK). Artinya sekolah SMA dan sederajat dapat menarik pungutan pada siswa meski tidak boleh sembarangan. Ada aturan lain yang membatasi rambu-rambu untuk menarik pungutan. Pada PP 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 52 setidaknya tercantum 13 item syarat. Diantaranya harus berdasarkan perencanaan, diumumkan transparan, dibukukan khusus dan terpisah, tidak dipngut dari siswa miskin, tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik dan lain sebagainya.

Pengumuman rencana kegiatan (RKAS) biasanya dilakukan dalam rapat pleno komite sekolah bersama orang tua siswa pada awal tahun ajaran. Pihak sekolah harus membagikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah. Faktanya, beberapa sekolah (SD hingga SMA) menarik pungutan saat pengumuman siswa diterima disebuah sekolah alias sebelum rapat pleno komite sekolah. Mekanisme ini menyalahi aturan, Cukup banyak dalih yang disampaikan sekolah agar orang tua siswa mau menyetor sejumlah nominal tertentu.

Modus Pungli di Sekolah

Bila kita jeli, ada beragam modus pungutan yang jamak terjadi disatuan pendidikan. Saya menuliskan sebelumnya setidaknya ada 8 modus pungutan disekolah. Ke 8 modus tersebut yaitu PPDB, MOS, peningkatan pembelajaran, persiapan tes/ujian, tahun ajaran baru, penambahan fasilitas sekolah, kegiatan jeda semester, kegiatan akhir tahun/lulusan. Dengan modus seperti itu dapat kita lihat dalam 1 tahun ajaran betapa banyaknya kesempatan sekolah untuk menarik pungutan yang dilarang (bagi pendidikan dasar) maupun diatur secara ketat (bagi pendidikan menengah) berulang terjadi.

Lantas, apa yang bisa dilakukan kepala daerah agar kasus-kasus sumbangan dan pungutan yang peluang terulang kembali bisa dihentikan? Setidaknya bisa diminimalisir? Ada 5 langkah strategis bagi kepala daerah mencegah kejadian berulang. Pertama, segera keluarkan Surat Keputusan tentang larangan sumbangan maupun pungutan bagi sekolah negeri. Surat keputusan ini merupakan turunan teknis baik dari Permendikbud nomor 44 Tahun 2012 maupun PP nomor 48 Tahun 2008.

Kedua, bangun system penyusunan RKAS maupun APBS secara elektronik (e-RKAS dan e-APBS) yang terintegrasi dan dikonsolidasikan oleh Dinas Pendidikan. Dokumen inipun terbuka bagi publik sehingga siapapun bisa turut mengawasi rencana sekolah. Sehingga ketika ada sumbangan maupun pungutan sekolah, orang tua siswa yang tidak mendapatkan RKAS dan APBS bisa cek secara online. Ketiga, Pemda membuka kotak pengaduan sehingga masyarakat dapat mengadukan kasus-kasus yang muncul disekolah.

Keempat, kepala daerah memberi sanksi bagi kepala sekolah yang terlibat sumbangan maupun pungutan yang tidak sesuai prosedur serta memberi reward bagi kepala sekolah atau masyarakat. Terakhir, mendorong sekolah membuka ruang komunikasi antara sekolah, komite sekolah maupun paguyuban orang tua siswa. Tata Kelola Sekolah berdasarkan pasal 51 ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.  Dalam penjelasan pasal diterangkan bahwa Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

Cara Berantas Pungli
Dengan demikian kasus-kasus sumbangan dan pungutan tidak lagi mewarnai pendidikan kita. Ada cukup banyak contoh kepala daerah yang menerapkan terobosan bantuak agar orang tua siswa tidak dikenai pungutan atau meringankan beban orang tua atas pendidikan. Ada yang mengeluarkan kebijakan BOS daerah (seperti BPMKS di Solo, KJP di Jakarta), ada yang melarang jual beli buku Latihan/Lembar Kerja Siswa (Purwakarta Jabar) dan lainnya. Contoh lebih bagus yaitu di Sukoharjo, yang membebaskan biaya pendidikan 12 tahun.

Kabupaten Sukoharjo mampu menjalankan pembelajaran hanya dengan mengandalkan BOS dari pemerintah pusat baik untuk SD hingga SMA. Sedangkan untuk SMK, Pemda mengucurkan bantuan Rp 250.000/siswa/tahun. Silahkan di cek, di Kabupaten Sukoharjo sama sekali tidak ada sumbangan/pungutan sekolah negeri dan tidak ditemukan uang pembangunan. Hanya seragam olahraga yang dibeli di sekolah. Orang tua bebas membeli seragam diluar sesuai dengan kemampuannya. Apakah sekolah tanpa sumbangan dan pungutan ini tidak berprestasi? Lihat saja dalam Ujian Nasional 2016. SMKN 1 Sukoharjo terbaik ke V, SMAN 1 jurusan IPS terbaik ke II, serta SMAN 1 jurusan bahasa terbaik I se Jateng.

Contoh diatas menggambarkan bahwa pendidikan yang membebaskan sumbangan maupun pungutan belum tentu tidak berkualitas. Pendidik telah mendapat tunjangan sertifikasi atau tambahan penghasilan baik dari APBN maupun APBD sehingga tidak ada lagi alasan konsentrasi mengajarnya terpecah karena kurangnya kesejahteraan. Sekolah juga tidak bisa beralasan kemampuan anak-anak tidak bisa meningkat karena tidak bisa menambah jam pelajaran. Itu dalih kuno.