Sabtu, 27 Agustus 2016

YSKK : Peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Harus Diakomodir Dalam Perda

|0 komentar
Nino Histiraludin, Kepala Divisi Pemberdayaan Anak Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) mendesak tim penyusun Naskah Akademik Raperda Pendidikan Menengah Propinsi DIY memasukkan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Perda tersebut.

"Kenapa kedua institusi itu penting? Karena baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah merupakan wujud representasi orang tua siswa dalam tata kelola sekolah. Di NA Raperda Pendidikan yang disampaikan oleh Tim Penyusun maupun draft Raperda sendiri sama sekali tidak menyinggung keduanya" jelas Nino dalam sesi tanggapan.

Permintaan tersebut mencuat dalam acara Focussed Group Discussion Naskah Akademik Raperda Pendidikan Menengah yang diadakan oleh DPRD DIY. Raperda tersebut merupakan inisiatif DPRD Propinsi untuk merespon diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Sesuai aturan tersebut, pendidikan menengah pengelolaannya menjadi tanggungjawab pemerintah propinsi bukan pemerintah kabupaten kota.


Dengan peran yang optimal dari Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, lanjut Nino maka tata kelola sekolah diharapkan menjadi makin baik. Sekolah sendiri tidak bisa seenaknya membuat perencanaan tanpa disetujui oleh Komite Sekolah.

Selain itu Nino mendorong Dinas Pendidikan membuat metode penentuan unit cost/siswa/tahun/daerah akan membatasi sekolah seenaknya sendiri menentukan sumbangan maupun pungutan. Draft Raperda harus memuat klausul PP 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang membagi secara tegas apa itu sumbangan dan apa itu pungutan.

Dicontohkan Nino, sekolah dengan tanpa pungutan dari orang tua tidak selalu nir prestasi. Kabupaten Sukoharjo yang membebaskan biaya pendidikan dasar dan menengah mampu meraih prestasi ditingkat propinsi.

Senada dengan Nino, perwakilan Lembaga Ombudsman daerah juga mendesak tim penyusun menyebut peran kabupaten/kota serta apa kewajiban Dinas Pendidikan Propinsi. "Peran pemerintah kabupaten/kota sama sekali tidak disinggung dalam Raperda ini. Justru malah kewajiban masyarakat terutama dalam pembiayaan disebut tapi dalam pengawasan tidak, ini lucu" ujar perwakilan LO DIY.

Sedangkan salah satu perwakilan dari sekolah meminta Dinas Pendidikan mengantisipasi penugasan guru yang terlalu jauh. Karena bila guru ditugaskan melebihi 15 km, maka tugas mendidik tidak akan berjalan efektif.

Sebelumnya Prof Wuryadi sebagai Ketua Dewan Pendidikan sebagai penanggap pertama menekankan pengembalian fungsi pendidikan pada sekolah. "Di Indonesia itu sayangnya pendidikan disamakan dengan persekolahan. Padahal sudah jelas jauh berbeda dan Jogja harus mempelopori pengembalian fungsi pendidikan di Sekolah" ujarnya.

Acara FGD ini diselenggarakan di Hotel Grage Sosrowijayan Jogjakarta 25 Agustus 2016 diikuti oleh berbagai kalangan seperti sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan dan LSM yang fokus dibidang Pendidikan se DIY.


SMPN 8 Pertahankan Mekanisme Sumbangan

|0 komentar
Untuk kesekian kali, SMPN 8 Surakarta mempertahankan mekanisme penarikan sumbangan dari orang tua siswa. Hal ini tercermin dalam Rapat Pleno Komite Sekolah dengan orang tua siswa yang diadakan di aula sekolah tersebut pada Selasa (24 Agustus 2016).

Mekanisme sumbangan yang dimaksudkan yaitu orang tua siswa bebas mengisi jumlah sumbangan (bahkan tidak mengisi), jenis sumbangan hingga batas waktu penyerahan sumbangan tersebut. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No 44 Tahun 2012.

Dalam permendikbud pasal 1 ayat 8 tersebut tertulis "Sumbangan  adalah  penerimaan  biaya pendidikan  baik  berupa  uang dan/atau barang/jasa  yang  diberikan  oleh  peserta  didik,  orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat  sukarela,  tidak memaksa,  tidak mengikat,  dan tidak ditentukan oleh  satuan  pendidikan  dasar  baik  jumlah  maupun  jangka  waktu pemberiannya".

Sessi rapat Pleno Komite Sekolah dengan orang tua siswa berlangsung terpisah waktu antara kelas VII, VIII dan IX. Tiap sessi, diisi dengan presentasi Kepala sekolah, komite sekolah, tanggapan, pengisian kesanggupan sumbangan, pesan dan saran serta pembentukan paguyuban kelas.

Pada sessi presentasi kepala sekolah menyampaikan beberapa hal terkait pencapaian SMPN 8 baik dibidang akademik dan non akademik, target pembelajaran tahun pelajaran 2016/2017, rencana pembelajaran,dan informasi lainnya. Drs Nugroho MPd, selaku Nakhkoda SMPN 8 menekankan kualitas lulusan tidak hanya akademik tapi juga kualitas diri siswa.

"Makanya jam istirahat siswa mungkin lebih panjang dibandingkan dengan sekolah lain. Untuk istirahat pertama 40 menit dan istirahat kedua 50 menit. Bagi siswa muslim istirahat pertama untuk sholat Dhuha dan istirahat kedua untuk sholat Dhuhur" jelas pria yang sudah banyak meraih prestasi sebagai kepala sekolah.

Untuk siswa non muslim, pada jam istirahat kedua mendapatkan pendampingan bimbingan kerohanian sesuai keyakinan masing-masing.

Sementara itu Ketua Komite Sekolah Drs Bintoro menekankan perlunya partisipasi orang tua siswa mendukung program yang sudah dicanangkan antara komite dengan sekolah. "Apalagi sekolah kita telah menjadi rujukan MANTAP nasional" ujar pria yang suka berbicara lugas ini.

Rujukan MANTAP yaitu manajemen sekolah di SMPN 8 sudah transparan, akuntabel dan partisipatif. Salah satu buktinya tidak pernah ada tekanan orang tua siswa dalam memberi sumbangan ke sekolah. Artinya orang tua siswa dipersilahkan mengisi sendiri jenis sumbangan, waktu pemberian sumbangan hingga besar sumbangan.

Setelah paparan dari Kepala Sekolah maupun Ketua Komite, orang tua siswa menuju ruang kelas yang sudah ditentukan. Diruang tersebut orang tua menulis kesanggupan sumbangan yang diberikan, menuliskan pesan dan saran hingga membentuk paguyuban kelas.

Model inilah yang berbeda dengan penyelenggaraan rapat pleno dengan tahun pelajaran sebelumnya.

Dalam pengamatan YSKK, tidak banyak yang berubah hanya tahun ini terdapat agenda pembentukan paguyuban orang tua siswa. Yang jelas, mekanisme Rapat Pleno yang masih berupa draft perlu segera ditindaklanjuti supaya proses rapat pleno orang tua siswa tidak akan berganti menjadi seremoni belaka apalagi terjadi perubahan dari sumbangan ke pungutan.

Saat ini sudah ada pembahasan bersama antara sekolah, komite sekolah dan YSKK untuk adanya kebijakan ditingkat sekolah mengenai Rapat Pleno Sosialisasi Program Komite Sekolah.



Senin, 22 Agustus 2016

Partisipasi Warga Salah Satu Tolok Ukur "Rasa Handarbeni" Kota

|0 komentar
Partisipasi masyarakat dalam menyoroti isu-isu kota merupakan salah satu tolok ukur "rasa kepemilikan" (Handarbeni) warga atas daerahnya. Dengan demikian pembangunan yang dikerjakan betul-betul merealisasikan kebutuhan masyarakat bukan hanya keinginan pejabat saja. Meski demikian, tidak banyak masyarakat yang tahu bagaimana berpartisipasi atau turut andil dalam kebijakan yang direalisasikan oleh daerah.

Untuk belajar memiliki isu-isu daerah itulah, Rumah Belajar Rakyat Gunungkidul mencoba hadir dan rutin menyelenggarakan acara dengan anggotanya. Mesti tidak cukup banyak yang terlibat dan berdiskusi 2 hingga 3 bulan sekali setidaknya dapat menambah pengetahuan remaja di Gunungkidul.

"Kami memang belum rutin berdiskusi tapi kami mencoba belajar apapun yang bisa kami pelajari" ujar Septian, salah satu pegiat RBR Senin 22 Agustus di sekretariat mereka Siraman Wonosari Gunungkidul.

Mereka kebanyakan masih kuliah maupun baru lulus dari berbagai perguruan tinggi baik di Jogja maupun di Gunungkidul. Di kabupaten yang sekarang dikenal banyak wisata pantainya itu memang tidak cukup banyak masyarakat yang mengkritisi pembangunan.

Padahal potensi-potensi yang dimiliki serta pertumbuhan kota yang demikian pesat, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diperlukan. Oleh karena itu YSKK mendorong agar RBR maupun komunitas lain menyelenggarakan diskusi lebih sering lagi.

YSKK melihat RBR dapat menjadi salah satu komunitas potensial yang dapat didorong berkontribusi dalam isu pendidikan di Gunungkidul. Setelah upaya menginisiasi PAS GK nampaknya kurang efektif berjalan.


Septian mengungkapkan pihaknya terbuka bekerjasama dengan siapapun. Selama ini mereka menghidupi komunitasnya dengan cara patungan atau atas bantuan pihak lain. Potensi seperti mereka inilah yang sudah seharusnya dapat didorong dan dikembangkan secara optimal. Mereka bersedia berkumpul dan melakukan sesuatu karena kepedulian.

Kota yang tumbuh dengan dinamisasi maupun dialektika warga dengan pengambil kebijakan biasanya menjadi kota yang cukup nyaman ditinggali. Lihat saja dengan Bandung atau Surabaya.  Gunungkidul pun bisa dikembangkan seperti 2 kota tersebut dengan catatan kepala daerah terbuka dan masyarakat aktif menyampaikan gagasan, ide maupun berdialog bersama.

YSKK melontarkan pemikiran bahwa keberadaan RBR penting tidak sekedar sebagai tempat sharing ide namun juga menimba pengetahuan.

"Kita dapat bekerjasama membahas isu-isu di Gunungkidul terutama isu pendidikan yang menjadi salah satu concern YSKK" ujar Nino.

Menanggapi hal itu, pria lulusan ISI Jogja tersebut mengaku tertarik dan akan meneruskan tawaran YSKK pada aktivis RBR lainnya. Selama ini mereka berjalan tanpa partner dan fokus yang jelas sehingga terkesan kurang terarah.

Di akhir pembicaran, Septian merespon dengan menyatakan akan segera melakukan konsolidasi dan menata RBR guna merumuskan program yang lebih konkrit dimasa mendatang. Hambatan-hambatan yang selama ini ada, seperti waktu, dana maupun pilihan tema pembahasan akan dikaji lebih mendalam.

YSKK sendiri akan memfasilitasi pemecahan hambatan agar ke depan langkah komunitas tersebut bisa lebih fokus dan tertata,