Sabtu, 03 Oktober 2015

Saat Mendiskusikan Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi Sekolah di SMPN Wonosari 1

|0 komentar
SMP Wonosari 1 merupakan salah satu SMP dengan web yang informatif. Berbagai sajian menu ditampilkan dalam laman yang beralamat di smpn1wonosari.sch.id. Ada mengenai visi misi sekolah, daftar guru, kepengurusan komite sekolah, daftar siswa, prestasi sekolah dan berbagai informasi lainnya. Yang tentu saja mendominasi dari isian web lebih pada prestasi siswa maupun kegiatan yang dilakukan oleh sekolah.

Setidaknya tingkat keaktifan web menunjukkan SMPN Wonosari 1 mengupayakan salah satu unsur MANTAP yaitu Transparansi. Tidak banyak sekolah yang berupaya melakukan hal ini meski tetap ada beberapa catatan yang bisa kita berikan. Kemarin, Senin (28 September 2015) kami berkesempatan berkunjung ke sekolah yang terletak di pusat kabupaten Gunung Kidul itu.

Suasana pertemuan di SMPN Wonosari 1
Kebetulan Kepala Sekolah SMPN Wonosari 1 belum lama menjabat, yakni Agus Suryono. Kedatangan kami dimanfaatkan untuk berbincang banyak tentang apa yang sudah dilakukan bersama antara YSKK dengan SMPN Wonosari 1 dalam mencapai MANTAP. Berhubung baru, kepala sekolah mempersilahkan guru yang langsung memberi informasi terkait manfaat maupun tantangan yang ada terutama pada pengelolaan BOS, Pelayanan informasi (PPID), pengelolaan web maupun mengenai proses pemilihan Komite Sekolah.

Untuk pengelolaan BOS, bendahara yang menangani kebetulan sedang ada acara sehingga tidak diperoleh iinformasi yang cukup signifikan. Meski begitu YSKK memberi masukan agar informasi dana BOS yang telah ditempel di papan pengumuman sekolah bisa di upload di website, termasuk RKAS. Atas lontaran ini, Kepsek menyatakan untuk RKAS cukup banyak lembar bila harus di upload sebab mencapai 10 lembar.

Kami kemudian menawarkan untuk mengupload ringkasan rencana (glondongan/besaran program) tapi dijawab oleh guru tidak ada daftar ringkasan. "Yang ada hanya rincian semua pak" ujar seorang guru. Disini dapat disimpulkan ada pemahaman yang belum tepat dalam penyusunan RKAS. Bukankah dalam RKAS ada daftar ringkasan tentang program dan jumlah anggaran setiap program itu?

Sedangkan untuk PPID dijelaskan mereka semua pihak yang akan berhubungan dengan sekolah harus melalui satpam di depan terlebih dahulu. Hal ini untuk meminimalisir pihak-pihak yang tidak berkepentingan langsung bebas masuk sekolah. Setelah kebutuhannya jelas, oleh Satpam akan diarahkan ke Tata Usaha untuk mendapat pelayanan. Hingga saat ini kadang pelayanan terkendala jumlah personel yang terbatas yakni 2 orang.

Tampilan web SMPN 1 Wonosari
Untuk kegiatan BOS, sekolah kesulitan mengalokasikan anggaran karena berbagai aturan yang terlalu membelenggu. Disisi lain, kebutuhan anggaran untuk mendanai berbagai kegiatan misalnya honor guru tidak tetap dibatasi maksimal 15 persen. Akibatnya mereka kekurangan dana saat di kas BOS masih ada uang Rp 300 juta. Pihak sekolah berharap aturan BOS bisa lebih luwes lagi. "Kalau terlalu ketat jadinya begini, kita kurang uang disaat dana BOS masih Rp 300 juta" ungkap pak Agus.

Adapun mengenai web, mereka akan mengusahakan baik anggaran BOS, RKAS dan dokumen yang terkait dengan hal itu akan diupayakan bisa di upload. SMPN Wonosari 1 cukup familiar dengan kebutuhan atau pentingnya informasi. Hal ini bisa dilihat dari settingan web tidak kaku, materi beragam dan mereka memiliki majalah yang dikelola oleh siswa dan turut menjadi menu online web sekolah.

Kamis, 01 Oktober 2015

Terobosan SMPN 8 Surakarta Mereformasi Mental Siswanya

|0 komentar
SMPN 8 Kota Surakarta menjadi salah satu SMPN yang melaksanakan salah satu anjuran Menteri Pendidikan untuk membiasakan budaya membaca di kalangan siswa. Tidak hanya membaca namun 3 hal lain sesuai anjuran menteri dilaksanakan yaitu Membuka kelas dengan doa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan membaca buku non pelajaran 15 menit dan membuat resume di buku terpisah dan diparaf oleh guru yang mengajar pada jam pertama.

Satu hal lagi yakni sebelum menutup akhir pelajaran di jam terakhir sekolah, bersama-sama menyanyikan lagu daerah atau lagu dolanan anak dilanjutkan doa penutup. Nampaknya pihak Kepala Sekolah SMPN 8 Surakarta memahami betul landasan pentingnya anjuran menteri, Makin memudarnya rasa nasionalisme serta minat baca di era teknologi informasi harus  diimbangi pengetahuan anak dengan menguatkan pengetahuan serta kemampuan analisis siswa didik dengan cara menggalakkan membaca.

"Membaca merupakan salah satu upaya kami untuk membuka cakrawala siswa. Jadi belajar tidak melulu tentang pelajaran sekolah" ujar Nugroho SPd MPd sebagai Kepala Sekolah SMPN 8. Awal penerapan kebijakan itu, siswa dipersilahkan meminjam ke perpustakaan sekolah namun dikarenakan jumlah siswa lebih banyak dari ketersediaan buku, maka siswa diminta membeli buku sendiri. Mereka bebas memilih jenis buku baik itu soal sejarah, tokoh, Kumcer, Novel dan beragam tema lain.

Membaca 15 menit di jam pertama diberlakukan untuk hari Selasa hingga Kamis karena untuk hari Senin ada upacara, Jum'at diganti dengn baca Al Quran bagi yang muslim, dan Sabtu dibebaskan. Tidak banyak rupanya sekolah yang menerapkan kebijakan ini berdasarkan informasi yang berusaha diperoleh. Diberbgai wilayah lain seperti Pekalongan, Jepara, Brebes bahkan sekolah negeri di Suakarta juga tak semua menerapkan.

Sebut saja SMPN 1, SMPN 9, SMPN 5 Surakarta tidak menerapkan kebijakan tersebut. Meski berupa anjuran, pihak sekolah sepertinya melihat bahwa membaca merupakan hal positif yang penting menjadi kebiasaan siswa mereka. Pada soal lainnya, orang tua siswa sendiri juga jarang mendorong anaknya membaca. Padahal, unsur yang paling berpengaruh atas sikap dan kebiasaan anak justru saat berada dirumah.

Mereka mudah dan akan terbiasa dengan apa yang dilakukan lingkungannya. Anak yang tumbuh di kebiasaan keluarga pembaca akan meniru begitu seperti kata pepatah "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Nah bagi kita para orang tua, saat dirumah masihkan akan terlalu sibuk menonton tv, bergumul dengan gadget, ha ha hi hi chatingan pakai laptop atau membaca? Jangan salahkan anak bila mereka tidak suka membaca. Mereka begitu karena meniru kebiasaan lingkungan mereka.